Berdikari dan Berbagi dengan Ikan Koi
Kerjakan apa yang kamu sukai dan sukai apa yang kamu kerjakan. Begitu bunyi satu pepatah lama yang boleh jadi menginspirasi warga Dusun Sidorejo, Desa Parakan Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Budidaya ikan koi yang awalnya ditekuni karena hobi akhirnya justru mendatangkan pundi-pundi duit.
Berlumur keringat dan cipratan oli, Rozali Choisal Ahfan (27) bergegas mendekati kolam sesampainya di rumah, Senin (9/9/2019) siang. Setelah mengelap tangannya yang kotor dengan baju seragam bengkel yang ia kenakan, dia bergegas mengambil makanan ikan dan menaburkannya ke kolam. Dalam sekejap, ribuan ekor ikan saling memagut, berebut melahap butiran pakan yang dilempar.
Aktivitas memberi pakan ikan adalah bagian dari rutinitas keseharian Ahfan di sela-sela aktivitasnya bekerja sebagai montir di sebuah bengkel sepeda motor. Biasanya, aktivitas itu dilakukan setengah jam di waktu jam makan siang dan akan diulanginya sore hari setelah pulang kerja. ”Cukup menyisihkan waktu beberapa jam dalam sehari dan ikan-ikan koi tersebut bisa diandalkan untuk memberikan tambahan pemasukan per bulan,” ujarnya semringah.
Budidaya ikan koi ini dilakukan Ahfan bersama dengan 12 peternak pembudidaya lainnya yang tergabung dalam kelompok Mina Papilon di Dusun Sidorejo. Adapun Papilon adalah singkatan dari Parakan Pinggir Kulon atau pinggir selatan wilayah Kecamatan Parakan. Ahfan, yang memang sedari kecil gemar memelihara ikan, serius menerjuni budidaya ikan koi dan bergabung dengan kelompok Mina Papilon sejak tahun 2011.
Dari usaha budidaya ikan koi dan hasil penjualan bibit ikan tersebut, Ahfan bisa mendapatkan penghasilan tambahan pemasukan minimal Rp 2 juta per bulan. Bahkan, terkadang, ikan-ikan koi tersebut bisa mendatangkan penghasilan Rp 4 juta per bulan. Penghasilan tersebut disebutnya tidak berbeda jauh dengan gajinya di bengkel sepeda motor.
”Karena nominal pendapatan yang hampir sama besar, bagi saya pun sulit menegaskan pekerjaan mana yang sebenarnya disebut mata pencarian sampingan,” kata Ahfan sembari terkekeh. Kesibukan mendulang rezeki dari budidaya ikan koi juga dilakukan Muhammad Fariz (24). Lulus SMA, selama dua tahun dia berkelana mencari kerja hingga ke Sidoarjo dan sempat menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan.
Namun, akhirnya dia mendapati sumber pendapatan yang bisa diandalkan untuk hidupnya sehari-hari, yang sebenarnya ada di kampung sendiri. Pada 2016, ia bergabung sebagai anggota kelompok Mina Papilon. Sejak itu, dia bisa mendapatkan penghasilan sedikitnya Rp 3 juta-Rp 4 juta per bulan. ”Saya juga pernah mendapatkan hingga Rp 7 juta per bulan,” ujarnya.
Sama seperti Ahfan, Fariz juga masih menekuni kesibukan lain. Sekalipun tak bekerja secara formal pada unit usaha atau kantor tertentu, dia masih melakukan pekerjaan serabutan, seperti yang dilakukan kini sebagai buruh rajang tembakau. Namun, jika tidak ada proyek atau bidang pekerjaan yang bisa diterjuni, dia akan mencari tambahan pemasukan dengan menjadi tenaga desain grafis. Lowongan pekerjaan tersebut dicarinya di internet.
”Saat ini, tujuan saya mencari kerja sekadar mencari pengalaman. Penghasilan dari budidaya koi sudah cukup memberikan nominal pendapatan yang menjanjikan,” ujarnya.
Awal mula
Ketua Kelompok Mina Papilon Untung Suharjanto mengatakan, sekalipun telah mendapatkan penghasilan yang mencukupi dari budidaya ikan koi, rata-rata anggota kelompok Mina Papilon memang masih menggeluti mata pencarian yang lain. ”Bukan semata-mata mengejar materi, pekerjaan lain itu dijalankan hanya sebagai aktivitas menghabiskan sisa waktu luang di sela-sela budidaya ikan koi,” ucap Untung.
Setiap hari, aktivitas budidaya ikan koi tidak menghabiskan banyak waktu karena cukup ditengok selama beberapa jam untuk keperluan memberi makan ikan. Aktivitas lainnya hanya membersihkan kolam seminggu sekali dan mengecek sarana prasarana pendukung, seperti penyaring air.
Aktivitas budidaya ikan koi dimulai Untung sekitar tahun 1989 dan semula hanya dijalankannya sebagai usaha pribadi. Namun, untuk kepentingan pengembangan usaha dan juga demi mengakomodasi keinginan banyak warga yang ingin bergabung, usaha itu pun dikembangkannya menjadi usaha bersama dalam wadah kelompok Mina Papilon pada 2010.
Perekrutan anggota kelompok pun dilakukan dengan selektif dengan mempertimbangkan minat dan hobi mereka untuk memelihara ikan. Selain itu, perekrutan juga dilakukan dengan mempertimbangkan usia.
