Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Sumatera Barat menduduki kantor Gubernur Sumbar dalam unjuk rasa terkait kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, Rabu (18/9/2019).
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Sumatera Barat menduduki kantor Gubernur Sumbar dalam unjuk rasa terkait kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, Rabu (18/9/2019). Mereka menduduki kantor gubernur karena kecewa tidak bisa bertemu gubernur, meskipun sudah dua hari melakukan aksi.
Sebagian mahasiswa yang kecewa itu menerobos masuk ke kantor gubernur meskipun sudah ditahan petugas keamanan. Di dalam, mereka memaksa bertemu Gubernur Irwan Prayitno. Ratusan mahasiswa bertahan di lantai II depan ruangan gubernur, tetapi orang nomor satu di Sumbar itu sedang tidak di kantor.
Koordinator aksi Ahmad Syarif A menjelaskan, massa memaksa masuk karena pada aksi sebelumnya Wakil Gubernur Nasrul Abit menjanjikan mereka bertemu gubernur. Namun, setelah menunggu sekitar 1,5 jam, orang yang dinanti tidak kunjung menemui pengunjuk rasa.
"Wakil gubernur menjanjikan kami bahwa 13.00 Gubernur akan menemui kami di sini. Jadi setelah kami tunggu sampai 14.30, tidak hadir. Massa akhirnya naik ke ruangannya, tetapi gubernur tidak ada. Kami kecewa, karena setiap aksi gubernur tidak pernah menemui kami," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, bertemunya massa aksi dengan gubernur sangat penting. Sebagai pimpinan tertinggi di Sumbar, gubernurlah yang akan menyampaikan tuntutan mereka terkait bencana kabut asap dan dampaknya terhadap masyarakat Sumbar kepada pemerintah pusat.
Tuntutan
Adapun tuntutan dari pengunjuk rasa, antara lain gubernur mesti mendesak pemerintah pusat menyelesaikan masalah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia selama 7 hari kerja dan mengungkap oknum pelaku pembakaran. Gubernur juga dituntut menyelesaikan masalah kebakaran hutan di Sumbar dan mengungkap oknum pelaku pembakaran.
Gubernur mesti memberikan pelayanan kesehatan gratis ke masyarakat Sumbar yang terkena dampak asap kebakaran hutan dan lahan. Gubernur dituntut pula memadamkan lahan terbakar di Sumbar melalui hujan buatan dan memitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan pascakebakaran.
Dalam aksi massa juga sempat membakar ban bekas di depan kantor gubernur. Itu merupakan bentuk kekecewaan terhadap gubernur yang tidak mau menemui mahasiswa dan bentuk sindiran terhadap pemerintah daerah terkait bencana kabut asap. "Itulah asap yang dirasakan saudara-saudara kami di Sumbar, Riau, Jambi, dan Kalimantan," ujarnya.
Ketua BEM Universitas Negeri Padang Indra Kurniawan menambahkan, meskipun kebakaran hutan dan lahan di Sumbar tidak semasif daerah lain, banyak masyarakat Sumbar terkena dampak kabut asap, terutama di daerah perbatasan, seperti Limapuluh Kota, Payakumbuh, dan Dharmasraya. Namun, sejauh ini, reaksi dari pemprov baru berupa surat edaran untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan dan penggunaan masker.
"Kami juga meminta pernyataan sikap kepada bapak gubernur terhadap korporasi pemicu kebakaran hutan dan lahan. Jangan sampai nanti hutan kita juga dibabat habis seperti hutan saudara-saudara kita di provinsi yang lain. Sayangnya, bapak gubernur belum hadir," katanya.
Massa yang bertahan hingga pukul 17.00 akhirnya membubarkan diri. Mereka berencana kembali melakukan aksi yang lebih besar Senin (23/9/2019) dengan jumlah massa yang lebih banyak. Massa tidak akan berhenti sebelum gubernur menemui mereka.
Masih tebal
Ditemui terpisah, Kepala Bagian Humas Kabupaten Dharmasraya Budi Waluyo mengatakan, kabut asap di Dharmasraya masih tebal dengan jarak pandang kurang dari 300 meter. Adapun angka PM 10 mencapai 350 mikrogram per meter kubik (µg/m3) pada siang dan 450 µg/m3 pada malam.
"Kondisi udara di Dharmasraya sudah sangat tidak sehat. Tanda-tanda asap akan menghilang juga belum ada," kata Budi ketika berkunjung ke Padang.
Adapun upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Dharmasraya adalah membagikan 25.000 masker untuk warga. Pemkab menyiapkan pula seluruh perangkat rumah sakit dan puskesmas agar siap mengantisipasi bencana kabut asap dengan menyediakan obat. Pemkab juga meliburkan sekolah selama tiga hari hingga Kamis (19/9) besok.
Menurut Budi, sejauh ini, kabut asap telah berdampak pada meningkatnya keluhan warga terkait ISPA. Pada 11 September, jumlah kasus ISPA baru 61 kasus. Sementara, 17 September, angkanya naik menjadi 111 kasus. Jumlah itu berasal dari laporan 14 puskesmas di Dharmasraya, belum termasuk data dari dua RSUD dan 52 puskesmas tingkat nagari.