Ambisi Besar Video ”Receh” Tiktok
Apa pesona dari layanan berbagi video 15 detik bernama TikTok? Sebagian menyebutnya "receh" atau "alay" karena konten hiburan yang mungkin tidak relevan. Namun, sebanyak 500 juta lebih pengguna mereka seharusnya memberi pesan penting bagi kita: masa depan mereka masih panjang.
Video yang biasa ditemukan di TikTok berdurasi maksimal 15 detik dan umumnya berisi pengguna berusia belasan tahun yang seolah menyanyi dengan bibir yang menirukan lirik lagu yang mengalun di latar belakang. Ada pula potongan adegan komedi pengundang tawa maupun joget. Pengguna tinggal menikmati video-video yang disusun vertikal dengan usap layar ke atas atau bawah.
Terdapat "tantangan" atau tagar untuk diikuti para pengguna, biasanya memanfaatkan efek filter atau lagu pengiring yang sama. Tantangan #mukakocak misalnya menantang pengguna untuk menampilkan mimik yang tidak lazim dengan harapan mengundang tawa. Tantangan lainnya seperti #colorfulmedan yang mengajak pengguna berpose dengan filter gambar latar belakang panorama Kota Medan.
Promosi film "Gundala" yang diarahkan oleh Joko Anwar pun tidak ketinggalan melibatkan TikTok, dengan menantang para pengguna untuk berpose untuk kemudian efek petir bermunculan serta potongan lagu dari grup musik Kotak berjudul Growing Up yang menjadi tema resmi film tersebut.
Mungkin terkesan main-main, atau bahkan membuang waktu. Namun daya tarik TikTok mampu merebut hati pengguna berusia 18-24 tahun karena sifatnya yang menghibur. Berusia 5 tahun, layanan yang diperkenalkan oleh ByteDance asal China mengumumkan pada bulan Juni sudah menggaet pengguna aktif bulanan sebesar 528 juta dari 150 negara.
Dalam waktu singkat, nama ini langsung bertengger pada daftar layanan media sosial yang berusia lebih lama seperti Twitter, LinkedIn, Pinterest dan Snapchat. "Tapi kami bukanlah media sosial," tegas Chatrine Siswoyo, Head of Communications TikTok Indonesia saat ditemui Senin (16/9/2019).
Melengkapi
Meskipun juga memiliki sistem "pengikut" dan "mengikuti" bukan berarti konten yang bisa dinikmati oleh pengguna TikTok menjadi terbatas. Semua tidak lepas dari pemanfaatan kecerdasan buatan dan algoritma untuk menyodorkan konten yang relevan.
Itulah alasan yang melatarbelakangi video yang dihasilkan oleh pengguna dengan pengikut 100 orang bisa ditonton lebih banyak lagi. Asalkan mampu menarik pengguna lain untuk menyimak, video tersebut akan terus disodorkan di linimasa.
Angga Anugrah Putra, Head of User and Content Operations Tiktok Indonesia, menyebut bahwa teknologi milik ByteDance mampu memproses video-video yang diunggah untuk masuk ke mesin filter untuk menghindari video yang mengandung kekerasan atau adegan dewasa lantas diperiksa oleh operator manusia di kantor global dan kantor Indonesia.
"Inilah yang membuat video yang bisa terus viral. Kalau operator di Indonesia melihat sebuah video lama yang masih ada penontonnya akan kembali didorong sampai tidak ditonton lagi," ujarnya.
Kecerdasan buatan yang dimiliki ByteDance akan belajar dari video-video yang diunggah sebelumnya untuk menentukan sasaran pengguna yang terpapar. Itulah kenapa, menjadi konsisten dalam tema video yang diunggah akan berperan penting dalam peluang pengguna untuk ditemukan.
Dan TikTok, ujar Angga, tidak berposisi untuk bersaing dengan media sosial lainnya tapi justru melengkapi. Satu hal yang menarik, mereka dengan lisensi musik yang dimiliki bisa membagi video ke media sosial lain tanpa khawatir diturunkan karena pelanggaran hak cipta. Hal itu dimungkinkan karena identitas TikTok yang ada pada setiap video yang diunggah.
Hal menarik lainnya adalah beberapa pengguna justru memanfaatkan TikTok sebagai platform untuk menggiring mereka ke akun media sosial lainnya. Ditemukan beberapa akun yang memajang petunjuk untuk menonton video selengkapnya di kanal Youtube mereka atau Instagram.
Untuk jangka pendek, strategi ini mungkin efektif dalam menggalang pengguna. Namun belum diketahui keberlangsungan di masa mendatang.
