Petenis putra Indonesia perlu mengikuti lebih banyak turnamen guna menambah pengalaman berkompetisi. Pengalaman itu diperlukan untuk menghadapi pertandingan penting, seperti Piala Davis.
Oleh
Yulia Sapthiani
·5 menit baca
Tim Piala Davis Indonesia berharap terjadi kejutan saat menghadapi Selandia Baru pada Grup II Zona Asia/Oseania di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 14-15 September. Namun, tanpa bekal yang mumpuni, kejutan pun tak terjadi. Indonesia kalah 1-3 dan harus mempertahankan diri di Grup II melalui babak play off 2020.
Kejutan pertama diharapkan melalui M Rifqi Fitriadi dan David Agung Susanto, Sabtu (14/9/2019). Tampil di dua nomor tunggal, mereka berada di ambang kemenangan, tetapi berbalik kalah. Tertinggal, 0-2, peluang untuk menang kian berat karena Selandia Baru memiliki petenis spesialis ganda yang rutin tampil dalam ATP Tour dan Grand Slam.
Michael Venus, peringkat 10 dunia di nomor ganda, adalah juara ganda putra Perancis Terbuka 2017 (bersama Ryan Harrison/AS), finalis ganda putra Wimbledon 2018 (Raven Klaasen/Afrika Selatan), dan finalis ganda campuran AS Terbuka 2017 dan 2019 bersama Chan Hao Ching (Taiwan). Venus juga semifinalis Wimbledon 2019 bersama Klaasen.
Meski lawan punya prestasi jauh lebih tinggi, kejutan tetap diharapkan terjadi. ”Mudah-mudahan ada kejutan, ya,” ujar Ketua Umum PP Pelti Rildo Ananda Anwar, sekitar 30 menit sebelum pertandingan ganda berlangsung.
Untuk melawan Venus/Marcus Daniell, Indonesia menurunkan David Agung dan Anthony Susanto menggantikan Anthony/Ari Fahresi. Berbeda dengan Venus/Daniell yang rutin mengikuti ATP Tour dan Grand Slam, David dan Anthony bermain di kelas Future dalam agenda Federasi Tenis Internasional (ITF). Itu karena David hanya berperingkat ke-1.195 dunia dan Anthony pada 1.852. Mereka pun sering bermain sejak babak kualifikasi atau mendapat wild card jika turnamen digelar di Indonesia.
Di bawah terik matahari, harapan terjadi kejutan pun surut. David/Anthony takluk 0-6, 2-6 dalam waktu 55 menit. Duet adik-kakak itu hanya mendapat 28 poin, sedangkan lawan dengan 58 poin. Dalam empat gim saat memegang servis, Venus/Daniell tak memberi satu poin pun kepada David/Anthony.
David/Anthony kesulitan mengembalikan servis, menahan permainan net yang penting dalam permainan ganda, serta forehand yang tak kalah kencang dengan servis. Saat Venus meraih winner melalui forehand yang sangat kencang, hingga bola jatuh menyusur garis tunggal, David hanya bisa tersenyum.
”Kami sudah berusaha memberi perlawanan, tetapi sulit mengalahkan mereka karena level permainan berbeda,” komentar Anthony, yang melakukan dua kali double fault pada gim terakhir.
Tim Indonesia mendapat hiburan ketika Ari Fahresi (17), yang baru pertama kali menjadi anggota Tim Davis Indonesia, membuat skor akhir menjadi 3-1. Ari mengalahkan tunggal pertama Selandia Baru, Ajeet Rai, 6-3, 2-6, 10-7.
Kemenangan itu didapat Ari berkat pola pikir tanpa beban yang dibawanya ke lapangan. ”Semangat saya pun sangat tinggi karena baru tampil pertama kali,” ujar Ari yang masih bertanding di level yunior.
Perbanyak pertandingan
Dengan kekalahan ini, Indonesia harus mengikuti play off Grup II Dunia untuk bisa bertahan di Grup II Asia/Oseania, Maret 2020. Babak ini akan diikuti 24 tim dari zona Asia, Amerika, Afrika, dan Eropa. Sebanyak 12 pemenang akan bertahan pada Grup II, sedangkan 12 tim kalah turun ke Grup III pada zona masing-masing.
Persaingan dengan format global ini menyajikan tantangan lebih berat, terutama jika bertemu tim Eropa. Di antara tujuh tim Eropa yang akan tampil pada play off Grup Dunia II ada Yunani, yang memiliki Stefanos Tsitsipas sebagai petenis peringkat ketujuh dunia.
Untuk menghadapi play off, juga SEA Games Filipina 2019 pada 30 November-11 Desember, pelatih timnas putra, Febi Widhiyanto, berharap petenis mengikuti lebih banyak turnamen. ”Tak hanya turnamen internasional, tetapi turnamen nasional. Ini diperlukan untuk mengasah semangat berkompetisi mereka,” ujar Febi.
Tampil dalam turnamen nasional menjadi pilihan terbaik saat ini terkait masih rendahnya peringkat internasional petenis Indonesia. Dengan posisi itu, mereka sering kali hanya mendapat jatah dari babak kualifikasi. Kesempatan tampil langsung dalam babak utama hanya bisa didapat saat Indonesia menjadi tuan rumah, itu pun mereka mendapat wild card.
”Untuk itu, saya pun berharap turnamen nasional bisa lebih banyak,” kata Febi. Dalam laman resmi PP Pelti, hanya ada delapan turnamen diakui PP Pelti (TDP) nasional untuk umum selama 2019 dan 18 turnamen untuk petenis yunior.
Pengalaman berkompetisi itulah yang menjadi pembeda petenis Indonesia dan Selandia Baru. Dengan tampil pada 10-27 turnamen pada 2019, Venus dan kawan-kawan terbiasa menghadapi berbagai tekanan dalam pertandingan. Adapun pemain tim Piala Davis Indonesia hanya mengikuti 3-7 turnamen.
”Pengalaman kami bermain di ATP Tour dan Grand Slam menjadi keuntungan. Kami terbiasa bermain dalam level tinggi menghadapi petenis-petenis top,” ujar Daniell, peringkat ke-46 ganda.
Febi mengatakan, motivasi menjadi pembeda di antara atlet yang rajin dan jarang mengikuti turnamen internasional. Selama ini, mereka mengeluhkan sulit mendapat sponsor untuk membiayai turnamen.
Padahal, seperti dilakukan Christopher ”Christo” Rungkat dan petenis putri, di antaranya Aldila Sutjiadi, Jessy Rompies, dan Beatrice Gumulya, tak jarang mereka menggunakan uang sendiri untuk mengikuti tur demi menambah pengalaman.
Tim untuk Play off Grup Dunia II 2020
Kalah dari Grup II
Amerika: El Salvador, Guatemala, Paraguay atau Meksiko