Kabut Asap Tak Kunjung Hilang, Libur di Pontianak, Kubu Raya, dan Kayong Utara Diperpanjang
›
Kabut Asap Tak Kunjung Hilang,...
Iklan
Kabut Asap Tak Kunjung Hilang, Libur di Pontianak, Kubu Raya, dan Kayong Utara Diperpanjang
Kabut asap akibat kebakaran lahan di Kalimantan Barat tak kunjung reda pada Minggu (15/9/2019). Akibatnya, masa libur siswa TK, SD, dan SMP di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kayong Utara diperpanjang.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kabut asap akibat kebakaran lahan di Kalimantan Barat tak kunjung reda pada Minggu (15/9/2019). Akibatnya, masa libur siswa pada jenjang TK, SD, dan SMP di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kayong Utara diperpanjang.
Pemerintah Kota Pontianak sebelumnya telah meliburkan siswa TK, SD, dan SMP mulai Kamis (12/9/2019) hingga Sabtu (14/9/2019). Siswa awalnya akan kembali masuk pada Senin (16/9/2019). Namun, karena kabut asap di Pontianak tak kunjung hilang, libur diperpanjang hingga Selasa (17/9/2019) dan dijadwalkan masuk pada Rabu (18/9/2019).
Demikian juga di Kubu Raya, Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan awalnya sudah mengeluarkan kebijakan meliburkan siswa TK, SD, dan SMP pada Kamis (12/9/2019) hingga Jumat (13/9/2019). Untuk kegiatan belajar pada Sabtu (14/9/2019).
Namun, karena kondisi kabut asap masih parah, maka libur diperpanjang hingga Selasa (17/9/2019). Kubu Raya termasuk daerah yang banyak lahan gambut dan mengalami kabut asap pekat beberapa pekan terakhir.
Demikian juga di Kayong Utara, siswa jenjang TK, SD, dan SMP yang sebelumnya sudah diliburkan pada Kamis (5/9/2019) diperpanjang mulai Senin (16/9/2019) hingga Rabu (18/9/2019). Kabut asap di daerah itu juga masih ada. Bahkan, menurut Kepala Bidang Humas Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Jumadi Gading, kebakaran lahan menghanguskan sebuah SD di daerah itu pada Sabtu (14/9/2019).
Kota Pontianak, Minggu (15/9), masih berselimut asap pekat. Jarak pandang hanya berkisar 500-600 meter disertai bau menyengat. Mata pun perih saat terpapar kabut asap. Kualitas udara di Pontianak pun sempat menyentuh nilai PM10 sebesar 303,08 mikrogram per meter kubik pada pukul 13.00 yang artinya sangat tidak sehat.
Kabut asap juga berdampak pada kesehatan. Sejumlah warga mengaku mengalami sakit karena dampak kabut asap yang sudah hampir satu bulan melanda Kalbar.
Syafaruddin Usman (45), salah seorang warga Pontianak yang terpapar kabut asap, terkena sakit tenggorokan. Bahkan, kesehatan keluarganya juga terganggu akibat kabut asap.
”Saya sudah hampir sembilan hari sakit di tenggorokan. Kebetulan saya ada sakit di kelenjar tiroid. Saat musim kabut asap akan kambuh,” ujar Syafaruddin.
Saya sudah hampir sembilan hari sakit di tenggorokan. Kebetulan saya ada sakit di kelenjar tiroid. Saat musim kabut asap akan kambuh.
Paman Syarafudin juga masuk rumah sakit di Pontianak karena kesehatannya memburuk saat terpapar kabut asap. Bahkan, Selasa (17/9/2019), direncanakan berangkat ke Jakarta untuk menjalani pengobatan. Pengobatan harus dilakukan di luar Pontianak karena asap sudah masuk rumah.
