Tua Bersama di Rumoh Seujahtera
Maryam (90) bersama belasan perempuan lanjut usia lainnya terlihat khusyuk melantunkan lafaz zikir di mushala panti lansia Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang, di Desa Doy, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Jumat (23/8/2019) pagi. Mereka seperti tenggelam dalam setiap ayat yang dilantunkan.
Para perempuan lansia itu merupakan penghuni panti warga lansia Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang (RSGS) milik Pemerintah Provinsi Aceh. Panti ini berada di bawah Dinas Sosial Aceh. Panti yang dibangun pada tahun 1979 ini menjadi rumah terakhir bagi para warga lansia yang telantar.
Maryam salah satu dari 53 warga lansia yang tinggal di panti. Ia menjadi warga lansia tertua yang tinggal di sana. Maryam berasal dari Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar. Ia masuk ke panti tahun 1994, beberapa tahun setelah suaminya meninggal karena tertembak saat Aceh dalam konflik. Rumah kayu miliknya dibakar orang tidak dikenal.
Setelah bertahan hidup di hutan, akhirnya Maryam dibawa ke panti oleh warga. Kalau ditanya cerita hidup, wajahnya berubah murung dan sedih. Ia tak ingin mengenang perjalanan hidup yang pahit.
”Tinggai di sinoe ta ibadat, dang-dang abeh umu (Di sini fokus ibadah, sembari menunggu ajal),” ujar Maryam lirih.
Di depan kamarnya, Syarifah (70) yang berasal dari Pidie terlihat sedang berjemur. Matahari pagi bagus untuk kesehatannya. Lima tahun hidup sebatang kara di rumah peninggalan suami. Ia tak memiliki keturunan dan saat ditemukan pekerja sosial kondisinya memprihatinkan. Tubuhnya kurus dan menderita kekurangan gizi akut.
Setelah enam bulan di panti lansia, ia mulai ceria dan suka berbicara. ”Lon hana bajee uroe raya (Saya tidak punya baju Lebaran),” ujar Syarifah, padahal saat Lebaran Idul Adha ia mendapat sepasang baju baru.
Chairunnisa, pengasuh di panti itu, masuk ke kamar Syarifah dan keluar menenteng baju gamis warna coklat. ”Ini baju nenek. Coba pakai, pasti cantik,” kata Chairunnisa menggoda.
Chairunnisa membantu memakaikan baju gamis itu ke badan Syarifah. Perempuan tua itu terlihat bahagia. Namun, lima menit kemudian Syarifah meminta baju baru itu dilepas.
”Mereka adalah kita di masa tua. Memperlakukan mereka dengan baik, saat tua nanti kita juga akan diperlakukan dengan baik,” kata Chairunnisa.
Warga lansia yang ditampung di sana adalah warga lansia telantar dan dari keluarga ekonomi rendah. Panti ini bagi mereka merupakan rumah terakhir sebelum menutup mata. Tak jauh dari panti terdapat lahan tempat pemakaman khusus warga lansia.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas RSGS Intan Melya menuturkan, kebanyakan warga lansia itu diantar pekerja sosial di kabupaten/kota. Saat ditemukan, kondisi mereka tidak terawat.
Sebagian dari mereka tidak memiliki keluarga, tetapi yang memiliki keluarga rata-rata kurang mampu secara ekonomi. Menurut Intan, memboyong mereka ke panti merupakan solusi terbaik agar kehidupan mereka terselamatkan.
Seperti Salamah (70), warga dari Langsa. Ia ditelantarkan anaknya. Salamah bahkan pernah mendapatkan kekerasan fisik sehingga dibawa ke panti oleh pekerja sosial.
”Kehadiran panti untuk menghargai dan memperhatikan warga lansia. Di sini fungsi sosial dipulihkan dan memberikan perlindungan,” kata Intan.
Keseharian di panti diisi dengan ragam kegiatan, seperti zikir bersama, olahraga, merajut, dan safari ke masjid-masjid. Pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan. Pemerintah menjamin hak-hak mereka terpenuhi.
Di panti itu terdapat 55 warga lansia: 37 perempuan dan 18 laki-laki. Mereka berasal dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Mereka dirawat oleh 10 pengasuh, 3 tenaga medis, dan 2 pekerja sosial.
RSGS merupakan satu-satunya panti lansia milik pemda. Sementara 14 panti lansia lainnya milik swasta dengan daya tampung lebih sedikit.
Intan mengatakan, pelayanan di panti harus ditingkatkan. Selain sebagai tempat tinggal, ke depan akan dijadikan pelayanan warga lansia satu pintu. Dengan demikian, RSGS akan menjadi pusat layanan warga lansia, mulai dari pelayanan sosial, medis, hingga pendampingan psikologis.
”Pelayanan bukan lagi hanya untuk lansia yang tinggal di sini. Warga lansia yang lain juga dilayani,” ujar Intan.
Selama ini, ketika sakit, warga lansia harus berobat di rumah sakit umum daerah. Nantinya, jika layanan medis lansia dipusatkan di satu tempat, pelayanan semakin prima. ”Semoga usulan ini disetujui. Proposalnya telah kami ajukan,” kata Intan.
Persiapkan diri
Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Devi Riansyah menuturkan, lansia adalah masa depan semua orang. Karena itu, perlu mempersiapkan diri menjalani hari tua.
Tiga hal yang perlu dipersiapkan sejak sekarang ialah relasi sosial bersama keluarga, tabungan untuk hari tua, dan kesehatan. ”Banyak warga lansia telantar karena kemiskinan. Anak dan keluarga juga tidak sanggup merawat karena kondisi ekonomi yang sulit,” kata Devi.
Oleh sebab itu, Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri mengatakan, pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan dan hak-hak warga lansia, seperti kebutuhan pangan, pelayanan sosial, kesehatan, dan peluang kerja.
Dalam kaitan itu, RSGS dipersiapkan sebagai layanan lansia satu atap. Pihaknya menggagas kerja sama dengan Belanda untuk membangun fasilitas di panti itu.
Di Aceh ada 27.000 warga lansia dan diprediksi terus meningkat. Saat ini banyak warga lansia yang menunjukkan angka harapan hidupnya semakin tinggi. Angka harapan hidup di Provinsi Aceh 69,6 tahun, sedangkan nasional 71 tahun.
Alhudri mengatakan, semakin tinggi angka harapan hidup, kian banyak jumlah warga lansia. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan fasilitas terbaik bagi mereka. Keberadaan panti lansia RSGS adalah untuk menampung warga lansia yang telantar dan melayani lansia di luar panti.
Para warga lansia yang tinggal di Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang bersyukur, setelah telantar, kini bisa menjalani kehidupan layak. Di sana mereka saling membantu, menghibur, dan menghabiskan masa tua bersama.