China dan Malaysia telah menyepakati untuk menetapkan mekanisme dialog dalam menyelesaikan persoalan Laut China Selatan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT — China dan Malaysia telah menyepakati untuk menetapkan mekanisme dialog dalam menyelesaikan persoalan Laut China Selatan. Kesepakatan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Saifudin Abdullah dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Beijing, China, Kamis (12/9/2019).
Malaysia sebelumnya selalu bersikap kritis terhadap China dalam soal Laut China Selatan. Namun, akhir-akhir ini mereka tidak banyak berbicara soal isu tersebut setelah China menggelontorkan dana miliaran dollar AS untuk pembangunan infrastruktur untuk proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) di sejumlah negara, termasuk Malaysia.
Secara rutin Malaysia melacak kapal China dan patroli laut China memasuki perairan Malaysia. Akan tetapi, menurut Menteri Pertahanan Malaysia Mohamad Sabu, China menghormati Malaysia dan ”tidak melakukan tindakan apa pun yang bermasalah sejauh ini.”
Pengerahan kapal angkatan laut China ke Laut China Selatan baru-baru ini telah meningkatkan tensi hubungan China dengan Vietnam dan Filipina. Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan merupakan negara yang mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan. Perairan ini menjadi jalur transportasi strategis. Barang yang dikapalkan melalui teritori ini senilai 3,4 triliun dollar AS dalam setahun.
Dalam jumpa pers dengan Saifudin, Wang Yi mengatakan, tahun ini tensi soal Laut China Selatan telah menurun. Ia menambahkan, negara-negara pesisir dan China berkomitmen untuk terus mencari cara yang tepat dalam menyelesaikan persoalan Laut China Selatan dan bersama-sama menjaga keamanan stabilitas di sana.
”Kedua negara telah setuju untuk menetapkan mekanisme konsultasi bilateral dalam persoalan maritim, sebuah platform baru dialog dan kerja sama kedua belah pihak,” ujar Wang.
Sementara Abdullah—yang menyebut Wang sebagai ”saudaraku”—menuturkan, mekanisme tersebut akan dipimpin oleh kementerian luar negeri kedua negara. ”Para pejabat kami akan membahas detailnya, tetapi saya pikir ini merupakan satu hasil penting dari pertemuan hari ini dan hubungan diplomasi selama 45 tahun,” kata Abdullah.
China merupakan negara mitra dagang terbesar bagi Malaysia. Kedua negara juga memiliki ikatan kultural yang erat. Setelah setahun tertunda, pada Juli 2019, China dan Malaysia melanjutkan proyek konstruksi kereta api di utara Malaysia yang menjadi bagian dari program BRI China.
Manila-Beijing
Selain dengan Kuala Lumpur, Beijing juga mencoba merapat dengan Manila. Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan, China telah menawari Manila untuk menjalankan kerja sama energi di Laut China Selatan jika Manila mengesampingkan hasil arbitrase internasional yang merugikan Beijing.
Duterte mengatakan, Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada dirinya dalam pertemuan baru-baru ini bahwa jika dirinya mengabaikan putusan Pengadilan Tetap Arbitrase tahun 2016, China setuju menjadi mitra yunior dalam kerja sama pengembangan cadangan gas di Reed Bank yang berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Manila.
”Abaikan putusan arbitrase,” ujar Duterte menirukan perkataan Xi kepada jurnalis, Selasa (10/9/2019). ”Kesampingkan klaim Anda,” ujar Duterte mengutip Xi. ”Lalu, persilakan semua pihak berhubungan dengan perusahaan China. Mereka ingin eksplorasi. Jika ditemukan sesuatu, kita akan bermurah hati memberikan 60 persen bagian, hanya 40 persen yang mereka miliki. Itu janji Xi Jinping.”
Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 12 Juli 2016 menyatakan, China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di LCS. Keberatan atas klaim itu diajukan Filipina. Pengadilan di Den Haag tersebut mengklarifikasi batas-batas laut dan hak kedaulatan Filipina serta membatalkan klaim China. Namun, China menolak pengadilan tersebut.
Duterte berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan Xi dan menghindari pertentangan dengan China terkait aktivitas China di Laut China Selatan dengan harapan mendapatkan investasi miliaran dollar AS dari China.
Sikap Duterte, yang kemungkinan besar menerima tawaran China, itu dikecam oleh Wakil Presiden Filipina Leni Robredo. Menurut Leni, yang juga pemimpin oposisi, Duterte telah bersikap ”sangat tidak bertanggung jawab”.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying tidak memberikan pernyataan detail atas proposal kerja sama yang disebut Duterte tersebut. Namun, menurut dia, Xi menyadari bahwa kerja sama tersebut akan memberikan kemajuan yang besar dalam eksplorasi sumber daya laut.
Hua juga menambahkan bahwa Duterte telah menunjukkan kesediaan untuk mempercepat kerja sama eksplorasi minyak dan gas lepas pantai antara China dan Filipina. (REUTERS)