Di Lampung, gerakan menolak revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Gerakan menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir. Akademisi dan aktivis hukum mendesak agar KPK jangan dilemahkan.
Di Lampung, akademisi dari Universitas Lampung dan aktivis hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung menyatakan penolakan terhadap upaya pelemahan KPK yang dilakukan melalui revisi UU KPK. Kegiatan itu didukung sejumlah organisasi, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung.
LBH Bandar Lampung juga menggalang pengumpulan tanda tangan dari masyarakat yang menolak revisi UU KPK. Selain itu, mereka juga mengumpulkan pelantang telinga rusak yang akan dikirimkan ke DPR. Hal itu sebagai simbol bahwa anggota Dewan tidak lagi mendengar suara rakyat.
Direktur Pusat Kajian Masyarakat Anti Korupsi dan HAM Fakultas Hukum Universitas Lampung Reynaldi Amrullah menyayangkan revisi UU KPK yang dinilai dilakukan secara terburu-buru oleh DPR periode 2014-2019 yang masa jabatannya akan segera berakhir. Apalagi, surat keputusan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo cenderung malah melemahkan KPK.
”KPK tidak boleh dilemahkan. Selama ini, masyarakat menaruh harapan besar pemberantasan korupsi pada KPK,” kata Reynaldi saat diskusi di kantor LBH Bandar Lampung, Senin (16/9/2019).
KPK tidak boleh dilemahkan. Selama ini, masyarakat menaruh harapan besar pemberantasan korupsi pada KPK.
KPK terbukti dapat membongkar kasus korupsi besar di Lampung yang sebelumnya tidak pernah tercium oleh kejaksaan dan polisi. Dalam kurun waktu 2018-2019, ada tiga bupati di Lampung yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Satu bupati lainnya ditangkap setelah ada laporan gratifikasi.
Selama ini, instansi kejaksaan dan Polri juga tidak mampu mengungkap kasus korupsi besar. Vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa korupsi juga cenderung rendah dan tak mampu memberikan efek jera.
Pengamat hukum dari Universitas Lampung, Yusdianto, mengatakan, sudah ada 63 dosen dan guru besar Universitas Lampung yang menandatangani petisi untuk menolak revisi UU KPK. Jumlah ini diyakini akan terus meningkat.
Dia menyebutkan, pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi dan amanat konstitusi. Tujuan bangsa untuk menyejahterakan rakyat akan sulit tercapai selama korupsi masih marak.
Direktur LBH Bandar Lampung Candra Muliawan mengatakan, pihaknya akan menggalang dukungan lebih banyak dari masyarakat yang menolak revisi UU KPK. Aksi pengumpulan tanda tangan dan pelantang telinga rusak dilakukan sejak Senin hingga Kamis, 16-19 September 2019.
LBH Bandar Lampung juga akan menggelar acara Kamisan untuk mengingatkan pemerintah bahwa masih banyak pelanggaran HAM yang belum tuntas. Hal itu jauh lebih penting untuk diusut ketimbang upaya pelemahan KPK.
Candra menambahkan, pihaknya mendesak agar Presiden Joko Widodo mencabut surat keputusan terkait revisi UU KPK. Pasalnya, keputusan Presiden itu justru dinilai menyetujui usulan DPR terkait upaya pelemahan KPK.