Penangkapan ikan menggunakan alat yang merusak ekosistem kelautan masih terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Barat. Pengawasan oleh aparat berwenang, termasuk dengan melibatkan masyarakat, perlu terus digencarkan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
SUMBAWA BARAT, KOMPAS — Penangkapan ikan menggunakan alat yang merusak ekosistem kelautan masih terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Barat. Pengawasan oleh aparat berwenang, termasuk dengan melibatkan masyarakat, perlu terus digencarkan.
Kasus terakhir, sejumlah nelayan di perairan Pulau Paserang, Kabupaten Sumbawa Barat, ditangkap polisi karena diduga menangkap ikan menggunakan bom atau peledak. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTB Komisaris Besar Purnama di Mataram, Selasa (17/9/2019), mengatakan, penangkapan bermula ketika tim Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polda NTB menggelar patroli rutin, Senin (16/9/2019) dini hari.
Terdengar suara ledakan di laut lima kali. Setelah itu, ada dua orang yang menyelam mengambil ikan.
Menurut Purnama, patroli dimulai sekitar pukul 01.00 Wita dari Pulau Kanawa, pulau kecil di perairan Sumbawa Barat. Saat tiba di Pulau Paserang, pulau kecil lainnya, sekitar pukul 05.00 Wita, mereka menemukan empat perahu nelayan yang diduga sedang merakit bom.
”Sekitar pukul 05.30 Wita, terdengar suara ledakan di laut lima kali. Setelah itu, ada dua orang yang menyelam mengambil ikan,” kata Purnama.
Melihat hal itu, tim patroli dari Ditpolair Polda NTB langsung mendekat dan memeriksa para nelayan tersebut. Saat diperiksa, beberapa nelayan berusaha membuang tiga karung botol berisi pupuk (bahan dasar pembuatan bom) untuk menghilangkan barang bukti.
Dari pemeriksaan, tim menahan lima nelayan yang seluruhnya berasal dari Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Mereka adalah AK (45), Y (35), M (35), A (45), dan MI (30).
Selain lima nelayan tersebut, tim juga menyita sejumlah barang bukti, seperti perahu, ikan hasil tangkapan, sejumlah botol, dan serokan ikan. Turut pula disita sejumlah peralatan menyelam, seperti kaca selam, sepatu katak, kompresor, dan selang.
Direktur Polair Polda NTB Komisaris Besar I Made Sunarta menambahkan, hingga hari ini, pemeriksaan terhadap kelima nelayan masih dilakukan di Pangkalan Luk, Kabupaten Sumbawa. Ia mengimbau agar nelayan tidak menggunakan bom dalam menangkap ikan karena merusak ekosistem laut.
Sering terjadi
Kasus tersebut menambah daftar penangkapan nelayan yang menggunakan bom ikan di NTB sepanjang 2019. Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, penangkapan juga pernah dilakukan oleh personel Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Mataram di perairan Seriwe, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Maret 2019. Empat nelayan asal Lombok Timur ditangkap.
Pada Mei 2019, penangkapan juga dilakukan Kepolisian Resor Bima terhadap seorang nelayan di pesisir Pantai Desa Bala, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Nelayan tersebut ditangkap karena diduga memiliki bom ikan.
Kepala Seksi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Sugianur sebelumnya mengatakan, selain sosialisasi, upaya pengawasan dan patroli untuk mencegah penangkapan ikan dengan alat yang dapat merusak ekosistem laut juga terus mereka lakukan. Mereka menggandeng pihak terkait lain, seperti kepolisian dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Meski demikian, Sugianur menyatakan, dengan jumlah personel yang terbatas, tidak seluruh wilayah perairan bisa terpantau. Oleh karena itu, dia berharap masyarakat ikut ambil bagian dalam upaya mencegah penangkapan ikan dengan alat yang merusak.
Terkait penggunaan bom, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan secara tegas melarang hal itu. Menurut undang-undang tersebut, apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti seseorang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, dapat dikenai sanksi paling lama 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 2 miliar.