Pembahasan revisi UU KPK segera dimulai. Presiden Joko Widodo kemarin mengirim surat persetujuan pembahasan revisi UU KPK ke DPR. Langkah ini disesalkan masyarakat sipil.
JAKARTA, KOMPAS Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diinisiasi DPR akan segera dibahas pemerintah bersama DPR. Rabu (11/9/2019) sore, Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden berisi persetujuan sekaligus penunjukan kementerian yang mewakili pemerintah membahas rancangan undang- undang bersama DPR.
Lebih kurang sepekan terakhir, berbagai elemen masyarakat sipil dari sejumlah daerah menyerukan penolakan terhadap revisi UU KPK yang dinilai akan melemahkan KPK.
Pada hari yang sama, surat presiden (surpres) RUU KPK langsung diserahkan kepada DPR. Presiden Jokowi menugaskan dua menteri untuk mewakili pemerintah membahas RUU KPK, yakni Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Surpres itu menurut rencana dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat.
”Surpres RUU KPK sudah ditandatangani Presiden dan dikirim ke DPR (Rabu) sore. Intinya, revisi terbatas. Jadi, KPK tetap independen dan tidak dikebiri,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Gedung Sekretariat Negara.
Surpres diserahkan bersama daftar inventarisasi masalah (DIM) yang merupakan pandangan pemerintah terhadap pasal-pasal dalam RUU KPK yang diusulkan DPR. Menurut Pratikno, banyak usulan DPR yang tak sesuai pandangan atau pendapat pemerintah.
”Detailnya besok (Kamis) Presiden Jokowi akan jelaskan langsung secara rinci apa saja yang boleh diubah,” ujarnya. Rabu siang, Presiden Jokowi mengatakan akan melihat terlebih dahulu DIM RUU KPK. ”Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu sehingga independensi KPK terganggu,” katanya.
Seusai DPR menerima surpres, anggota Badan Legislasi DPR, Arsul Sani, menyampaikan, pemerintah mengambil sikap membatasi cakupan revisi untuk empat poin utama. Hal itu tertuang dalam DIM pemerintah. ”Dengan posisi pemerintah ingin batasi revisi, DIM menjadi lebih banyak. Karena itu, pembahasan akan perlu lebih banyak waktu,” kata Arsul.
Dinilai mundur
Revisi UU KPK dinilai membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia mundur. ”Upaya melemahkan KPK dan memengaruhi independensinya merupakan persoalan serius yang akan memberangus pemberantasan korupsi,” ujar Chair of Transparency International Delia Ferreira Rubio melalui pernyataan tertulis.
Pada saat yang sama dengan terbitnya surpres revisi UU KPK, proses seleksi calon pimpinan KPK berlangsung di Komisi III DPR. Sepuluh calon unsur pimpinan KPK yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan diwajibkan menandatangani kontrak politik dengan DPR seusai sesi wawancara.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan hari pertama, kemarin, lima calon unsur pimpinan yang diseleksi, yakni Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Sigit Danang Joyo, Nurul Ghufron, dan I Nyoman Wara, menyatakan setuju atas revisi UU KPK. Komitmen persetujuan mereka dikunci melalui kontrak politik dengan DPR. Kontrak politik itu disertai klausul sanksi. Jika calon terpilih melanggar kontrak politik ketika sudah menjabat, yang bersangkutan harus bersedia mengundurkan diri dari jabatan dan bersedia dituntut secara hukum. (NTA/IAN/AGE/EDN/LAS/HAR)