Berbagi di Rumah Tiarma
Rumah bagi Tiarma Siboro tak lagi sekadar tempat tinggal. Rumah juga menjadi ruang merenung, berkreasi, terutama lewat hobi yang dua tahun terakhir digelutinya. Rumah menjadi tempat saling berbagi ilmu.
Setahun terakhir ini, beberapa anak tetangga di lingkungan tempat tinggal Ade, begitu dia akrab disapa, datang untuk belajar cara membuat miniatur serta diorama. Jika ada waktu tepat, kursus gratis diadakan di rumah Ade di kawasan Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat.
Pelatihan biasanya berlangsung di ruang kerja di lantai dua rumah berukuran 80 meter persegi yang berdiri di atas lahan seluas 96 meter persegi itu. Ade menempati rumah ini sejak lima tahun lalu. Dia memilih tinggal di Bogor karena lokasi itu dekat dengan rumah orangtuanya yang sakit keras dan butuh perawatan.
Mantan jurnalis yang sekarang bekerja di perusahaan konsultan manajemen dan risiko bisnis di Jakarta Selatan itu awalnya kerap prihatin melihat anak-anak dan remaja di lingkungannya. Mereka tak punya banyak pilihan kegiatan positif, terutama saat musim libur panjang sekolah.
Selain hanya berdiam di rumah, bermain gawai atau konsol gim, mereka kadang hanya nongkrong, lalu iseng mencorat-coret tembok rumah orang lain.
Awalnya tak mudah mengajak dan menarik perhatian para remaja itu. Ade akhirnya menanyai mereka satu per satu, bersedia atau tidak diajari membuat miniatur dan diorama. ”Mereka geleng-geleng kepala, enggak paham apa itu miniatur dan diorama,” ujar Ade terbahak.
Bahkan, saat Ade memberi contoh, mereka tetap saja tak paham. Mereka hanya tahu aktivitas rakit-merakit mainan macam mobil Tamiya. Lalu, Ade menjelaskan, membuat diorama pun lebih kurang sama, merakit benda-benda miniatur, termasuk mobil-mobilan seperti Tamiya. Anak-anak dan para remaja itu pun tertarik.
Belakangan, mereka sangat antusias mempelajari hobi dan keterampilan baru itu. Ade mengajari mereka di ruang kerjanya di lantai dua rumah, yang hanya bisa menampung empat atau lima orang.
Ruang kerja seluas sekitar sekitar 35 meter persegi itu penuh barang dan furnitur. Di situ ada meja kerja, lemari, meja pajang, dan rak-rak dinding.
Beberapa karya diorama yang telah selesai dikerjakan dipajang di rak-rak dinding. Ade mengatur sendiri ruang kerjanya. Dia bahkan merancang dan merakit sendiri meja kayu tempatnya bekerja, dibantu sejumlah rekan kantornya.
Selain seperangkat komputer, Ade juga menempatkan lampu, rak-rak tempat perkakas dan alat atau bahan untuk mewarnai miniatur dan diorama di atas meja kerja tadi. Juga ada alas berbahan plastik warna hijau dengan kotak-kotak kecil yang dipakai mengukur skala miniatur benda yang dia kerjakan.
Untuk mengakali ruangan yang tak terlalu luas, Ade menempatkan banyak jendela kaca lebar, hampir di seluruh sisi dinding kamar kerjanya. Tujuannya agar cahaya matahari leluasa masuk, juga memberi kesan lega.
Dari meja kerjanya, Ade juga bisa memandang lepas ke luar. Dengan begitu, ia bisa menghilangkan kepenatan. Apalagi, aktivitas membuat miniatur dan diorama menuntut ketelitian serta akurasi dalam skala kecil sehingga kerap melelahkan mata.
Dalam dua atau tiga bulan ke depan, Ade berencana kembali membuka kursus gratis setelah sempat terhenti lantaran jadwal pekerjaan yang padat. Dia juga akan menggelar semacam workshop bersama sejumlah penghobi miniatur dan diorama.
Mereka biasanya berinteraksi di dunia maya, saling bertukar informasi dan kiat-kiat. Pertemuan di ruang kerjanya itu merupakan kopi darat dengan sekaligus membawa dan mengerjakan proyek masing-masing untuk dikerjakan bersama.
Taman kecil
Dari jendela ruang kerja Ade itu, dia juga dapat memandang ke area bawah. Di situ ada taman kecil dengan kolam ikan yang juga dia rancang sendiri.
Di taman kecil itulah Ade kerap melepas penat sepulang kerja. Selain tanaman hias dalam pot, ia juga menanam tumbuhan rambat sirih belanda, yang diyakini baik untuk menyerap polusi dan racun di udara.
Untuk menciptakan efek suara gemercik air yang menenangkan, Ade menempatkan satu pompa khusus di kolam ikannya. Bagian lantai taman dilapisi paving block. satu sudut lain ditutupi batu hias untuk area serapan air.
”Setiap pulang kerja biasanya gue sering cuma duduk-duduk sambil ngobrol dan ngopi di situ (taman belakang) sama adik gue. Santai, tenang, sambil menikmati bunyi gemercik air dan juga suara jangkrik. Seringnya sambil lihat ikan berenang-renang dan main sama anjing-anjing gue,” ujar Ade.
Ade memang penyayang binatang. Selain ikan koi dan anjing, dia juga sempat memelihara burung jenis lovebird, kelinci, dan kucing. Kini, peliharaan Ade tinggal enam ikan koi, seekor anjing Mini Pomeranian, serta tiga anjing jenis blasteran Chihuahua dan Shih Tzu.
Area taman kecil ini juga sering dipakai sebagai spot berkumpul, baik oleh keluarga maupun teman-teman Ade yang datang berkunjung. Area itu juga cocok untuk acara barbeku kecil dan makan-makan saat merayakan sesuatu.
Ade juga merancang beberapa area favorit lain di rumahnya, salah satunya dapur. Dapur jadi area favorit lantaran Ade sangat gemar memasak. Di area itu, dia membuat meja beton untuk menaruh kompor dan wastafel. Lemari dapur pun dibuat permanen dari beton berlapis batu granit warna gelap.
Tak bosan
”Awalnya tukang yang gue pekerjakan heran dan khawatir kalau satu waktu gue bosen, kitchen set permanen seperti itu akan susah dibongkar. Gue jawab enggak akan bosen. Yang penting murah, kuat, dan awet. Tetapi, proses pembuatannya lumayan lama, tiga minggu. Gue sampai terpaksa menunda pindahan nunggu itu,” ujar Ade.
Sebagai pelengkap, Ade memesan satu set meja dan kursi berbentuk kayu panjang dari bahan pohon kayu utuh, berdesain natural dan minimalis, langsung dari produsen furnitur di Tegal, Jawa Tengah. Kepada produsen yang sama, dia juga memesan seperangkat furnitur untuk ruang tamu.
Semua furnitur pesanannya sama-sama tanpa proses akhir pemelituran sehingga harga bisa lebih ditekan. Buat Ade, yang penting fungsi dan kualitas barang yang dipesannya bisa diandalkan serta tahan lama.
Selain itu, yang jauh lebih penting adalah dia merasa nyaman dengan kondisi rumah. Itulah mengapa hampir sepenuhnya dia merancang sendiri rumah itu dan isinya.