Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019 menjadi kesempatan terakhir bagi lifter Deni dan Triyatno untuk tetap bertahan di pelatnas. Jika hasilnya jelek, mereka bisa dicoret dari pelatnas angkat besi 2020.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Deni dan Triyatno mendapatkan ultimatum untuk memperbaiki peringkat pada Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019. Apabila hasil dalam kejuaraan ini jelek, peluang mereka tampil di Olimpaide Tokyo 2020 semakin tipis. Selain itu, mereka juga bisa dicoret dari pelatnas 2020.
Kejuaraan Dunia akan bergulir di Pattaya, Thailand, 18 – 28 September 2019. Tim Indonesia akan mengirimkan delapan atlet dari tujuh nomor lomba. Tim putra terdiri dari Surahmat (55 kg), Eko Yuli Irawan (61 kg), Deni (67 kg), Triyatno dan Rahmat Erwin Abdullah (73 kg). Lifter-lifter putri yaitu Lisa Setiawati (45 kg), Windy Cantika Aisah (49 kg), Nurul Akmal (+87 kg).
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABBSI) Djoko Pramono mengatakan, Deni dan Triyatno termasuk lifter yang diandalkan lolos Olimpiade 2020. Kedua lifter ini kemudian menjadi sorotan karena peringkat mereka masih jauh dari delapan besar dunia sebagai syarat lolos Olimpiade. Saat ini, Deni menempati peringkat ke-19. Sementara Triyatno menempati posisi ke-30.
Djoko mengatakan, semangat kedua atlet tersebut menurun karena faktor internal, seperti keluarga dan kebosanan. Hal itu berdampak pada penampilan di kejuaraan. “Mereka tidak bisa menguasai diri sendiri. Berbeda dengan Eko, punya disiplin pribadi,” ujarnya di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Oleh karena itu, menurut Djoko, tidak ada alasan mempertahankan dua lifter senior itu pada pelatnas 2020 apabila mereka tidak mampu menunjukkan peningkatan prestasi. “Kalau tidak lolos Olimpiade, yang senior selesai. Mereka tidak akan mengejar untuk Olimpiade 2024, atau Asian Games 2022,” ujarnya.
Djoko menjelaskan, buruknya penampilan lifter senior terlihat dari Kejuaraan Nasional PABBSI 2019, yang bergulir di Bandung, Jabar, 20–24 Agustus 2019. Dalam ajang yang termasuk dalam kualifikasi SEA Games 2019 itu, Triyatno kalah dari yuniornya, Rahmat Erwin Abdullah.
Kekalahan ini menjadi pukulan keras karena selama ini Triyatno adalah lifter terkuat di kelas 73. Triyatno juga lebih berpengalaman dengan dua medali Olimpiade. Secara usia, Triyatno berada di atas Rahmat. Saat ini, Triyatno berusia 31 tahun. Sementara Rahmat masih 19 tahun. Kekalahan itu, membuat Triyatno gagal menembus SEA Games 2019. Lifter asal Kalimantan Timur itu harus membuktikan keseriusannya dengan tampil lebih baik di Kejuaraan Dunia 2019.
Di Pattaya, Thailand, Triyatno dituntut bisa melakukan angkatan mendekati rekor pribadi 325 kg (snatch 145 kg, clean and jerk 180 kg). Triyatno juga harus memperbaiki peringkat dunia, dari urutan ke-30 menjadi ke-12. Demikian juga Deni, yang saat ini menempati peringkat ke-19, harus memperbaiki peringkat mendekati urutan ke-8 agar bisa lolos Olimpiade.
Triyatno mengakui, penampilan dia di Bandung belum sesuai harapan. “Saya akan berusaha menebus (kekalahan) di Kejuaraan Dunia. Saya harus lolos Olimpiade,” katanya.
Target Eko
Eko Yuli Irawan memasang target dapat melakukan angkatan mendekati pencapaiannya pada Kejuaraan Dunia 2018. “Kalau saya bisa mengulang angkatan yang sama, poin Olimpiade semakin besar,” ujar juara dunia dan peraih emas Asian Games 2018 itu.
Saat ini kesiapan fisik Eko Yuli mencapai 85–90 persen. Lifter peraih tiga keping medali Olimpiade itu belum mencapai puncak penampilannya karena masih dalam perawatan cedera engkel kiri. Waktu persiapan yang sangat pendek, membuat Eko belum bisa sepenuhnya pulih dari cedera.
Cedera itu membuat Eko tidak bisa melakukan angkatan snatch dengan sempurna. “Kalau mau melakukan angkatan snatch, perlu gerakan ledakan yang bertumpu pada kaki. Sementara, untuk jinjit saja saya sulit. Saya akan menyiasati dengan mencetak angkatan clean and jerk sebaik-baiknya,” ujar Eko.