Waspadai Kebakaran Susulan di Lereng Gunung Slamet
›
Waspadai Kebakaran Susulan di ...
Iklan
Waspadai Kebakaran Susulan di Lereng Gunung Slamet
Kebakaran lahan yang terjadi di lereng Gunung Slamet sisi timur di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dalam empat hari terakhir bisa dipadamkan oleh tim pada Sabtu (14/9/2019).
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Kebakaran lahan yang terjadi di lereng Gunung Slamet sisi timur di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dalam empat hari terakhir bisa dipadamkan oleh tim pada Sabtu (14/9/2019). Meski telah padam, semua pihak diminta waspada untuk mencegah kebakaran susulan mengingat kemarau panjang yang terjadi.
”Pada pagi hari ini tim penyisiran menemukan lima titik api dan berhasil dipadamkan,” kata Junior Manager Bisnis Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur Sugito, Sabtu sore, saat dihubungi dari Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Ia menyebutkan, hingga siang pemantauan secara pandangan mata dari Basecamp Pendakian Bambangan dan Pendakian Gunung Malang tidak terlihat adanya asap di lokasi Petak 58A. ”Berdasarkan upaya pemadaman dan pemantauan, penanganan kebakaran hutan dan lahan di lereng timur Gunung Slamet telah selesai,” ujarnya.
Koordinator Lapangan SAR Kabupaten Purbalingga Slamet Ardiyansah mengatakan, titik api yang ada di areal sekat bakar telah dipadamkan. ”Hingga kini terpantau aman, tidak ada kepulan asap,” ucapnya.
Kebakaran yang terjadi sejak Rabu (11/9/2019) pukul 10.00 itu diduga akibat kelalaian warga karena titik mula api berada di 300 meter dari perkebunan warga.
Pada hari pertama kebakaran, kata Sugito, luas areal terbakar mencapai 1 hektar. Sejumlah warga dan petugas sudah memadamkan api, tetapi karena masih terdapat bara dan tertiup angin, api kembali menyala pada Kamis dan Jumat.
Hingga kini terpantau aman, tidak ada kepulan asap.
Areal yang terbakar berada di kawasan hutan lindung Petak 58A wilayah kerja Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Serang Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Slamet Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur. Total areal terbakar seluas 14,3 hektar. Jenis vegetasi yang terbakar adalah rumput dan semak belukar di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut.
Kesulitan
Tim kesulitan mengatasi kebakaran karena medan yang terjal dan angin yang kencang. Apalagi tidak adanya air serta peralatan yang sederhana pemadaman tidak optimal.
Untuk mencegah meluasnya kebakaran di areal hutan lindung, tim relawan membuat sekat bakar, yaitu membersihkan rumput dan semak belukar dengan ukuran 1-3 meter dengan cangkul agar api tidak merembet. Areal yang sudah dilokalisasi sekitar 20 hektar. Panjang sekat mencapai 500 meter.
Suhu permukaan air laut di wilayah Indonesia masih relatif dingin, jadi masih sulit untuk pembentukan awan-awan hujan.
Prakirawan cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Cilacap, Rendy Krisnawan, menyatakan, musim kemarau kali ini lebih panjang karena awal musim hujan mundur dari siklus normalnya. Awal musim hujan untuk wilayah Banyumas dan sekitarnya diprakirakan terjadi pada Oktober mulai dasarian I hingga III.
Alasannya, pada April hingga Juli lalu ada fenomena El Nino tetapi dalam skala lemah. ”Suhu permukaan air laut di wilayah Indonesia masih relatif dingin, jadi masih sulit untuk pembentukan awan-awan hujan,” papar Rendy.
Rendy mengimbau masyarakat untuk menghemat air bersih terutama di daerah rawan kekeringan. Selain itu, masyarakat di sekitar kawasan hutan diimbau tidak membakar serasah atau membuang puntung rokok sembarangan.
”Pada saat musim kemarau yang kondisi udaranya kering seperti ini, sangat mudah sekali memicu terjadinya kebakaran hutan,” ucapnya.