Utang luar negeri Indonesia per Juli 2019 mencapai 395,309 miliar dollar AS. Baik utang pemerintah dan bank sentral maupun utang swasta bertambah dibandingkan dengan per Juni 2019.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA/FERRY SANTOSO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Utang luar negeri Indonesia per Juli 2019 mencapai 395,309 miliar dollar AS. Baik utang pemerintah dan bank sentral maupun utang swasta bertambah dibandingkan dengan per Juni 2019.
Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin (16/9/2019), yakni Rp 14.020 per dollar AS, utang luar negeri per Juli 2019 setara Rp 5.542 triliun.
Jumlah itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral 197,522 miliar dollar AS dan utang swasta 197,787 miliar dollar AS. Pada Juni 2019, utang pemerintah dan bank sentral 195,543 miliar dollar AS, sedangkan utang swasta 195,541 miliar dollar AS.
Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengingatkan korporasi swasta dan BUMN perihal risiko utang luar negeri yang meningkat seiring pertumbuhan utang yang semakin tinggi.
”Kenaikan utang luar negeri swasta perlu dicermati karena besarnya kebutuhan untuk refinancing (pembayaran utang jatuh tempo) dan bunga, khususnya pada BUMN,” ujarnya di Jakarta.
Bhima berpendapat, korporasi perlu mulai mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri, melakukan lindung nilai secara berkala, mendiversifikasi sumber pembiayaan yang rendah risiko, serta mendorong kinerja sektor yang berorientasi pada penerimaan ekspor.
”Sebaiknya kondisi keuangan sektor swasta dijaga agar jangan terlalu agresif ekspansi dengan menambah utang karena kondisi makro belum stabil,” ujarnya menambahkan.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan, ada perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berorientasi ekspor memiliki utang luar negeri. ”Eksportir menggunakan bank luar negeri antara lain karena pembeli di luar negeri ingin pembayaran dilakukan melalui bank luar negeri,” katanya.
Ade berpendapat, risiko utang luar negeri oleh perusahaan TPT yang berorientasi ekspor tidak berbahaya. ”Yang berbahaya, kalau pinjaman dalam mata uang dollar AS, tetapi orientasi pasarnya lebih banyak di pasar domestik yang menggunakan transaksi rupiah,” katanya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menyebutkan, utang luar negeri pemerintah yang meningkat itu didorong arus masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik. Sementara utang luar negeri swasta tumbuh sejalan dengan peningkatan kebutuhan investasi korporasi.
”Peningkatan utang luar negeri swasta terutama bersumber dari penerbitan obligasi global oleh korporasi, bukan lembaga keuangan,” ujar Onny. (DIM/FER)