Anak Balita Tewas Setelah Mengonsumsi Makanan Tambahan
›
Anak Balita Tewas Setelah...
Iklan
Anak Balita Tewas Setelah Mengonsumsi Makanan Tambahan
Makanan tambahan yang diharapkan menyehatkan anak justru berujung tragis. Seorang anak balita meninggal setelah mengonsumsi makanan tambahan dari kakaknya.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pemberian makanan tambahan anak sekolah di Jakarta Utara memakan korban jiwa. Salah satu anak balita diduga tewas karena mengonsumsi makanan tambahan yang diberikan pihak komite sekolah SDN Tugu Utara 19, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Anak balita yang tewas setelah mengonsumsi makanan tambahan itu bernama Lutfi Zakhi Haidan (3,5). ”Makanan tambahan itu dimakan kedua anak saya. Selesai makan, yang muntah-muntah duluan itu adiknya. Kalau kakaknya baru muntah saat pulang dari pengajian (sore hari),” kata Wahyu Irawan (31), orangtua korban, Jumat (13/9/2019), di rumah duka, di Tugu Utara.
Menurut Wahyu, makanan tambahan itu diduga dari nasi goreng yang dibawa anak pertamanya bernama Zaki Al-Alif Ayubi (8), Rabu (11/9/2019). Ayubi yang duduk di bangku kelas dua SDN Tugu Utara 19 menjalani perawatan di rumah sakit.
Wahyu menambahkan, akibat kondisi kesehatan kedua anaknya terus menurun, mereka dilarikan ke puskesmas terdekat. Namun, setelah mendapat perawatan di puskesmas, kondisi kedua anaknya tak kunjung membaik sehingga dibawa ke Rumah Sakit Tugu Koja.
”Di sana anak pertama saya dirawat inap. Sementara yang bungsu diperbolehkan pulang karena setelah diberi obat, kondisi kesehatannya membaik,” katanya.
Setelah tiba di rumah, sekitar Kamis (12/9/2019) dini hari, anak bungsunya kembali mengeluhkan sakit perut, mual, dan buang air besar. Wahyu kemudian kembali membawa anaknya itu ke Rumah Sakit Tugu Koja. ”Dari sana, pihak dokter meminta dirujuk ke RSUD Koja. Namun, pada Kamis malam, nyawa Lutfi tak tertolong dan meninggal,” ucapnya.
Wahyu menambahkan, siswa yang diduga keracunan setelah mengonsumi makanan dari program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) diduga tidak hanya dialami anak-anaknya. Sebab, saat di rumah sakit, dia bertemu dengan salah satu orangtua siswa SDN Tugu Utara 19 yang anaknya juga dirawat di rumah sakit. ”Dari situ, istri saya langsung tanya ke orangtua wali murid lain lewat Whatsaap. Ternyata, ada beberapa orangtua yang anaknya juga mual-mual,” katanya.
Dugaan keracunan makanan, kata Wahyu, meskipun tidak dijelaskan dokter secara spesifik, di situ disebutkan bahwa ada beberapa gejala diderita anaknya. ”Hasil diagnosis dokter itu ada tiga gangguan yang dialami anak saya, yaitu infeksi paru-paru, kadar garam dalam tubuh tinggi, dan infeksi saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini yang jadi pertanyaan karena anak saya tidak punya riwayat itu,” katanya.
Keluarga korban memastikan tidak memperpanjang masalah itu. Hal itu karena sudah ada dialog dengan pihak sekolah dan orangtua untuk menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan.
Sudah diperingatkan
Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara Momon Sulaeman saat dikonfirmasi membantah bahwa ada banyak siswa yang diduga keracunan makanan. Sebab, makanan PMTAS yang dibagikan sudah melewati tahap pemeriksaan dari puskesmas.
”Gurunya juga sudah mengingatkan agar makanan yang disajikan dihabiskan di sekolah karena nasi goreng itu bertahan paling lama empat jam. Namun, makanan itu dibawa pulang dan dimakan adiknya yang punya riwayat sakit jantung dan infeksi paru-paru,” katanya.
Menu nasi goreng itu merupakan satu dari 36 jenis menu program PMTAS yang rutin dibagikan komite sekolah dari kelas satu sampai kelas enam dan dilakukan setiap hari dari Senin-Jumat. Makanan itu juga hanya disajikan pada pagi hari.
Patar M Silitonga, salah satu guru SDN Tugu Utara 19, mengatakan, kebersihan dan kesehatan makanan PMTAS merupakan tangung jawab pihak komite sekolah. Hal yang bisa dilakukan sekolah hanya mengingatkan siswanya agar makanan itu dihabiskan di sekolah. ”Namun, pihak sekolah juga tidak bisa melarang siswa yang mau membawa makanan itu ke rumah,” katanya.