Indonesia Usulkan Ekonomi Kreatif dalam Sidang PBB untuk Pacu Implementasi Program SDGs
›
Indonesia Usulkan Ekonomi...
Iklan
Indonesia Usulkan Ekonomi Kreatif dalam Sidang PBB untuk Pacu Implementasi Program SDGs
Indonesia melihat keberadaan ekonomi kreatif sebagai salah satu pilah utama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Indonesia akan mengusulkan resolusi ekonomi kreatif dalam sidang Majelis Umum PBB
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia melihat keberadaan ekonomi kreatif sebagai salah satu pilah utama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Indonesia akan mengusulkan resolusi ekonomi kreatif dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-74 di New York, Amerika Serikat, akhir September 2019.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Alphyanto Ruddyard mengatakan, rencana usulan itu muncul karena belum semua negara anggota berpikir ekonomi kreatif adalah kegiatan bersama. Padahal, ekonomi kreatif bersifat inklusif dan tidak memerlukan modal besar.
“Indonesia akan menginisiasi Resolusi International Year of Creative Economy for Sustainable Development 2021. Selama ini, belum ada resolusi PBB mengenai ekonomi kreatif,” kata Febrian seusai penyerahan Sertifikat Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto sebagai Warisan Dunia UNESCO di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Menurut dia, isi dari resolusi itu adalah mengenai upaya meningkatkan kesadaran atas peran ekonomi kreatif terhadap perekonomian. Sejumlah negara bahkan belum memiliki regulasi dan badan terkait ekonomi kreatif. Untuk itu, resolusi ini akan menjadi platform kerja sama anggota PBB dalam membuat regulasi dan menciptakan sistem keuangan yang sehat.
“Selain itu, Indonesia akan bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) untuk memperkenalkan konsep Tri Hita Karana di sela-sela sidang. Konsep ini menekankan pada pembiayaan campuran untuk program SDGs antara pemerintah dan pihak swasta, seperti organisasi non-pemerintah (LSM) serta filantropi,” kata Febrian.
Sidang Majelis Umum PBB akan berlangsung selama 17-30 September 2019. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi akan menghadiri sidang tersebut.
Terdapat lima pertemuan utama dalam sidang ini, yakni konferensi mengenai aksi iklim, SDGs, layanan kesehatan universal, pembiayaan untuk pembangunan, dan pengembangan negara-negara kepulauan kecil.
“Warga dunia tidak menginginkan aksi yang tanggung-tanggung atau janji kosong. Sidang kali ini perlu meningkatkan ambisi dan menyoroti keharusan untuk inklusif,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dikutip dari video resmi PBB.
Masalah Palestina
Selain isu ekonomi, Indonesia bersama Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan merespons rencana rencana Israel dalam sidang Majelis Umum PBB itu. Pada Minggu (15/9/2019), para menteri luar negeri OKI menolak rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melakukan aksesi wilayah Tepi Barat Palestina jika kembali terpilih dalam pemilu.
“Deklarasi itu berbahaya karena secara sengaja merusak upaya internasional untuk mencapai perdamaian yang adil dan langgeng. (Deklarasi itu) mendorong seluruh kawasan menuju kekerasan dan ketidakstabilan lebih lanjut,” bunyi pernyataan bersama OKI.
Febrian melanjutkan, rencana aksesi melanggar semua resolusi PBB terkait isu Palestina. Jika benar terjadi, lanjutnya, sebanyak 30 persen wilayah Palestina akan berkurang.
“Sesuai dengan usulan Indonesia, OKI akan menolak rencana Israel dalam forum pertemuan Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. OKI menolak dengan alasan melanggar legalitas dan kemanusiaan,” ucap Febrian.
OKI yakin memiliki posisi yang kuat untuk menolak rencana Israel. Sebanyak 57 negara OKI merupakan anggota PBB sehingga dinilai dapat mendorong sesi khusus dalam dalam sidang PBB tersebut. Adapun dua anggota OKI adalah anggota tidak tetap DK PBB, yakni Indonesia dan Kuwait. (AFP)