Festival Goyang Karawang Ajang Pelestarian Budaya Karawang
›
Festival Goyang Karawang Ajang...
Iklan
Festival Goyang Karawang Ajang Pelestarian Budaya Karawang
Selain dikenal sebagai lumbung padi nasional dan kota perjuangan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tengah memperkuat potensi budaya melalui festival tari goyang Karawang.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS— Selain dikenal sebagai lumbung padi nasional dan kota perjuangan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tengah memperkuat potensi budaya melalui festival tari goyang Karawang. Upaya itu dilakukan dengan pendekatan filosofi untuk melestarikan tradisi dan kesenian tradisional khas Karawang.
Pergelaran budaya bertajuk ”Festival Goyang Karawang” berskala internasional akan digelar pada 26-29 September 2019. Kegiatan ini digelar untuk kedua kalinya oleh Pemkab Karawang dan sekaligus memperingati hari jadi Kabupaten Karawang yang ke-386. Diperkirakan ada 15 negara dari lima benua yang akan turut meramaikannya dan ditargetkan mendapatkan apresiasi dari Museum Rekor-Dunia Indonesia dengan jumlah penari terbanyak untuk kesenian goyang Karawang, yakni 11.000 penari.
Istilah goyang karawang kerap diidentikkan dengan tarian bernuansa erotis atau sensual dalam masyarakat. Pandangan itu muncul karena banyak penyanyi dangdut di daerah Pantura yang menonjolkan goyangan pinggul hasil adaptasi tari jaipong.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang Okih Hermawan, kegiatan ini untuk menghilangkan stigma negatif goyang Karawang. Karawang sudah menghasilkan tari-tarian khas sebelum tari jaipong muncul, antara lain lain tari topeng banjet, kliningan, dan pencug. Namun, seiring berjalannya waktu, pemaknaan berbeda justru muncul dan memberikan konotasi negatif terhadap tarian asal Karawang.
“Kegiatan ini sebagai upaya melestarikan tradisi dan kesenian tradisional khas Karawang agar tidak musnah,” ujarnya, Minggu (15/9/2019).
Festival ini diharapkan bukan hanya sebagai festival, melainkan juga memperkuat jati diri Karawang sebagai lumbung padi dan kota sejarah. Filosofi gerak tarian terinspirasi dari cara pengolahan padi dan kehidupan masyarakat agraris sejak masa perjuangan.
Kegiatan ini sebagai upaya melestarikan tradisi dan kesenian tradisional khas Karawang agar tidak musnah
Filosofi
Budayawan Karawang H Herman El Fauzan menyebutkan, asal-muasal tari goyang Karawang memiliki berbagai persepsi yang berkembang di masyarakat. Sebab, lanjutnya, tak ada yang tahu sejak kapan dan siapa yang menyebarkannya. Tari goyang Karawang dinilainya berbeda dengan tari jaipong yang berkembang di wilayah Jawa Barat. Ada perpaduan gerakan dari berbagai seni yang melebur di dalamnya.
“Ciri khas goyang karawang terletak pada gerakan pinggul (gerak ke kiri dan ke kanan). Gerakan ini bisa terinspirasi dari cara kerja mengolah hasil pertanian dan kesenian yang dilakukan leluhur sejak zaman dulu,” ujarnya.
Ia mencontohkan beberapa gerakan cara mengolah pertanian yang menimbulkan gerak pinggul, antara lain ngirik (merontokkan butir padi dari tangkai), nutu (menumbuk butir padi), dan napi (memisahkan kotoran yang terdapat dalam beras).
Tak menutup kemungkinan perpaduan gerakan tersebut melebur bersama tari yang berkembang pada zaman dulu, yakni kesenian tari ronggeng, tari kembang topeng Lipet Gandes, Ketuk Tilu, tari dari sinden kliningan, dan tari pencug.
Sementara itu, menurut Asep R Sundapura, sejarawan dan Ketua Karawang Heritage, gaya tari Karawang berbeda dengan gaya tari daerah lain di wilayah Jawa Barat. Hal itu karena dipengaruhi oleh pola hidup, profesi dan lingkungannya. Masyarakat Karawang zaman dulu adalah ekosistem agraris.
Mereka hidup sederhana, terbuka, dan ekspresinya jujur, serta apa adanya. Kehidupan agraris tidak memungkinkan mereka memiliki potensi dan waktu untuk memikirkan kehidupan sosial politik yang kompleks ataupun memikirkan kreasi seni yang rumit.
“Masyarakat pertanian di Karawang membutuhkan hiburan, terlebih saat musim panen. Mereka menari untuk kesenangan hidup mereka setelah seharian lelah di sawah. Permintaan hiburan makin ramai maka lahirlah kelompok-kelompok seni dan para penarinya yang disebut Ronggeng,” kata Asep.
Antusiasme masyarakat
Jelang Festival Goyang Karawang, masyarakat sudah bersiap diri dengan mengikuti latihan tari. Partisipasi itu diikuti mulai dari pelajar, mahasiswa, aparatur sipil negara, dan ibu-ibu. Antusiasme mereka tampak tinggi saat mengikuti koregrafi yang diajarkan para pelatih. Jadwal latihan telah ditentukan oleh Disparbud Karawang agar mendapatkan porsi seimbang.
Sebelumnya, persiapan yang telah dilakukan yaitu melatih 40 pelatih tarian goyang Karawang. Setelah siap, mereka akan disebar ke sejumlah sekolah dan sanggar tari untuk menjadi mentor bagi para peserta festival.
Pada Kamis (22/8), puluhan pelajar SD Palumbonsari IV Karawang mengikuti latihan yang dimulai sekitar pukul 16.00. Meski kelas telah usai sejak pukul 13.00, mereka tetap lincah menari dengan alunan musik. Selendang dikalungkan di leher sebagai aksesoris, tak ada perbedaan pola bagi penari pria maupun wanita. Semua tampak riang bergoyang.
Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang pada Januari 2019, tercatat ada 23 sanggar seni tari yang dilatih 316 pelatih. Rata-rata sanggar memiliki anggota 20-40 orang. Disparbud Karawang mendorong pembentukan peraturan bupati agar kesenian tari masuk ke dalam muatan lokal di sekolah-sekolah.