Polri terus menyelidiki pihak-pihak yang memprovokasi warga Papua hingga terjadi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu. Pasukan tambahan TNI-Polri akan tetap dipertahankan hingga Desember mendatang.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI terus menyelidiki pihak-pihak yang memprovokasi warga Papua hingga terjadinya unjuk rasa anarkistis di sejumlah lokasi di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu. Meskipun situasi keamanan berangsur membaik, pasukan tambahan Tentara Nasional Indonesia dan Polri masih akan bertahan di Bumi Cendrawasih sampai Desember mendatang.
Rabu (11/9/2019), Kepolisian Daerah Papua menangkap SI, salah satu pemimpin organisasi kemasyarakatan di Mimika. Ia diduga memobilisasi massa dari Mimika untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa di Jayapura pada 29 Agustus lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, peran utama SI dalam peristiwa kerusuhan di Jayapura masih didalami tim penyidik. Menurut dia, SI diduga memiliki koneksi dengan tokoh separatis Papua yang berada di luar negeri, yaitu Benny Wenda.
”Penegakan hukum ditujukan dalam rangka menjamin kedamaian dan keamanan di sejumlah kota di Papua dan Papua Barat,” kata Dedi, Kamis (12/9/2019), di Jakarta.
Secara umum, kata Dedi, kondisi di Papua dan Papua Barat semakin kondusif. Kegiatan ekonomi, politik, dan sosial telah berjalan seperti sedia kala.
Meski begitu, Polri terus mengintensifkan langkah-langkah pencegahan untuk mengantisipasi potensi aksi massa anarkistis. Atas dasar itu, pasukan tambahan TNI-Polri yang berjumlah sekitar 6.500 personel masih akan berada di Papua dan Papua Barat.
”Belum ada rencana penarikan pasukan. Hal itu disebabkan kami masih melihat adanya ancaman gangguan keamanan hingga bulan Desember,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk menjaga situasi keamanan kondusif. Langkah-langkah persuasif diutamakan oleh aparat keamanan untuk meredam potensi gejolak dari sebagian masyarakat.
”Kami masih mendapatkan adanya provokasi yang bertujuan menghasut masyarakat untuk melakukan unjuk rasa susulan. Kami selalu memonitor kondisi terbaru di Papua dan telah mengetahui siapa saja para pelaku di balik provokasi itu,” kata Wiranto.
Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya mengatakan, konflik di Papua harus diakhiri melalui pembicaraan dari hati ke hati. Sebagai bagian Indonesia, tambahnya, semua warga negara dari berbagai latar belakang suku, ras, dan agama harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
”Kini waktunya kita menepis perbedaan. Diperlukan kedewasaan untuk mengendalikan sikap kita masing-masing dan berperilaku sesuai dengan kata hati agar memunculkan kasih kepada sesama anak bangsa,” tutur Lenis.
Kini waktunya kita menepis perbedaan. Diperlukan kedewasaan untuk mengendalikan sikap kita masing-masing dan berperilaku sesuai dengan kata hati agar memunculkan kasih kepada sesama anak bangsa.
Pembangunan
Di era Presiden Joko Widodo, kata Lenis, selain membangun fisik Papua, salah satunya jalan Trans-Papua, pemerintah juga terus berupaya membangun sumber daya manusia Papua. Program pembangunan sumber daya manusia itu dilakukan dengan memberikan beasiswa pendidikan kepada ribuan anak Papua.
”Target kami dalam 5-10 tahun mendatang, kualitas manusia Papua siap dipakai pemerintah pusat sehingga Papua tidak lagi ketinggalan dari daerah lain,” ucapnya.