Keinginan Indonesia menjadi surga belanja, sebagai salah satu bagian dari industri pariwisata, masih sulit diwujudkan. Sebab, sampai saat ini belum banyak dukungan untuk mencapai keinginan tersebut.
Oleh
Maria Clara Wresti
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keinginan Indonesia menjadi surga belanja, sebagai salah satu bagian dari industri pariwisata, masih sulit diwujudkan. Sebab, sampai saat ini belum banyak dukungan untuk mencapai keinginan tersebut.
Setidaknya, ada tiga permasalahan yang dihadapi, yakni proses pengembalian pajak atau tax refund yang masih sulit bagi wisatawan, jumlah toko yang tergabung dalam pengembalian pajak masih sedikit, dan belum ada factory outlet di Indonesia.
Sejauh ini, wisata belanja di Indonesia hanya menarik bagi wisatawan Nusantara. Namun, bagi wisatawan mancanegara, Indonesia belum jadi magnet belanja.
”Kita memang sudah ada layanan pengembalian pajak, tetapi pajak baru bisa dikembalikan jika jumlah belanjanya Rp 5 juta. Sementara, di Singapura, cukup belanja Rp 1 juta sudah dapat pengembalian pajak,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya saat meluncurkan Wonderful Indonesia Culinary & Shopping Festival (WICSF) 2019 di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Selain itu, di sejumlah negara, sudah banyak toko yang menjadi peserta pengembalian pajak bagi wisatawan. ”Dan, yang tak kalah penting, di negara-negara surga belanja, mereka memiliki factory outlet atau pusat perbelanjaan yang khusus menjual barang-barang bermerek,” kata Arief.
Di Malaysia, saat ini setidaknya ada dua factory outlet, yakni di Genting dan Johor Bahru. Di pusat perbelanjaan khusus barang bermerek itu, semua barang tidak dikenai pajak. Pembeli tidak perlu mengurus pengembalian pajak.
Dengan kemudahan tersebut, pembeli tertarik berbelanja di pusat belanja barang bermerek meskipun lokasinya jauh dari pusat kota.
Untuk kuliner, Indonesia juga kesulitan menentukan makanan nasional. Kesulitan itu akibat ragam makanan yang sangat banyak.
Badan Ekonomi Kreatif telah memilih soto sebagai makanan nasional Indonesia. Sementara Kementerian Pariwisata memilih lima makanan yang akan dipromosikan, yakni soto, sate, rendang, nasi goreng, dan gado-gado.
”Pekerjaan untuk mempromosikan kuliner Indonesia juga masih banyak karena keterbatasan anggaran. Selain itu, jumlah restoran Indonesia masih sangat terbatas di luar negeri sehingga masih banyak wisatawan yang belum mengenal masakan Indonesia,” ujarnya.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan S mengatakan, WICSF merupakan acara tahunan yang sudah berlangsung sejak 2016. ”Setiap tahun menunjukkan pertumbuhan positif. Tahun lalu hanya diikuti 150 pusat perbelanjaan, tahun ini yang mendaftar 300 pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia dengan target penjualan Rp 2,5 triliun,” kata Ridwan. (ARN)