Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Hidup terus berlanjut lantaran kita masih punya cinta, keluarga, dan persahabatan yang setia menanti. Begitulah pesan kuat yang disampaikan film drama komedi bertema keluarga, ”Chhichhore”.
Film ini merupakan karya terbaru sutradara Nitesh Tiwari. Nitesh sebelumnya melambung lewat film Dangal (2016) yang mengangkat perjuangan dua perempuan pegulat pertama India. Dalam Dangal dikisahkan kakak beradik Babita Kumari dan Geeta Phogat yang memenangi medali emas dan perak di ajang Commonwealth Games 2010 atas bimbingan sang ayah, Mahavir Singh Phogat.
Kali ini, melalui Chhichhore, Nitesh memotret kehidupan keluarga kelas menengah India. Cerita berlatar kehidupan pasangan Annirudh (Sushant Singh Rajput) dan Maya (Shraddha Kapoor) yang memiliki seorang anak remaja, Raghav (Mohammad Samad).
Walau sukses dalam pencapaian karier, kehidupan keluarga ini dinilai gagal, mereka cerai. Hak asuh Raghav dipegang ayahnya, seorang insinyur sukses lulusan universitas teknik ternama. Ia digambarkan tinggal di sebuah apartemen luas dan mewah.
Selain perceraian orangtuanya, Raghav menghadapi tekanan besar lain. Ia merasa harus lulus ujian masuk perguruan tinggi teknik ternama seperti kedua orangtuanya dulu.
Saat namanya tak muncul di pengumuman kelulusan, Raghav sangat kecewa dan memilih bunuh diri, loncat dari apartemen sahabatnya. Oleh sang sutradara, adegan ekstrem itu dijadikan pemicu awal aliran jalan cerita utama selanjutnya.
Bertahan
Raghav diceritakan selamat, tetapi luka parah. Nyawanya terancam sewaktu-waktu akibat luka-luka yang ia derita. Dokter yang menangani Raghav, Kasbekar (Shishir Sharma), menegaskan, upaya pengobatan telah maksimal dilakukan. Namun, Raghav butuh dimotivasi agar punya kemauan untuk tetap bertahan hidup.
Walau selalu ditentang oleh mantan istrinya, ayah Raghav, Annirudh, merasa harus menceritakan sejarah masa lalunya, terutama di masa-masa kuliah. Kisah itulah yang kemudian membawa Annirudh bernostalgia dan bahkan bertemu kembali dengan teman-teman seasramanya dulu. Tentu, kini mereka telah memiliki kehidupan masing-masing.
Beragam kisah dan pengalaman, baik yang konyol maupun mengharukan, diceritakan Annirudh bersama para sahabatnya kepada Raghav yang terbaring lemah dan awalnya dalam kondisi tak sadar. Kisah masa lalu Annirudh dan teman-temannya, yang pernah dicap sebagai para pecundang, disimbolkan dengan asrama tempat mereka mondok, Hostel Nomor 4 (H4).
Awalnya, Annirudh tak betah dan ingin pindah lantaran tak ingin ikut dicap sebagai kelompok mahasiswa pecundang. Namun, seiring waktu, dia justru menemukan persahabatan dan rasa kekeluargaan dari teman-teman karibnya yang punya karakter unik masing-masing.
Annirudh bahkan berhasil memotivasi rekan-rekan seasramanya agar mau berjuang mengubah nasib menjadi pemenang. Caranya, dengan berupaya menjuarai kompetisi olahraga antar-asrama.
Teman-teman Annirudh memang punya karakter unik. Ada Gurmeet ”Sexa” Singh Dhillon (Varun Sharma) yang sangat terobsesi pada seks, juga si anak mama Sundar ”Mummy” Saxena (Tushar Pandey). Ada juga si jago catur pemabuk Bevda (Saharsh Kumar Shukla), mahasiswa senior macho Derek (Tahir Raj Bhasin), dan si tukang sumpah serapah Acid (Naveen Polishetty). Tentu saja juga Maya, yang kemudian diperistri Annirudh alias Annie.
Mereka semua secara sukarela datang untuk memenuhi panggilan Annirudh yang tengah kesusahan. Kehadiran tujuh sahabat di rumah sakit itu terbukti mengembalikan semangat Raghav untuk sembuh. Ia pun mengatasi kekecewaannya lantaran gagal lolos ujian masuk perguruan tinggi favorit.
Dalam salah satu adegan, tokoh Annirudh juga menyampaikan satu pesan kuat yang sangat mengena dan sebetulnya cocok untuk keluarga mana pun. Menurut dia, saat menyemangati sang putra agar bekerja keras demi meraih kesuksesan, dirinya sempat lupa untuk juga mengingatkan bahwa tak jadi masalah jika upaya keras tadi berujung kegagalan.
Untuk keluarga
Bangunan cerita dalam film ini cukup kuat dan dikemas menghibur. Pesan yang disampaikan juga menjadikan film ini cocok untuk ditonton bersama oleh orangtua dan anak remaja mereka.
Dari segi penggarapan, sang sutradara juga terkesan total. Penampilan para pemeran disulap total dengan menggunakan riasan dan efek spesial prostetik untuk membuat mereka 20 tahun lebih tua sesuai tuntutan cerita. Alur cerita memang melompat bolak-balik dari masa kini ke masa lalu. Ada gambaran era tahun 1990-an, saat para tokoh yang terlibat masih berstatus mahasiswa.
Sayangnya, keberadaan dua jenis subtitle yang muncul di layar, teks berbahasa Indonesia dan Inggris, lumayan memecah konsentrasi. Oleh sang sutradara, film ini memang dibuat dengan menggunakan dialog bahasa aslinya, bahasa Hindi.
Kata chhichhore sendiri bisa diterjemahkan secara bebas sebagai ’anak bandel atau berandalan’.