Indonesia Paparkan Perkembangan HAM Pada Komunitas Internasional
›
Indonesia Paparkan...
Iklan
Indonesia Paparkan Perkembangan HAM Pada Komunitas Internasional
Indonesia berjuang meyakinkan dunia terkait komitmennya pada hak asasi manusia. Langkah ini dilakukan setelah munculnya sorotan pada kekerasan yang dipicu ujaran bernada diskriminatif.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia memaparkan perkembangan dan komitmen implementasi hak asasi manusia sebagai calon anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa 2020-2022. Meskipun menghadapi berbagai dinamika, Indonesia yakin dapat berkontribusi terhadap HAM di ranah global sebab memiliki pengalaman demokrasi dalam lingkup pluralisme.
Pemaparan itu disampaikan Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib dalam acara debat publik negara calon anggota Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Rabu (11/9/2019). Adapun kegiatan ini diselenggarakan oleh Amnesty International (AI) dan International Service for Human Rights (ISHR).
Pada kesempatan itu, hadir 11 perwakilan negara calon dari 16 negara yang mencalonkan diri sebagai anggota DHAM PBB periode 2020–2022. Pemilihan anggota DHAM akan berlangsung di Sidang Majelis Umum PBB di New York pada tanggal 16 Oktober 2019. “Sejak 1998, dan berbarengan dengan agenda reformasi, Indonesia telah menerapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM periode 5 tahunan. Saat ini, Indonesia juga tengah menyusun RAN HAM generasi kelima periode 2020–2024,” kata Hasan.
Hasan menuturkan, Indonesia juga mendorong pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat regional. Salah satunya adalah dengan melalui kebijakan inovatif pembentukan berbagai kota ramah HAM di Indonesia.
Di tingkat kawasan, Indonesia merupakan mitra pemajuan HAM dalam berbagai organisasi, seperti ASEAN dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Indonesia turut berkontribusi dalam dialog HAM secara bilateral dengan berbagai pihak, misalnya Norwegia, Federasi Rusia, Iran dan Uni Eropa.
Hasan melanjutkan, sebagai kandidat anggota Dewan HAM, Indonesia akan terus menerapkan pendekatan inklusif dalam mengimplementasi HAM. Komitmen ini sesuai dengan konstitusi Indonesia yang mengatur hak dan kebebasan dengan pembatasan berdasarkan asas kepentingan umum, ketertiban publik, serta penghormatan hak orang lain.
Indonesia merupakan negara pertama yang menjadi anggota Dewan HAM pada 2006. Indonesia berupaya menyinergikan penerapan HAM sesuai dengan mekanisme HAM PBB dengan menerima kunjungan para Pelapor Khusus HAM. Masih sedikit negara yang mengundang Komisaris Tinggi HAM.
Hasan menyampaikan, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan dalam implementasi HAM sebab beragamnya etnis, budaya, dan agama yang dimiliki. Namun, Indonesia berupaya mengatasi tantangan tersebut, termasuk dengan bekerja sama dengan negara dan institusi global lainnya.
Ia melanjutkan, Indonesia sangat yakin, berdasarkan pengalaman berdemokrasi dan pluralisme, akan dapat berkontribusi dan berperan aktif di Dewan HAM. “Menjadi anggota Dewan HAM bukan hanya keistimewaan, namun juga tanggung jawab kepada konstituen nasional maupun kepada negara-negara yang telah mendukung,” ucap Hasan.
Adapun Hasan juga memaparkan perkembangan HAM di Indonesia tersebut dalam acara debat publik negara calon anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa 2020-2022 pada 6 September 2019 di New York, Amerika Serikat.
Pertanyaan HAM
Dalam acara debat tersebut, pertanyaan umum yang dilontarkan adalah bagaimana mengatasi “celah” yang ada jika Indonesia terpilih sebagai anggota DHAM PBB di Jenewa. Hal ini karena Indonesia juga merupakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 di New York.
Hasan menjawab, Indonesia menawarkan solusi mekanisme konsultasi yang lebih efektif antara kedua Dewan PBB. Masing-masing dewan disarankan untuk saling melengkapi dan memperkuat pengarahan yang bersifat reguler, terutama dalam membahas sejumlah agenda tematis.
Masalah lain yang menjadi sorotan adalah mengenai jaminan kebebasan berpendapat dan berkumpul serta aspirasi referendum di Papua.
Menurut Hasan, kedua hal tersebut dijamin oleh Konstitusi Indonesia. Namun, kebebasan berpendapat dan berkumpul perlu memerhatikan keseimbangan dengan pelindungan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Kejadian ucapan rasis yang mendorong demonstrasi anarkis telah diatasi oleh aparat keamanan tanpa menggunakan kekerasan.
Terkait isu aspirasi referendum, tuturnya, referendum telah dilaksanakan pada 1969. Hasil referendum telah disampaikan melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504/1969 yang bersifat final. Sesuai hukum internasional, referendum itu telah sah dilaksanakan sehingga tidak mungkin diulangi.
Sebelumnya, Dewan HAM PBB mendorong Indonesia berdialog dengan rakyat Papua dan Papua Barat. Dewan juga meminta Indonesia membuka kembali akses internet di dua provinsi itu, serta menahan diri dari penggunaan kekuatan pengamanan berlebihan.
Desakan itu disampaikan Komisioner Dewan HAM PBB Michelle Bachelet dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (4/9/2019). Bachelet sangat terganggu atas meningkatnya eskalasi kekerasan di Papua dan Papua Barat dalam dua minggu terakhir terlebih telah jatuh korban jiwa dari para pengunjuk rasa dan kepolisian. "Tidak boleh ada tempat bagi kekerasan di Indonesia yang demokratis dan beragam,” kata Bachelet seperti dikutip kompas.id, Jumat 13 September 2019.