Tidak sepadan dengan kemampuannya membeli mobil mewah, pemilik 1.461 kendaraan mewah belum melunasi kewajibannya membayar pajak. Pemerintah menuntut mereka segera membayar sebelum sanksi dijatuhkan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemilik 1.461 mobil mewah di Jakarta belum melunasi pajaknya. Total tunggakan pajak kategori mobil mewah itu mencapai Rp 48,683 miliar. Wajib pajak pun diminta segera membayar kewajibannya tersebut hingga akhir 2019 sebelum akhirnya dilakukan pemblokiran rekening hingga penyitaan aset.
Kepala Unit Pelayanan Penyuluhan dan Layanan Informasi Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Hayatina, di Jakarta, Selasa (17/9/2019), mengatakan, penunggak pajak akan diberikan tenggat pembayaran hingga akhir Desember 2019. Jika pada 2020 pemilik kendaraan tak juga membayar pajak, mekanisme pemblokiran rekening hingga penyitaan aset akan mulai dijalankan.
Berdasarkan catatan BPRD, total mobil mewah yang belum lunas pajak kendaraan mencapai 1.461 unit. Di antaranya, ada merek mobil mewah BMW (166 unit), Toyota (123 unit), Land Rover 108 (unit), Lamborghini (22 unit), dan Aston Martin (12 unit).
Apabila ditinjau lebih dalam, merek yang tunggakan pajaknya paling besar adalah BMW sebesar Rp 4.207.947.600 (Rp 4,2 miliar). Setelah itu, ada BMW sebesar Rp 4.207.947.600 (Rp 4,2 miliar), Land Rover sebesar Rp 3.158.422.300 (Rp 3,15 miliar), Lamborghini sebesar Rp 2.189.052.800 (Rp 2,18 miliar), Rolls-Royce sebesar Rp 1.611.927.600 (Rp 1,61 miliar), dan Aston Martin sebesar Rp 875.151.500 (Rp 875 juta).
Sanksi bertahap
Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Syafruddin menuturkan, pihaknya telah menyiapkan mekanisme penagihan apabila wajib pajak tak kunjung membayar tunggakannya. Mekanisme penagihan terbagi menjadi dua, yakni pasif dan aktif.
Penagihan pasif itu meliputi pemberian surat peringatan pertama hingga ketiga. Setiap tahapan peringatan memiliki tenggatnya masing-masing, misalnya surat peringatan pertama (21 hari), peringatan kedua (14 hari), dan peringatan ketiga (7 hari).
Apabila penagihan pasif itu tak direspons, Pemerintah Daerah DKI akan melakukan penagihan aktif berupa surat paksa, rencana pelaksanaan penyanderaan (gijzeling), pemblokiran rekening, hingga penyitaan dan lelang harta benda wajib pajak sebagai pelunasan tunggakan pajaknya.
”Mekanisme itu dilakukan apabila wajib pajak tak kooperatif untuk bayar pajaknya, wajib pajak tak punya itikad baik untuk bayar pajaknya, dan wajib pajak punya itikad ke luar negeri untuk menghindari pembebanan pajak,” ujar Faisal.
Faisal menjelaskan, BPRD akan bekerja sama dengan kepolisian serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dalam pelaksanaan penyanderaan wajib pajak yang belum membayar tunggakannya.
”Nanti kami akan titipkan mereka (penunggak pajak) ke lembaga pemasyarakatan, misalnya di Cipinang atau Salemba, selama enam bulan. Ini salah satu upaya kami yang terakhir kalau wajib pajak sudah bandel juga atas kewajiban pajaknya,” kata Faisal.
Sementara itu, untuk pemblokiran rekening, BPRD akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Apabila sudah disetujui, pengemplang pajak tak akan bisa lagi memanfaatkan rekeningnya.
”Dia harus bayar pajaknya dulu. Kalau pajak sudah bayar, baru blokir rekening dibuka. Tetapi, kalau belum, dia enggak akan bisa melakukan transaksi apa pun, akan diblokir BI,” ucap Faisal.