Pasar Saham Tertekan akibat Ketegangan di Timur Tengah
›
Pasar Saham Tertekan akibat...
Iklan
Pasar Saham Tertekan akibat Ketegangan di Timur Tengah
Pasar saham global berada di tengah tekanan sentimen meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul penyerangan terhadap kilang pengolahan minyak di Arab Saudi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Pasar saham global berada di tengah tekanan sentimen meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul penyerangan terhadap kilang pengolahan minyak di Arab Saudi. Harga minyak berjangka turun setelah Amerika Serikat menegaskan kemungkinan pelepasan cadangan minyaknya serta membuka opsi membalas serangan di Arab Saudi itu lewat aksi militer.
Penurunan di pasar saham, khususnya di Asia, pada Selasa (17/9/2019) ini relatif terbatas. Namun, kepercayaan investor terlihat lemah, mendukung aset-aset safe haven naik, seperti emas. Investor juga terlihat menunggu langkah yang akan diambil sejumlah bank sentral, terutama bank sentral AS, The Federal Reserve.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen pada Selasa pagi. Indeks saham Jepang turun 0,48 persen, sedangkan indeks saham Australia melemah 0,18 persen. ”Tentu ada nada risiko, tetapi saya terkejut pasar tidak bereaksi lebih,” kata Tsutomu Soma, Manajer Umum Solusi Bisnis Pendapatan Tetap di SBI Securities di Tokyo.
”AS dan negara-negara lain memiliki cadangan minyak yang membantu sentimen dalam kasus seperti ini. Investor juga menunggu hasil pertemuan The Fed,” ujar Soma menambahkan.
Harga minyak mentah Brent sebagai patokan internasional turun 1,2 persen menjadi 68,18 dollar AS per barel di Asia. Pada Senin, harga minyak mentah Brent melonjak 14,6 persen. Ini kenaikan secara persentase terbesar dalam satu hari, setidaknya, sejak tahun 1988. Harga minyak WTI juga turun 1,7 persen menjadi 61,86 dollar AS per barel di Asia. Harga minyak WTI melonjak 14,7 persen pada Senin. Ini juga kenaikan terbesar hariannya sejak Desember 2008.
Serangan pesawat tak berawak selama akhir pekan lalu telah memotong produksi minyak Arab Saudi. Badan Energi Internasional menyatakan, kondisi itu menciptakan gangguan terbesar terhadap pasokan minyak global dalam hal absolut sejak Revolusi Iran pada 1979.
Presiden AS Donald Trump telah memberikan otorisasi untuk merilis cadangan minyak mentah darurat jika diperlukan, yang dapat meredakan beberapa tekanan ke atas pada minyak mentah berjangka. Namun, hal itu juga menimbulkan risiko berlimpahnya pasokan sehingga dapat mempengaruhi harga secara sebaliknya.
Trump mengatakan, kemungkinan Iran berada di balik serangan di Arab Saudi itu. Namun, ia menekankan bahwa dia tidak ingin pergi berperang, sekalipun sebelumnya dirinya menyiratkan kemungkinan diambilnya opsi serangan balik melalui armada militernya.
Iran telah menolak tuduhan AS soal berada di balik serangan itu. Ketegangan antara kedua negara itu sudah meningkat sebelumnya terkait ambisi Iran dalam hal persenjataan nuklir. Serangan di Arab Saudi kemungkinan akan meningkatkan ketegangan regional lebih jauh.
Di Asia pada Selasa, saham berjangka AS naik 0,05 persen, tetapi sentimennya dinilai tetap rapuh. Pada awal perdagangan awal pekan ini di pasar Wall Street, Indeks S&P 500 berakhir melemah 0,31 persen. Sementara itu, di pasar komoditas, emas meningkat menjadi 1.498 dollar AS per troy ons, menyusul kenaikan hingga 0,70 persen sehari sebelumnya.
Posisi dollar AS sedikit berubah pada level 108,17 yen. Investor dan pelaku pasar akan menunggu tanda-tanda dari pertemuan The Fed. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga pada pertemuan kebijakan yang berakhir pada hari Rabu. Jika itu terjadi, hal ini akan dapat memberikan tekanan kepada Bank of Japan untuk melonggarkan kebijakan pada pertemuan hari berikutnya.
Investor global juga masih fokus pada perang dagang AS-China. Pembicaraan tingkat wakil kedua negara dijadwalkan akan dimulai di Washington pada Kamis. Hal itu akan membuka jalan bagi pembicaraan tingkat tinggi bulan depan yang bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan yang pahit yang telah berlangsung selama lebih dari setahun.
Tanda-tanda kemajuan untuk mengakhiri perang perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu dapat menjadi sentimen positif. Namun, negosiasi telah dilakukan sepenuhnya sehingga sulit untuk menilai apakah kedua pihak dapat mempersempit perbedaan mereka. (REUTERS)