Kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan melumpuhkan operasional empat bandara di Kalimantan. Penutupan operasional bandara pada Minggu (15/9/2019) berdampak pembatalan sedikitnya 99 penerbangan.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan melumpuhkan operasional empat bandara di Kalimantan. Penutupan operasional bandara pada Minggu (15/9/2019) berdampak pembatalan sedikitnya 99 penerbangan serta keterlambatan dan pengalihan puluhan penerbangan lain.
Pihak otoritas bandara menutup layanan penerbangan karena jarak pandang hanya berkisar 500 meter. Kondisi itu jauh di bawah jarak pandang paling aman bagi penerbangan, yakni minimal 3.500 meter. Adapun empat bandara yang ditutup meliputi Bandara Kalimarau Berau (Kalimantan Timur), Bandara Juwata Tarakan (Kalimantan Utara), Bandara APT Pranoto Samarinda (Kalimantan Timur), dan Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru (Kalimantan Selatan).
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti mengatakan, layanan penerbangan ditutup demi memprioritaskan keselamatan pengguna jasa transportasi udara. Operasional bandara akan dibuka kembali jika jarak pandang berangsur pulih dan aman bagi penerbangan.
”Kami meminta operator penerbangan terus mengomunikasikan kepada penumpang dan memberikan pelayanan sesuai aturan yang berlaku. Sementara para pengguna jasa transportasi kami minta bersabar karena keselamatan merupakan prioritas utama,” ujar Polana, di Jakarta.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengimbau maskapai penerbangan tetap berkoordinasi dan berkomunikasi intensif dengan AirNav Indonesia dan operator bandara serta mengikuti rekomendasi penerbangan yang diberikan. Indikator jarak pandang terbang berdasarkan pantauan serta analisis AirNav dan operator bandara menjadi dasar untuk memutuskan pendaratan, penerbangan, penundaan, pembatalan, atau pelarangan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan juga mengimbau para nakhoda kapal untuk meningkatkan kewaspadaan terkait kabut asap yang dapat mengganggu keselamatan pelayaran. Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Ahmad juga menginstruksikan agar Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut di wilayah Sumatera dan Kalimantan, yang wilayahnya terpapar kabut asap, untuk meningkatkan pengawasan dan memperhatikan kondisi cuaca sebelum menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB).
”Melihat perkembangan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) belakangan ini yang berdampak terhadap pelayaran di sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan, kami meminta Kepala UPT Ditjen Perhubungan Laut mengutamakan keselamatan pelayaran. Jangan ragu menunda penerbitan SPB jika kondisi kabut asap sangat tebal yang mengganggu jarak pandang,” kata Ahmad.
Kemarin, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Kumai di Kalimantan Tengah Wahyu Prihanto mengimbau para nakhoda yang berlayar agar meningkatkan kewaspadaan dengan memperhatikan jarak pandang. ”Kami menerbitkan notice to marine (notam) kepada kapal-kapal yang akan masuk ke Teluk Kumai, khususnya terhadap para nakhoda kapal pelayaran rakyat dan juga para nelayan agar memperhatikan jarak pandang,” ujarnya.
Kepala daerah tidak peduli
Peninjauan lokasi karhutla dilakukan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo, kemarin, di Riau. Doni mengatakan, sebagian kepala daerah menunjukkan sikap tidak peduli atas terjadinya kebakaran di wilayahnya.
”Ini ditandai dengan tak pernah hadir dalam rapat. Mereka merasa kebakaran hutan dan lahan bukan tanggung jawabnya. Padahal, izin lingkungan untuk perusahaan perkebunan dikeluarkan kepala daerah sehingga seharusnya fungsi pengawasan, termasuk untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran, juga dilakukan,” kata Doni. (ESA/RAM/JAL/KOR/WER/ARN/JUD/AIK)