”Saya berharap kabut asap ini segera diatasi. Saya mengalami kabut asap sejak saya SMP. Jadi, sejak 35 tahun yang lalu setiap tahun mengalami bencana kabut asap. Namun, yang terparah 10 tahun terakhir. Empat tahun terakhir gangguan di tenggorokan kambuh,” kata Syafaruddin.
Ia menghindari keluar rumah pada malam hari. Kalaupun di rumah, ia lebih banyak di kamar. Kemudian, menutup ventilasi dengan plastik untuk mengurangi asap yang masuk ke rumah. Selain itu, ia juga mengaktifkan penyaring debu di rumah.
Demikian juga dengan Kristianus Atok (53), warga Pontianak lainnya. Ia mengalami sesak napas, pusing, dan demam sejak kabut asap melanda Pontianak. Ia sakit sejak tiga hari terakhir sejak kabut asap makin parah.
”Kabut asap masuk hingga ke dalam rumah saya sehingga sesak terutama saat tidur malam. Meskipun saya tidak memiliki riwayat sakit jantung dan asma, dampak kabut asap ini sangat terasa. Saya berharap hujan akan segera turun,” kata Kristianus.
Federica Garcia (36), warga lainnya, juga batuk yang sudah hampir sebulan. Ia terkena batuk sejak kabut asap melanda Pontianak sejak Agustus. Meskipun minum obat, ia tak kunjung sembuh karena kabut asap masih ada.
”Kalau tahun lalu batuk hanya beberapa hari. Kalau tahun ini sudah hampir satu bulan. Malam hari juga sesak karena kabut asap masuk ke dalam rumah. Saya berharap kabut asap segera berakhir. Apalagi, di tempat tinggal saya terdapat lahan gambut yang terbakar,” kata Federica.
Bahaya asap
Catatan Kompas, asap kebakaran hutan mengandung berbagai zat kimia dalam jumlah besar yang bisa mengganggu kesehatan, yakni partikel halus (particulate matter/PM) dan gas. Zat dominan yakni gas karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3). Partikel halus merupakan campuran karbon organik, komponen karbon, dan sejumlah kecil zat anorganik. Partikel halus berbahaya adalah yang berukuran 10 mikrogram (PM10) ke bawah.
Laporan Michael Brauer dan Kathryn Ostermann dari Universitas British Columbia Kanada menyatakan, terjadi peningkatan kadar partikel halus sejak Juli 1997. Kadar tertinggi ditemukan September 1997. Di sejumlah wilayah, kadar partikel halus meningkat lebih dari 15 kali kadar normal.
Sebagai perbandingan, di Sarawak, Malaysia, PM10 mencapai 930 mikrogram per meter kubik (m³); Singapura 230 mikrogram per m³; Sumatera 3.546 mikrogram per m³; dan Kalimantan 3.645 mikrogram per m³.
Situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, PM10 atau lebih kecil berbahaya karena bisa masuk ke saluran pernapasan bawah dan menempel di paru-paru. Sandra Duran dari British Columbia Center for Disease Control Kanada menuliskan, NO2 merupakan gas beracun yang mengganggu fungsi paru, terutama pada penderita asma. Paparan dalam waktu lama menyebabkan bronkitis pada orang sehat serta gangguan perkembangan fungsi paru pada anak-anak. SO2 juga mengganggu paru.
CO merupakan gas tak berbau, tak berwarna, dan tak berasa yang bersifat mengikat oksigen sehingga mengganggu distribusi oksigen dalam jaringan tubuh. Penelitian terhadap para pemadam kebakaran hutan menunjukkan, paparan CO menyebabkan nyeri dada dan aritmia (ketidakteraturan detak) jantung.
Paparan CO selama 3-4 jam pada konsentrasi 35 ppm bisa menimbulkan sakit kepala, disorientasi, dan keletihan pada manusia. Gas lain, O3, bisa mengganggu fungsi paru, pembengkakan paru, dan keletihan. Diperkirakan, terjadi rata-rata 339.000 (260.000-600.000) kematian di dunia setiap tahun akibat asap kebakaran.