Hasil Pelatihan Guru Belum Tercermin di Kelas
Guru-guru PAUD tersertifikasi banyak yang justru sibuk ikut pelatihan dan mengurus administrasi. Pelatihan tersebut tidak diterapkan di kelas karena anak-anak diajar guru honorer.
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan kurikulum dan evaluasi yang fleksibel hendaknya dilakukan dalam pendidikan anak usia dini. PAUD sejatinya sangat menekankan kemampuan guru membaca potensi tumbuh kembang anak yang dikombinasikan dengan pengarahan perkembangan karakter dan kognitif.
"Pelatihan dan evaluasi bagi guru PAUD masih sangat kaku dan tidak mencerminkan praktik lapangan," kata dosen Pendidikan Guru PAUD Universitas Pendidikan Indonesia Hani Yulindrasari dalam diskusi "Riset Pendidikan dan Perkembangan Anak Usia Dini" yang diadakan Bank Dunia di Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Ia memaparkan riset kualitatif yang dilakukan di Kabupaten Buleleng, Bali sejak 2017. Kabupaten Buleleng mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena dinilai memiliki sistem PAUD yang baik dengan guru-guru yang aktif untuk mengikuti uji sertifikasi.
Ternyata, kepemilikan sertifikasi tidak berbanding lurus dengan peningkatan mutu PAUD. Alih-alih mengadaptasi kurikulum agar sesuai ciri khas permasalahan yang dihadapi di kelas, guru-guru bersertifikat disibukkan dengan pengisian berkas administrasi. Mereka juga memiliki kewajiban untuk mengikuti berbagai pelatihan agar bisa mempertahankan sertifikat profesi tersebut.
Alih-alih mengadaptasi kurikulum agar sesuai ciri khas permasalahan yang dihadapi di kelas, guru-guru bersertifikat disibukkan dengan pengisian berkas administrasi.
"Akhirnya, siswa PAUD dididik oleh guru-guru honorer yang kompetensinya tidak merata. Repotnya persyaratan administrasi menjadi penghalang penerapan hasil pelatihan peningkatan kompetensi menjadi metode nyata di kelas," tutur Hani. Semestinya ada efisiensi administrasi agar guru diprioritaskan menerapkan hasil pelatihan, bukan menambah jumlah pelatihan.
Dari sisi evaluasi, Uji Kompetensi Guru (UKG) juga dinilai tidak singkron dengan kinerja guru PAUD. Uji Kompetensi Guru menggunakan sistem berbasis komputer yang semua pertanyaan berupa soal pilihan ganda. Hal ini tidak bisa menangkap esensi tugas dan fungsi guru PAUD.
"Guru SD, SMP, dan SMA bisa diuji dengan soal pilihan ganda karena mereka sudah mengajar mata pelajaran spesifik. Akan tetapi, esensi guru PAUD adalah mendampingi tumbuh kembang anak. Sistem pemelajarannya berbasis bermain sambil belajar karena aspek yang dilihat mulai dari kognitif sampai motorik dan sosio-emosional. Bukan pembahasan materi kognitif seperti tingkat pendidikan yang lebih tinggi," papar Hani.
Pakar Pendidikan dari Bank Dunia Rosfita Roesli mengungkapkan, pihaknya masih melakukan riset terkait perkembangan PAUD dan pelatihan guru. Terdapat 20 indikator evaluasi perubahan cara guru mengajar sebelum dan sesudah pelatihan yang dilihat dari pemahaman kurikulum, pengadaptasian kurikulum sesuai kebutuhan kelas, dan interaksi guru dengan siswa guna membangun jalur tumbuh kembang sesuai kekhasan setiap siswa.
Mereka meneliti klaster anak yang sudah satu tahun mengikuti PAUD dan yang sudah empat tahun mengikuti PAUD beserta perkembangan di SD. Hasil penelitian masih dirumuskan karena akan ditambahkan masukan-masukan dari diskusi hari ini.
"Evaluasi guru rencananya melalui rekaman cara mereka mengajar di kelas sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan guna melihat perbedaannya," ucapnya.
Sinergi
Ketua Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi) Netti Herawati menjelaskan, anak usia dini harus diajar oleh guru yang cakap karena mereka masih dalam tahap awal pertumbuhan fisik, mental, emosi, dan sosial. Guru harus bisa mengenal sifat bawaan anak beserta potensi yang akan dikembangkan di dalam diri anak sesuai kebutuhannya.
Permasalahannya, baru 30 persen guru PAUD yang memiliki gelar sarjana, itu pun tidak semua pada bidang ilmu Pendidikan Guru PAUD atau pun Psikologi Anak. Sebagai jalan keluar, pemerintah menyelenggarakan diklat berjenjang dari tingkat dasar, lanjut, dan mahir sebagai sarana penajaman kompetensi.
Permasalahannya, baru 30 persen guru PAUD yang memiliki gelar sarjana, itu pun tidak semua pada bidang ilmu Pendidikan Guru PAUD atau pun Psikologi Anak.
Menurut Netti, semua pihak terkait, yaitu pemerintah kabupaten/kota, guru PAUD, dan guru SD, perlu duduk bersama guna memastikan sinergi pengajaran. Alasannya karena seringkali metode yang diterapkan di PAUD berbeda dengan yang diterapkan di SD. Padahal, sejatinya kelas I, II, dan III SD adalah lanjutan dari metode bermain sambil belajar seperti di PAUD.
Sementara itu, Sekretaris Himpaudi Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat Zamzam mengungkapkan, pelatihan guru secara berkesinambungan dilakukan dengan menggunakan dana desa. Terdapat 88 desa yang masing-masing menerima Rp 2 juta untuk pelatihan guru PAUD. Pelatihan berupa 48 jam tatap muka dan 210 jam di PAUD masing-masing.
"Ada pula magang selama tiga hari di TK pembina. Setiap guru PAUD dipantau perkembangannya melalui jaringan Himpaudi. Untuk orangtua ada kelas parenting setiap bulan di posyandu," ujarnya.