Penelitian mendalam terhadap temuan kapal kuno di Desa Lambur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, bisa menjadi pintu masuk untuk menguak peradaban maritim pada masa lalu.
JAMBI, KOMPAS Temuan kapal, permukiman, dan keramik kuno di pesisir timur Jambi menjadi petunjuk awal mengungkap hubungan maritim Sumatera dan dunia luar. Pemerintah didorong lebih serius meneliti temuan itu untuk menyibak peradaban maritim Nusantara.
Arkeolog senior Junus Satrio Atmodjo mengatakan, semangat Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur membiayai penelitian tentang kapal kuno di wilayahnya, yakni di Desa Lambur, patut diapresiasi. Sejak tahun 1990-an, cukup banyak temuan perahu dan kayu-kayu nibung. Seluruh temuan itu mengindikasikan berdirinya permukiman kuno pantai timur Jambi di masa lalu.
”Bagus sekali kalau pemda mau lakukan itu. Harapannya, penelitian dapat mengungkap kondisi permukiman kawasan rawa di masa lalu,” katanya, Kamis (12/9/2019). Penelitian arkeologis selama ini lebih banyak terfokus pada kawasan percandian Muaro Jambi yang terletak jauh di daratan. Adapun penelitian dan pelestarian peradaban maritim masih terlewatkan.
Junus menilai, penelitian tentang peradaban maritim memiliki tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu, jauh sebelum penelitian dilakukan, perlu studi, diskusi, dan perencanaan mendalam. Setiap penelitian harus melibatkan arkeolog yang berpengalaman dengan penelitian dan pelestarian situs maritim.
Ekskavasi kapal kuno Lambur yang telah berjalan sejak awal Agustus lalu merupakan yang kedua kali. Ekskavasi pertama berlangsung pada 1997.
Lapuk
Ketua tim ekskavasi, Agus Widiatmoko, dalam laporannya menyebutkan, hasil penggalian menunjukkan susunan papan menggunakan pasak-pasak kayu yang ditancapkan pada lubang-lubang yang terdapat di kedua sisi papan. Untuk merapatkan dan memperkuat susunan pada permukaan luas digunakan tali ijuk.
Kondisi lapuk telah disebutkan pula dalam laporannya. Susunan papan terlihat menyatu dan utuh, tetapi pasak-pasaknya banyak yang lapuk. Sisa-sisa tali ijuk juga banyak yang putus dan hancur. Kemungkinan karena terpendam tanah dengan air yang kandungan asamnya tinggi.
Ketua Tim Ekskavasi Kapal Kuno Lambur Ali Akbar sepakat, ekskavasi artefak maritim memerlukan kehati-hatian. Ia pun membenarkan soal tim penggali yang menginjak-injak bagian kapal. Walakin, hal itu dilakukan seminimal mungkin.
Ia menambahkan, pada ekskavasi kapal-kapal kuno terdahulu, menginjak artefak juga lazim ditemui, termasuk dalam ekskavasi kapal di Punjulharjo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Namun, hal itu cepat dievaluasi sehingga tidak berulang pada tahapan berikutnya.
Permukiman
Menurut Junus, menginjak-injak artefak yang telah berusia ratusan tahun akan mempercepat kerusakan. Apalagi, artefak itu sudah dalam kondisi terbuka, yang berarti membawanya keluar dari titik keseimbangan. Ancaman pelapukan akan lebih cepat.
Penelitian kapal kuno Lambur, menurut Ali, menjadi jalan mengungkap banyak temuan lain dalam konteks yang lebih besar, yakni peradaban maritim. Selama berlangsungnya penelitian, banyak warga berdatangan menyerahkan temuan-temuan arkeologis dari sekitar rumah mereka. Beberapa di antaranya perahu, gerabah, keramik, dan kayu nibung. Temuan-temuan ini merupakan sisa permukiman di masa lalu.
”Ada indikasi bahwa sudah ada permukiman di sana. Namun, jenis apa dan skalanya sebesar apa masih perlu diteliti mendalam,” katanya. Karena itu, ia mendorong dilakukannya riset bersama yang memungkinkan rekonstruksi wilayah itu di masa lalu. (ITA)