Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM meningkatkan pengawasan terhadap penjualan batubara. Hal itu dilakukan melalui sistem aplikasi Modul Verifikasi Penjualan atau MVP.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meningkatkan pengawasan terhadap penjualan batubara. Hal itu dilakukan melalui sistem aplikasi Modul Verifikasi Penjualan atau MVP.
Sistem aplikasi MVP ini diluncurkan di Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/9/2019), oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono. Sistem ini diproyeksikan dapat memberikan data lebih akurat, yang dapat memperbaiki sistem pertambangan Indonesia.
Pengawasan meliputi setiap transaksi serah terima batubara melalui verifikasi secara dalam jaringan (online). Hal tersebut mencakup asal batubara, kualitas, kuantitas, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta tujuan penjualan.
“Dengan sistem aplikasi ini, pengawasan penjualan batubara dapat ditingkatkan dengan lebih mudah, akurat, cepat, dan transparan," kata Bambang.
Ia pun meminta pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Angkut/Jual (IUP OPK A/J) mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam aplikasi ini. "Silakan kewajiban dipenuhi dengan memberikan pelaporan dan registrasi. Jika persyaratan tak dipenuhi, meski berproduksi, perusahaan tak bisa bertransaksi,” ujarnya.
Sistem aplikasi MVP ini dijadwalkan efektif berlaku pada 1 November 2019. Dengan demikian, sejak peluncuran ini, para pemegang IUP memiliki waktu untuk beradaptasi.
Latar belakang pengembangan aplikasi ini antara lain belum semua perusahaan dengan tertib terdaftar dalam aplikasi Minerba Online Monitoring System (MOMS). Aplikasi ini memuat data penjualan (kualitas, kuantitas, dan harga).
Belum semua perusahaan juga melaporkan data produksi dan penjualannya secara rutin ke dalam MOMS. Dalam MOMS, perusahaan juga harus menginput data Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB).
Sistem aplikasi MVP terintegrasi dengan aplikasi MOMS, juga aplikasi yang lain, yakni Minerba One Data Indonesia (MODI), yang memuat data statistik wilayah pertambangan. Selain itu, terhubung pula dengan aplikasi PNBP elektronik (e-PNBP), yang berisi tentang perhitungan dan penyetoran PNBP minerba.
Hasil verifikasi dalam MVP akan diterbitkan laporan hasil verifikasi (LHV), yang dikeluarkan oleh badan usaha surveyor mengacu pada data-data penjualan yang disampaikan oleh pemegang IUP.
“Bagi perusahaan yang tak terdaftar di MOMS dan tidak mempunyai RKAB, tidak dapat melakukan penjualan atau transaksi. Oleh karenanya, hal ini perlu diperhatikan,” ujar Bambang.
PNBP optimal
Bambang menyinggung, lewat sistem aplikasi MVP, juga dapat dicapai optimalisasi PNBP. Pasalnya, banyak terjadi penunggakan PNBP. Dari catatan Ditjen Minerba, dari tahun 2011 sampai tahun ini, terdapat tunggakan PNBP sekitar Rp 5 triliun.
Hal itu karena banyak perusahaan yang kurang bayar maupun juga dari denda keterlambatan pembayaran. “Lewat aplikasi ini, perusahaan wajib membayar PNBP dulu dengan melampirkan bukti setor kalau ingin LHV terbit,” katanya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Mineral dan Batubara Muhamad Hendrasto menambahkan, syahbandar tidak mengeluarkan surat izin berlayar bagi tongkang yang tidak mempunyai LHV.
President Director of PT COGS Didik Fotunadi mengatakan, sistem aplikasi MVP akan memudahkan badan usaha surveyor untuk mengeluarkan LHV. PT COGS merupakan salah satu badan usaha surveyor yang berwenang mengeluarkan LHV.
“Dengan sistem daring, dokumen yang dibutuhkan jelas, termasuk dokumen asal barang. Tidak ada wilayah yang abu-abu, di sini menjadi jelas hitam-putih. Perusahaan tidak bisa menekan asal klaim legal sudah lengkap. Kami tinggal cek, misalnya tak ada RKAB dan bukti setor PNBP, ya, LHV tak bisa terbit,” kata Didik.