Tradisi hanya bisa bertahan ketika terus diolah menjadi sesuatu yang baru. Untuk itu, selera anak-anak muda penting untul diperhatikan dan dimengerti.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Di saat budaya pop lokal dan luar negeri banyak digemar masyarakat luas, apakah seni tradisional Indonesia masih menarik dan relevan untuk terus dipertahankan? Bagi banyak warga Indonesia yang masih lekat dengan akar budayanya, jawabannya adalah iya, tanpa ragu.
Namun, untuk terus bertahan, seni tradisional Indonesia perlu terus dikembangkan dan "dikawinkan" dengan unsur-unsur modern yang digemari oleh generasi muda.
Sebab, meskipun sebagian besar warga Indonesia bangga dan suka dengan budayanya, ada banyak yang sebenarnya kurang tahu mengenai karya seni khas daerah Indonesia, bahkan di kalangan profesional.
Bagi seniman tari seperti Siti Nungky Kusumastuti, tradisi hanya bisa bertahan ketika terus diolah menjadi sesuatu yang baru. Untuk itu, selera anak-anak muda penting untul diperhatikan dan dimengerti.
"Kita perlu memperhatikan perubahan zaman. Ada selera baru. Dalam mengikuti selera anak muda, sebenarnya kita juga secara perlahan mengajak mereka untuk memahami bahwa kesenian itu sedemikian beragam, dan karya seni lama bisa menjadi inspirasi untuk karya seni baru," tutur Nungky, saat jumpa pers tentang Jakarta International Folklore Festival 2019, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Menurutnya, saat ini, minat kaum muda terhadap seni budaya tradisional atau masa lalu cukup tinggi. Kesan tersebut ia rasakan terutama di kalangan anak muda di Yogyakarta yang katanya mulai bosan dengan karya-karya seni modern saat ini yang bisa dengan mudah diakses melalui internet
"Anak-anak muda di Yogyakarta misalnya sudah mulai menengok karya seni masa lalu. Karena mereka mulai bosan dengan yang baru-baru," kata Nungki.
Bagi Nungki, kejenuhan anak muda itu seharusnya dimanfaatkan untuk memperkenalkan atau mempromosikan seni tradisi Indonesia. Sekarang misalnya, ada banyak anak muda yang mulai memutar musik lama, baik asal Indonesia atau luar negeri.
"Ini kesempatan untuk memperkenalkan anak muda pada hal yang lama. Perlu cara menyampaikannya secara menarik, sehingga ketika anak muda ingin berkreasi, karya tradisi masa lalu tidak akan dilupakan," ucap Nungki.
Tradisi bertemu modernitas
Semangat mengawinkan tradisi dengan unsur modern salah satunya diterapkan oleh Kinanti Sekar Rahina, Pendiri Sanggar Seni Kinanti Sekar, sekolah kesenian di Yogyakarta. "Moto kami adalah bagaimana tradisi bertemu dengan dunia modern," ucapnya ketika ditemui di sela-sela acara pembukaan Jakarta International Folklore Festival 2019 di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Pada kesempatan tersebut, ia mempersembahkan grup tari didikannya bernama "Kinari Dance", yang terdiri dari 11 gadis muda berusia jenjang sekolah SMP hingga kuliah. Tarian yang dipertunjukkan itu merupakan karya ciptaan Sekar pada 2015 dan diberikan nama "Gedrug Krincing".
"Tarian itu terinspirasi dari hidup kerakyatan di Yogyakarta. Ada krincingnya dan kostumnya merupakan baju lurik asal Jawa," kata Sekar.
Supaya tarian itu tampak modern, kostum para penari dilengkapi dengan kacamata yang kekinian atau "zaman now". Gerakan para penari juga cenderung lebih ekspresif dan kuat dibanding tarian Jawa lain yang cenderung halus dan elegan.
Tarian itu juga didukung dengan musik gamelan yang dicampur dengan instrumen gitar dan orkestra. "Ada teriakan dan tepukan juga. Bentuk geraknya lebih komunikatif, karena kami ingin gerakan yang bisa diikuti oleh semua orang," tambah Sekar.
Baginya, seni tradisi Indonesia penting untuk dipertahankan, demi mengajar anak muda untuk saling menghargai dan tidak individualis. "Saat kita belajar kesenian, itu membuat kesosialisasian kita semakin peka. Kami ingin anak-anak bisa mencintai budayanya agar mereka bisa menghargai antar sesama," ujar Sekar.
Sependapat dengannya, Baptias Eko Rahayu, Dosen Musik dari Institut Kesenian Jakarta, menyampaikan, untuk menarik perhatian anak muda, seni tradisional perlu diadaptasi dengan unsur kekinian yang banyak digemar anak muda. "Musik harus lebih modern. Kostum juga bisa didesain supaya penari lebih nyaman dan bebas melakukan gerakannya," ujarnya.
Cerita khas daerah
Setelah menyaksikan sejumlah grup tari dan musik tradisional yang ditampilkan dalam acara Jakarta International Folklore Festival 2019, Baptias mengaku, merasa cukup terkesan karena ternyata masih ada karya seni Indonesia yang ia belum kenal.
Salah satu pertunjukkan seni yang mengunggah rasa penasarannya adalah pertunjukkan tari dan musik berjudul "Injak Lado" oleh grup Gardancestory asal Lampung. Pertunjukkan itu mengisahkan tentang memori kejayaan Lampung yang sumber kekayaanya dari tanah lada. Kenangan itu katanya masih dikenang generasi tua hingga sekarang.
"Ada ternyata yang buat karya dari cerita khas daerahnya. Saya belum pernah melihat karya dari Lampung seperti ini. Cukup mengunggah rasa ingin tahu kita \'oh ternyata Lampung seperti ini\'," ucap Baptias.
Jakarta International Folklore Festival 2019 digelar mulai 13-15 September 2019 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Acara itu gratis dan terbuka untuk publik. Ada dua sesi pertunjukkan yaknk pada pukul 16.00-18.00 dan 19.00-23.00. Acara tersebut menampilkan 28 grup tari dan musik asal Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Ukraina, dan Vietnam.