Transformasi Digital Tiga Sektor di Indonesia Berjalan Cepat
›
Transformasi Digital Tiga...
Iklan
Transformasi Digital Tiga Sektor di Indonesia Berjalan Cepat
Konsultan global untuk intelijen pasar teknologi International Data Corporation menyebut perdagangan, transportasi, dan keuangan di Indonesia sebagai sektor yang mengalami transformasi digital cepat.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsultan global untuk intelijen pasar teknologi International Data Corporation menyebut perdagangan, transportasi, dan keuangan di Indonesia sebagai sektor yang mengalami transformasi digital cepat. Ketiga sektor itu dinilai berhasil mendistribusikan layanan berkualitas dan efisien.
Managing Director International Data Corporation (IDC) ASEAN, Sudev Bangah, saat membuka acara Penghargaan Transformasi Digital Ke-3 di Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam, memberikan ilustrasi di sektor perdagangan. Berkisar 5-8 tahun lalu, perdagangan secara elektronik atau e-dagang baru mulai berkembang. Bentuk pelayanannya masih searah, stok barang di laman sering tak mengalami pembaruan.
Akan tetapi, kondisinya sekarang sudah jauh berkembang. Pemain e-dagang sudah jamak ditemui. Pelayanannya juga dua arah, seamless, dan pembaruan stok barang berlangsung dengan cepat.
Di sektor transportasi, aplikasi informasi atau pemesanan angkutan umum makin mudah diakses dan aman. Sistem Ketersediaan angkutannya akurat. Situasi serupa juga terjadi di sektor industri keuangan. Mayoritas pelaku industri selalu menawarkan pilihan bertransaksi keuangan secara elektronik.
Head of Operations IDC Indonesia Mevira Munindra memandang, sejumlah perusahaan skala besar di Indonesia sedang mengembangkan budaya digital, tenaga kerja tangkas, pengalaman yang dipersonalisasi, dan model operasi yang cerdas.
Mereka tidak gegabah memutuskan untuk bertransformasi digital. Mereka melihat terlebih dulu tingkat kesiapan seluruh manajemen dan tim, baru memutuskan investasi perangkat teknologi.
Direktur Teknologi Informasi dan Operasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Indra Utoyo mengklaim porsi volume transaksi perbankan secara elektronik sekarang sudah lebih besar dibandingkan dengan transaksi melalui kantor cabang. Hal itu dipengaruhi oleh transformasi digital yang sedang dijalankan perusahaan.
Transformasi yang dijalankan, kata Indra, menyasar ke proses dan model bisnis. Salah satu hasil yang tampak adalah pemrosesan pengajuan kredit yang tidak lagi membutuhkan waktu berbulan-bulan, melainkan menjadi hitungan jam.
BRI mengadopsi beberapa teknologi digital, seperti data berukuran besar untuk memudahkan penilaian calon debitor. Contoh lainnya, BRI telah menerapkan konsep protokol internet terbuka (open internet protocol/IP) dengan lebih 75 institusi.
Sejak Agustus 2018 sampai sekarang, nilai transaksi yang berhasil lewat ke sistem BRI karena adanya protokol internet terbuka mencapai Rp 3 triliun.
Agar lebih adaptif terhadap tren kebutuhan konsumen pada era digital, BRI mengembangkan aplikasi peminjaman bernama Ceria. Cara kerja aplikasi ini menyerupai kartu kredit. BRI mengusung Ceria sebagai layanan pinjaman pay letter dengan nilai mulai dari Rp 50.000 sampai maksimal Rp 20 juta.
Aset pekerja
Co-Founder dan Chief Technology Officer Kredivo Tan Ali mengemukakan pentingnya memperlakukan data dan pekerja sebagai aset. Pengelolaan data yang tepat memudahkan inovasi. Setiap inovasi produk yang akan dikembangkan memperhitungkan kebutuhan pekerja.
Menurut dia, perekrutan karyawan tidak dilakukan secara cepat dan berjumlah banyak. Cara seperti ini tidak bagus bagi tata kelola secara keseluruhan.
”Rekrut baru disertai pemangkasan jumlah karyawan secara cepat berpotensi mengganggu psikologi seluruh tim,” ujarnya.
Kredivo selama ini dikenal sebagai penyedia pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk konsumsi. Pada akhir tahun, Kredivo berencana meluncurkan kredit untuk pendidikan dan usaha kecil menengah.
Supply Chain Director Coca-Cola Amatil Indonesia dan Papua Niugini Gigy Philip menyebutkan, fondasi keberhasilan transformasi digital terletak pada sumber daya manusia. Berdasarkan pengalaman Coca-Cola Amatil, perusahaan membangun akademi untuk melatih karyawan dari semua divisi. Tujuan akademi ini adalah agar mereka selalu siap kompetensi menghadapi perubahan karena teknologi digital.
”Kami mulai bertransformasi sejak lima tahun lalu. Kami mentransformasikan proses bisnis dan turut mengadopsi teknologi digital, seperti penyimpanan berbasis sistem komputasi data. Tim divisi teknologi informasi dan bisnis pun berjalan bersama,” ungkapnya.