Menyepelekan Jembatan Timbang

KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI

Petugas Jembatan Timbang di Jalan Pantai Utara Desa Temperak, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, memeriksa muatan truk barang, Minggu (4/5/2014). Pemeriksaan yang ketat itu menyebabkan jumlah truk yang ditilang akibat kelebihan muatan membengkak dari rata-rata 250 truk per hari menjadi 500 truk per hari.

Jembatan timbang berfungsi untuk mengukur berat barang yang diangkut setiap kendaraan agar tidak melebihi batas kapasitas jalan raya yang dilalui. Tujuannya untuk mencegah kerusakan jalan yang lebih cepat dari masa berlakunya. Semakin cepat rusak sebuah ruas jalan, implikasi pun sangat banyak. Mobilitas manusia dan barang terganggu. Biaya pun membengkak.

Data Kementerian Perhubungan menyebutkan potensi kerugian negara saat ini akibat kelebihan muatan angkutan barang secara nasional mencapai Rp 10 triliun per tahun. Bahkan, pada tahun anggaran 2017, misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menganggarkan dana Rp 22,7 triliun untuk perawatan 47.000 kilometer jalan nasional. Jumlah ini merupakan 55 persen dari total anggaran Direktorat Jenderal Bina Marga sebesar Rp 41,3 triliun.

Pengalokasian dana yang besar saja tidak cukup untuk mencegah kerusakan jalan. Hal ini harus diikuti dengan pengendalian dan penindakan terhadap kendaraan atau pemilik kendaraan yang mengangkut berat barang melebihi kapasitas jalan. Di sinilah peran jembatan timbang dibutuhkan untuk mengontrol tonase angkutan barang.

Pada 52 tahun silam, Indonesia telah mengoperasikan jembatan timbang di Cibubur, Pasar Rebo, Jakarta. Jembatan timbang ini merupakan yang terbesar dan termodern di Indonesia. Semua alat dan konstruksinya diimpor dari Belanda. Setelah itu, jembatan timbang ditempatkan di sejumlah lokasi.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan jembatan timbang disepelekan. Ada daerah menjadikan jembatan timbang sebagai tempat mencari pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Di Jawa Timur, pemerintah provinsi setempat tahun 2017 menaikkan denda kelebihan tonase dari Rp 20.000 per ton menjadi Rp 60.000 per ton.

Cara seperti ini tentu saja tak efektif. Mestinya jangan ada transaksi di jembatan timbang. Jika ditemukan kelebihan muatan, barang itu wajib diturunkan kemudian dilelang untuk negara. Petugas pun harus memiliki integritas tinggi. Hanya dengan langkah ini peran jembatan timbang bisa optimal.

(JAN)