Capim KPK Luthfi Jayadi: Libatkan NU dan Muhammadiyah dalam Pemberantasan Korupsi
›
Capim KPK Luthfi Jayadi:...
Iklan
Capim KPK Luthfi Jayadi: Libatkan NU dan Muhammadiyah dalam Pemberantasan Korupsi
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Luthfi Jayadi Kurniawan menilai, pendekatan pencegahan perlu diprioritaskan dalam pemberantasan korupsi. Terkait dengan itu, KPK tak bisa menjadi unsur tunggal dalam pemberantasan, tetapi harus melibatkan seluruh aparat penegak hukum dan organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan seperti Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Dalam Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Pimpinan (capim) KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2019), Luthfi Jayadi Kurniawan, mengatakan, pelibatan seluruh unsur masyarakat penting karena KPK tidak memiliki cabang di daerah. Sementara itu, tindak pidana korupsi sudah mengakar dan menjelma sebagai krisis bagi masyarakat.
Ia mencontohkan, KPK dapat melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua ormas itu strategis dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi karena memiliki struktur organisasi hingga ke lingkup masyarakat yang paling sempit.
“Pelibatan institusi itu jangan hanya sebagai medium kampanye. Mereka juga harus menjadi subjek pencegahan, sehingga keterlibatannya tidak kontraproduktif dengan kerja KPK dan aparat penegak hukum lainnya,” ujar Luthfi.
Ia menambahkan, pelibatan ormas semakin penting karena mampu menjadi motor untuk mengubah perilaku masyarakat. Perubahan tersebut merupakan kunci dalam pencegahan korupsi. “Pemberantasan korupsi butuh oase baru, salah satunya pendekatan sosiologis, tak melulu pendekatan hukum,” kata Luthfi.
Luthfi menambahkan, ketiadaan cabang KPK di daerah juga semestinya menjadi peluang untuk mengoptimalkan kerja sama dengan aparat penegak hukum lain. Kejaksaan dan kepolisian, misalnya, sama seperti ormas, juga memiliki struktur hingga ke level masyarakat paling rendah.
Dengan begitu, KPK tak perlu menguras energi untuk menangani seluruh kasus korupsi. Apalagi yang terjadi di daerah dan tak berkaitan langsung dengan kepentingan strategis nasional.
“Jika demikian, kerja KPK akan lebih efektif dan efisien,” ujar Luthfi.
Kerja sama itu juga bermanfaat untuk memetakan potensi korupsi di setiap daerah. Bagi Luthfi hal itu penting karena pemberantasan korupsi ke depan tak boleh hanya mengandalkan momentum melainkan juga harus berbasis data.
Mekanisme pencegahan
Luthfi mengatakan, selama ini kerja KPK masih fokus pada penindakan. Padahal, pendekatan itu juga tidak terbukti mampu mengurangi tindak pidana korupsi secara signifikan.
Mekanisme pencegahan yang ada pun belum komprehensif. Masih ada sejumlah hal yang bisa diimprovisasi untuk mengoptimalkan pencegahan tersebut, salah satunya terkait manajemen risiko.
Untuk mengelola risiko korupsi, kata Luthfi, setidaknya ada tiga hal yang bisa dibangun. Pertama, sistem deteksi dini dengan menciptakan instrument sosial yang mampu mengubah paradigma dan perilaku masyarakat. Kedua, sistem peringatan dini yang saling terhubung, baik pada institusi pemerintah maupun institusi sosial masyarakat.
“Terakhir, mitigasi korupsi dengan cara membagi peran dengan lembaga lainnya. Dalam hal ini, KPK bisa mengambil peran untuk memimpin pembagian kerja tersebut,” kata Luthfi.
Revisi hati-hati
Pada sesi tanya jawab, Lutfhi seperti capim KPK lainnya, juga ditanya terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau biasa disingkat UU KPK yang diinisiasi oleh DPR. Kali ini, Luthfi ditanya oleh Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Muslim.
Atas pertanyaan itu, Luthfi mengatakan seluruh produk hukum bisa direvisi. Revisi pun menjadi kewenangan dari pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, tidak ada masalah jika UU KPK hendak direvisi. “Namun yang diubah harus betul-betul hati-hati agar tidak kemudian menimbulkan pro dan kontra,” katanya.
Dia mencontohkan, setelah UU direvisi, produk hukum tersebut justru diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Ini kemudian habis energinya,” tambahnya.