”Anggota kelompok Mina Papilon diprioritaskan masih berusia muda agar mereka nantinya mudah menerima dan mengaplikasikan kemajuan teknologi dalam usaha budidaya dan pemasaran ikan koi,” ujarnya. Sekitar 90 persen anggota kelompok Mina Papilon berusia muda, sekitar 20-35 tahun.
Karena mulai melibatkan banyak warga, Untung memutuskan melakukan pembaruan dalam kegiatan usaha tersebut. Jika sebelumnya cukup mengandalkan bibit ikan koi lokal dari Yogyakarta, pada 2010 kelompok Mina Papilon mengajukan permintaan bantuan dana kepada Pemerintah Kabupaten Temanggung untuk membeli indukan ikan koi langsung dari Jepang.
”Permintaan kami disetujui. Dengan dana bantuan Rp 65 juta, kami pun memulai usaha dengan bermodalkan 12 ekor indukan ikan koi, asli dari negara asalnya, Jepang,” ujarnya. Setiap ekor ikan tersebut memiliki sertifikat yang menjelaskan tentang silsilah keturunannya.
Indukan impor tersebut dibudidayakan dengan hati-hati karena ikan koi cenderung sensitif terhadap kondisi air dan suhu. Di negara asalnya, Jepang, ikan koi biasa dikembangbiakkan pada suhu air berkisar 21-32 derajat celsius. Oleh karena itu, kelompok Mina Papilon pun harus mampu mengembangbiakkan ikan koi pada rata-rata suhu di Kecamatan Parakan yang relatif dingin berkisar 20-23 derajat celsius.
Namun, tantangan itu ternyata justru berujung positif. Bibit ikan yang dihasilkan kelompok Mina Papilon pada akhirnya menarik minat banyak pembeli. ”Banyak pehobi ikan hias justru tertarik dengan bibit ikan dari kami karena bibit ikan tersebut terbukti tahan banting. Mereka mampu bertahan hidup di kondisi cuaca ekstrem di Indonesia,” ujarnya.
Budidaya ikan dilakukan dengan memanfaatkan 21 kolam dengan ukuran bervariasi. Kolam-kolam dibagi untuk pemijahan, pembesaran, dan sebagian lainnya untuk tempat hidup indukan. Setiap anggota diberi tanggung jawab mengelola satu kolam, sedangkan empat kolam lainnya dikelola bersama.
Ruang belajar
Kelompok Mina Papilon setiap tahun memproduksi sekitar 2.000 bibit ikan koi. Bibit ikan yang siap dijual adalah bibit ikan sepanjang sekitar 10 sentimeter dengan umur berkisar 3-4 bulan. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen bibit adalah bibit ikan grade C yang dijual Rp 5.000-Rp 10.000 per ekor. Adapun sisanya laku dijual Rp 20.000-Rp 30.000 per ekor. Namun, dalam sekali produksi, sering kali juga ditemukan sejumlah bibit ikan berkualitas tinggi yang laku dijual dengan harga Rp 1 juta per ekor.
Bibit ikan koi yang dihasilkan ini intens dipromosikan melalui akun media sosial kelompok Mina Papilon di Facebook dan Instagram. Melalui upaya tersebut, ikan koi produksi kelompok Mina Papilon kini telah dipasarkan hingga ke seluruh penjuru Nusantara.
Keberhasilan Mina Papilon melakukan budidaya ikan koi dengan indukan asli dari Jepang ini pun mengundang banyak orang berdatangan untuk belajar. Tidak hanya dari Kabupaten Temanggung, mereka juga datang dari berbagai dinas, instansi, perguruan tinggi dari sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, dan kota-kota di Kalimantan. Bersama-sama, mereka ingin menekuni ilmu tentang ikan koi dan nantinya akan diterapkan untuk kepentingan usaha mereka sendiri. Kelompok Mina Papilon pun tak pelit berbagi ilmu secara gratis.
Tak hanya berorientasi ekonomi, kelompok Mina Papilon pun memiliki kepedulian terhadap sungai dan lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut antara lain diwujudkan dengan menebar 8.000 bibit ikan koi tak layak jual ke sejumlah sungai di Temanggung secara rutin. Bibit-bibit ikan itu diharapkan dapat semakin berkembang menjadi ikan konsumsi dan menarik minat warga untuk memancing dan menjaga sungai.
Jika setiap alur sungai mulai ramai dipadati pemancing, orang lain yang melihatnya pun diharapkan akan semakin peduli dan tidak mengotori sungai dengan membuang sampah sembarangan,” ujar Untung.
Ciri-ciri bibit ikan koi yang tak layak jual yaitu tidak memiliki pola warna yang menarik. Warna corak ikan juga tidak mencolok. Setiap bulan, Kelompok Mina Papilon memproduksi 10.000 bibit ikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8.000 ekor atau 80 persen di antaranya punya ciri seperti itu.
Sebagian warga sekitar desa yang melihat keberhasilan budidaya ikan tersebut akhirnya juga terdorong menerjuni bidang yang sama. Namun, sebagian mengembangkan jenis ikan air tawar lain, seperti ikan nila dan ikan mas.
Dusun Sidorejo kini pun menjadi salah satu sentra ikan Temanggung. Dari hobi, kelompok Mina Papilon menebar inspirasi untuk bersama-sama meraih rezeki dari budidaya ikan.