Matang
Di negara asalnya, TikTok dikenal dengan nama Douyin dan memiliki ekosistem pengguna yang terpisah dengan TikTok. Artinya, pengguna TikTok tidak akan bisa mencari pengguna Douyin dan sebaliknya. Bagi pengguna di luar China, satu-satunya cara untuk mengakses Douyin adalah dengan datang ke sana dan mencobanya sendiri.
Kesempatan ini datang sewaktu Kompas berada di China pada awal September 2019 untuk mengikuti Huawei Asia-Pacific Innovation Day di Chengdu. Begitu di sana dan membuka aplikasi TikTok, langsung diarahkan mengunduh Douyin dan membuat akun baru.
Pengalaman menggunakan Douyin sungguh berbeda dengan TikTok. Ilustrasi yang paling mudah dipahami: Douyin merupakan versi yang matang dari TikTok dengan ekosistem dan fitur yang sudah jauh lebih maju.
Dari sisi konten, video pendek yang ada di Douyin lebih beragam dengan konten yang informatif seperti tips fotografi, peristiwa terkini, hingga promosi produk. Tidak ketinggalan akun-akun dari lembaga seperti kepolisian dan militer memanfaatkan layanan ini untuk memunculkan kesan positif, hingga sampai satu titik terlihat seperti propaganda.
Meskipun tampilan antarmuka dua layanan ini sama, fitur yang ditawarkan jauh lebih maju. Aplikasi Douyin memiliki opsi untuk menonton siaran langsung yang tidak ditemukan di TikTok. Fitur belanja daring juga ditemui di aplikasi ini berupa pintasan untuk membeli produk yang ditampilkan sewaktu video diputar.
Muncul pertanyaan: "Apakah ini masa depan TikTok? Tepatnya TikTok di Indonesia?
Menurut Angga, pengalaman yang terjadi di Indonesia sangat mungkin bakal berbeda dengan di China. Satu hal yang utama adalah mereka menyesuaikan dengan pendekatan di Indonesia. Salah satunya kecenderungan bahwa konten hiburan dan komedi lebih disukai di Indonesia, itulah yang akan terus dikembangkan di pasar Tanah Air.
Dia memastikan bahwa konten TikTok di Indonesia pun makin beragam dengan video yang juga bermanfaat. Salah satunya adalah konten dari pengguna rimaauthari yang rutin merilis video belajar bahasa Jepang melalui ungkapan sehari-hari.
Kanal informasi
Demografi yang disasar TikTok saat ini adalah 18-24 tahun, menjadikan konten pada layanan tersebut menjadi sulit dipahani pengguna dari rentang usia yang lebih tua. Meski demikian, tidak menghalangi lembaga resmi di Indonesia untuk mencoba TikTok sebagai kanal informasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah contoh dari lembaga negara yang memanfaatkan TikTok. Akun kemkominfo sudah mengunggah 31 video dengan gaya mengikuti tren TikTok melalui penggunaan filter maupun efek video. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi lewat akun imam_nahrawi baru mengunggah dua video, itu pun diperkirakan pada bulan Agustus karena bertema kemerdekaan.
Menurut Chatrine, menjadi tantangan bagi lembaga yang memiliki angkatan kerja paling muda bahkan dari milenial untuk memahami platform yang banyak dipakai oleh generasi yang lebih muda. Namun bila hal itu diatasi, mereka bisa bersentuhan dengan demografi muda yang berperan penting di masa mendatang.
Bagaimana pemanfaatan TikTok oleh perusahaan berita? Beberapa institusi mulai memakai meski baru terlihat dalam taraf eksperimen.
Akun washingtonpost milik koran Washington Post memanfaatkan TikTok untuk menunjukkan sisi lain dari ruang redaksi mereka dengan cara yang menghibur. Beberapa video menunjukkan keseharian dari awak redaksi seperti jurnalis data maupun editor ekonomi saat bekerja dengan pendekatan komedi.
Berbeda dengan media sosial lainnya yang memiliki instruksi untuk melakukan sesuatu (call to action) seperti klik ke tautan dan sebagainya, video yang mereka buat hanya bisa dinikmati tanpa ada kelanjutan. Di tengah eksperimen untuk menjajal platform baru, pesan mereka tetap jelas: we are a newspaper atau kami adalah koran.
Tidak ada yang tahu bagaimana layanan ini akan berkembang seperti apa di masa mendatang, tapi semua tahu bahwa audiens yang sudah dikumpulkan TikTok amatlah sayang untuk dilewatkan begitu saja. Pengguna remaja adalah calon pembaca atau pelanggan 5-10 tahun mendatang.
Meskipun terpaut generasi, bukan mustahil untuk mencoba dan ikut membuat konten bersama. Sama seperti teks di profil akun nbcnews yakni "kita sudah ada selama 75 tahun, tapi kita tidak tua."