Perluasan sistem ganjil genap yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai Senin (9/9/2019) berdampak pada aktivitas warga Kota Tangerang dan Tangerang Selatan.
Oleh
PINGKAN ELITA DUNDU
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Perluasan sistem ganjil genap yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai Senin (9/9/2019) berdampak pada aktivitas warga Kota Tangerang dan Tangerang Selatan.
Agus Susanto (35), warga Kelurahan Peninggilan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, memilih berangkat lebih awal dari waktu biasanya agar tidak terjebak dalam aturan tersebut.
”Hari ini saya berangkat lebih awal karena tanggal genap. Sementara nomor polisi mobil saya ganjil. Biasanya saya berangkat pukul 06.15, hari ini saya terpaksa jalan lebih awal, 05.30,” kata Agus di Ciledug, Tangerang, Selasa (10/9).
Agus yang adalah karyawan swasta di Tanjung Priok ini harus jalan lebih awal karena ia tidak mau terjebak dengan aturan tersebut yang berujung dengan tilang. Ia masih bingung rute untuk masuk tol di perempatan Slipi (Palmerah- Petamburan). ”Perempatan ini, kan, agak menjebak. Saya belum tahu persis untuk masuk tol dari Palmerah, apakah harus belok kanan dulu atau bisa lurus,” katanya.
Lain lagi dengan Anindia (31), karyawan swasta di Kebon Melati, Jakarta Pusat. Sejak Senin, ia bersama tetangganya menggunakan bus Transkajarta dari Puri Beta, Larangan, Kota Tangerang.
”Diajak tetangga yang juga bekerja di Jalan Sudirman (Jakarta Pusat). Lumayan, enggak kena macet dan bisa tidur dalam bus. Cuma repotnya kalau balik, pulang kerja. Antrean di halte busway (bus Transjakarta) padat,” kata Anindia, warga Larangan Utara, Selasa.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, pemberlakukan perluasan sistem ganjil genap di DKI Jakarta memang berdampak terhadap warga Kota Tangerang. Apalagi, banyak warga yang tinggal di Kota Tangerang dan bekerja di Jakarta.
Warga dengan berbagai upaya, kata Arief, setiap hari akan tetap masuk ke Jakarta karena mereka bekerja di sana. Misalnya, menambah kendaraan pribadi agar memiliki nomor ganjil dan genap. ”Ada juga yang menggunakan angkutan massal yang sekarang ini sudah lebih nyaman. Tinggal memilih naik KRL atau naik bus Transjakarta, apalagi saat ini sudah banyak jumlah dan pilihan rutenya yang memudahkan warga sampai ke tempat tujuannya,” tutur Arief.
Arief mengatakan, di Kota Tangerang tidak semacet Jakarta sehingga tidak memberlakukan sistem ganjil genap. Ia berharap sebaiknya perusahaan yang ada di Jakarta pindah ke Kota Tangerang agar tidak terjebak dalam kemacetan.
”Di Kota Tangerang tidak ada kemacetan seperti Jakarta. Makanya, perusahaan-perusahaan yang ada di Jakarta berkantorlah di Kota Tangerang,” ujar Arief.
Polusi
Terkait dengan polusi udara, Arief mengatakan, sejauh ini Kota Tangerang masih paling baik di antara kota dan kabupaten di Provinsi Banten. ”Alhamdulillah, udara di Kota Tangerang masih bagus. Tingkat pencemaran udara masih normal,” kata Arief.
Sebagai langkah antisipasi ke depan agar tidak terjadi pencemaran udara, kata Arief, pihaknya terus menata angkutan massal dengan terus berupaya menata transportasi terpadu.
”KRL, bus Transjakarta, dan LRT saling berintegrasi dan jumlah layanannya akan terus ditingkatkan agar mengurangi kendaraan pribadi,” ujar Arief.
Langkah lainnya adalah terus menambah ruang terbuka hijau, termasuk hutan kota dan taman kota.