BBMKG Wilayah III Denpasar, Bali, memperkirakan musim kemarau masih berlanjut hingga akhir Oktober. Hujan dengan intensitas tinggi akan turun di awal November di Bali.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Bali, memperkirakan musim kemarau masih berlanjut hingga akhir Oktober. Hujan dengan intensitas tinggi akan turun di awal November di Bali.
Kemarau di Bali yang berlangsung mulai Mei lalu telah berdampak pada tanaman padi. Luasan sawah terutama di Kabupaten Jembrana berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Bali sekitar 78 hektar gagal panen.
Kepala BBMKG Wilayah III Denpasar Muhamad Taufik Gunawan, di kantornya, Tuban, Kabupaten Badung, Rabu (11/9/2019), menjelaskan, hujan mulai turun di beberapa wilayah dengan intensitas rendah. ”Hujan terpantau di beberapa tempat di Bali. Akan tetapi, intensitasnya rendah dan diperkirakan meningkat di awal ovember nanti,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan BMKG Stasiun Klimatologi Jembrana, kemarau panjang ini kondisinya mirip dengan tahun lalu. Kepala Stasiun Klimatologi Jembrana Rakhmat Prasetia mengatakan, tiga daerah terparah masuk kekeringan di Kabupaten Buleleng. Ketiga wilayah itu Sambirenteng (155 hari), Pucaksari (135 hari), dan Sumber Klampok (134 hari) berdasarkan pemantauan per tanggal 10 September 2019.
Beberapa wilayah yang hujan, lanjut Rakhmat, intensitas hujannya kurang dari 50 milimeter per 10 hari karenanya masih masuk kemarau. Intensitas hujan lebih dari 50 milimeter diperkirakan mulai awal November dan kemungkinan merata di seluruh Bali.
Hujan terpantau di beberapa tempat di Bali. Akan tetapi, intensitasnya rendah dan diperkirakan meningkat di awal November nanti.
Paling peka
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Bali IB Wisnuardhana menjelaskan tanaman padi yang paling peka terkena dampak musim kemarau panjang. Kabupaten Jembrana merupakan wilayah yang terdampak paling luas untuk persawahan.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Bali, luas sawah yang terkena kekeringan periode April-September 2019 tercatat 277,3 hektar (Ha). Luasan sawah gagal panen terdata 78 Ha. Selain gagal panen, sawah yang terdampak ringan seluas 150,45 Ha, sedang 49 Hs, berat 26,8 Ha, dan gagal panen.
Ia berharap musim kemarau sesuai dengan prakiraan dari Stasiun Klimatologi Jembrana berakhir di bulan Oktober. Jika tidak, lanjutnya, luasan sawah yang kering dapat meluas.
Panenan bulan Juli hingga September ini, kata petani kopi arabika Kintamani, Komang Sukarsana, belum terimbas kemarau panjang tahun lalu dan saat ini. Panen kali ini masih menghasilkan biji kopi bagus untuk 1 hektar kebun sebanyak 1 ton green bean.
Akan tetapi, ia juga khawatir jika musim hujan kembali mundur menjadi sepanjang tahun kemarau. Apabila musim kemarau sepanjang tahun, bunga kopi bisa berguguran dan kemungkinan panenan menurun.
Wakil Ketua Pemasaran dan Permodalan HKTI Bali Dewa Nuradja Nasa mengharapkan adanya sinergi pemerintah dan lembaga-lembaga lain untuk bersama memikirkan antisipasi jika benar terjadi kemarau panjang hingga akhir tahun 2019 ini. Tahun depan, lanjutnya, produksi pertanian dan perkebunan bisa terganggu. Selain itu, persoalan pengadaan dan distribusi air juga tetap menjadi prioritas sebagai langkah mengatasi kekeringan.