Saat titik api di Gunung Slamet padam, kebakaran di Gunung Merbabu merambat ke Boyolali. Pemadaman di Merbabu difokuskan secara manual karena permintaan helikopter sulit terealisasi.
BOYOLALI, KOMPAS—Kebakaran hutan di Gunung Merbabu, Jawa Tengah, merambat ke wilayah Kabupaten Boyolali dengan total area terbakar 260 hektar. Pemadaman difokuskan secara manual karena upaya penyiraman air dengan helikopter sulit terwujud.
Hingga Sabtu (14/9/2019) sore, kebakaran di Boyolali masih terpantau di Resor Selo dan Ampel Taman Nasional Gunung Merbabu. Api merambat ke Boyolali sejak Jumat sore.
Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Johan Setyawan mengatakan, hamparan spasial yang terbakar 260 hektar. ”Pengendalian manual dilakukan dengan membuat sekat bakar untuk melokalisasi kobaran api,” jelasnya.
Dari citra satelit, areal yang terbakar terdiri dari zona inti, zona rimba, dan zona rehabilitasi. Kawasan yang terbakar berupa hutan alam, semak belukar, dan sabana. Menurut Johan, pemadaman manual terhambat karena medan berupa lereng yang sulit dijangkau. Lokasi harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar tiga jam dari dusun terdekat. Sumber air pun sulit.
Penanganan kebakaran oleh petugas dan sukarelawan dari beberapa posko, seperti Posko Resor Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang,
serta Posko Resor Selo dan Posko Resor Ampel, Boyolali.
Kepala Balai TNGMb Junita Parjanti mengungkapkan, pihaknya mengajukan permintaan bom air dari udara dengan helikopter ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, karena helikopter masih difokuskan memadamkan kebakaran lahan di Sumatera, pihaknya memutuskan untuk fokus memadamkan titik api di Boyolali secara manual.
Pemadaman akan dilanjutkan Minggu (15/9) dan melibatkan 500 personel gabungan. Kebakaran hutan di Gunung Merbabu awalnya muncul di atas Dusun Malang, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Magelang, Rabu (11/9). Akibat angin kencang dan hutan yang kering, api merambat ke wilayah lain. Menurut Junita, sejak Sabtu, titik api di Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang telah padam.
Jaga pipa air
Menurut Joko Purnomo, sukarelawan di Desa Ngadirojo, Ampel, selain membuat sekat bakar, mereka juga menjaga jaringan pipa air agar tak terbakar. Kobaran api, menurut dia, hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari jaringan pipa yang mengalirkan air bersih dari mata air di lereng Gunung Merbabu. Jika jaringan pipa terbakar, warga Ngadirojo dipastikan kesulitan air bersih.
Sementara itu, kebakaran di lereng timur Gunung Slamet di Kabupaten Purbalingga sejak empat hari terakhir berhasil dipadamkan Sabtu kemarin. Meski begitu, semua pihak diminta tetap waspada mencegah kebakaran susulan mengingat kemarau masih panjang.
”Sabtu pagi, tim penyisiran menemukan lima titik api dan berhasil dipadamkan,” kata Junior Manajer Bisnis Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur Sugito. Hingga siang, berdasarkan pantauan visual posko pendakian Bambangan dan Gunung Malang, tak terlihat lagi asap di lokasi kebakaran Petak 58 A.
Total areal terbakar di Gunung Slamet 14,3 hektar pada ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Jenis vegetasi yang terbakar adalah rumput dan semak belukar.
Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Cilacap, Rendy Krisnawan, mengatakan, musim kemarau kali ini lebih panjang. Awal musim hujan di Banyumas dan sekitarnya diperkirakan baru akan terjadi pertengahan Oktober. Dia mengimbau warga sekitar hutan tak membakar serasah atau puntung rokok sembarangan. ”Hal itu mudah memicu kebakaran saat kemarau. Sebab, kondisi udara di musim kemarau biasanya lebih kering,” terangnya. (DKA/RWN/EGI)