Kartu Penyandang Disabilitas Mempermudah Difabel Beraktivitas
›
Kartu Penyandang Disabilitas...
Iklan
Kartu Penyandang Disabilitas Mempermudah Difabel Beraktivitas
Pemerintah tengah merancang kartu indentitas bagi penyandang disabilitas. Kartu tersebut akan menjadi pegangan penyandang disabilitas mendapatkan kemudahan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Pemerintah tengah merancang kartu identitas bagi penyandang disabilitas. Tidak sekadar memperjelas identitas, kartu tersebut juga akan menjadi pegangan penyandang disabilitas untuk mendapatkan banyak kemudahan dalam menjalankan aktivitas keseharian.
”Kemudahan yang bisa didapat penyandang disabilitas tersebut antara lain bisa berupa diskon atau mendapatkan kemudahan atau fasilitas tertentu saat menggunakan fasilitas publik,” ujar Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Margowiyono, saat ditemui dalam acara di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (18/9/2019).
Saat ini, menurut dia, Kementerian Sosial sedang menyusun peraturan yang akan menjadi dasar hukum untuk penerbitan kartu serta menyusun kebutuhan dan kemudahan-kemudahan yang diperlukan penyandang disabilitas.
Dengan kartu ini, menurut Margowiyono, bukan berarti penyandang disabilitas harus diistimewakan. Namun, dengan pernyataan keterbatasan yang disebutkan dalam kartu, setiap orang diharapkan bisa memahami kondisi tersebut sehingga para penyandang disabilitas bisa dimudahkan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Penyandang disabilitas berhak mendapatkan kemudahan. Namun, sejauh ini, baru DKI Jakarta yang memberikan kartu serta kemudahan bagi para penyandang disabilitas.
Kementerian Sosial juga sudah berupaya membantu penyandang disabilitas agar bisa direkrut sebagai karyawan di sejumlah perusahaan. ”Selanjutnya, kami pun juga berupaya agar mereka (para penyandang disabilitas) bisa diterima bekerja di unit-unit usaha di Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN,” ujarnya.
Tahun ini, sudah ada 300 penyandang disabilitas yang disalurkan untuk bekerja di sejumlah perusahaan, antara lain Burger King dan PT Bijak. Terkait perekrutan tersebut, Margowiyono mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan upaya persiapan dan seleksi sesuai dengan kemampuan.
Kementerian Sosial juga memastikan setiap perusahaan perekrut menyiapkan sarana pendukung dan memperhatikan kondisi kecacatan sesuai dengan bidang kerja penyandang disabilitas tersebut.
Namun, di sisi lain, Kementerian Sosial juga berupaya memastikan agar setiap perusahaan perekrut harus menyiapkan sarana pendukung dan memperhatikan kondisi kecacatan sesuai dengan bidang kerja penyandang disabilitas tersebut.
”Hal terpenting adalah perusahaan harus menjamin aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Untuk penyandang tunanetra, misalnya, dia tidak mungkin ditempatkan di bagian administrasi karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan,” ujarnya.
Terkait dengan aksesibilitas tersebut, Kementerian Sosial juga sudah berupaya menggandeng sejumlah perusahaan untuk menyiapkannya.
Kepala BBRSPDI Kartini Temanggung, Murhardjani, mengatakan, mulai 1 Januari 2019, pembinaan di BBRSPDI yang semula bisa berlangsung dua hingga tiga tahun dibatasi menjadi enam bulan.
Namun, dengan program ini, semua warga penerima manfaat di BBRSPDI lebih difokuskan agar memiliki keterampilan, sehingga mampu hidup di tengah masyarakat secara mandiri.
”Dengan program pelatihan dan pembinaan tersebut, maka mulai 23 Mei lalu, kami sudah berhasil melepas 75 warga penerima manfaat untuk kembali ke rumah dan diterima bekerja di sejumlah perusahaan,” ujarnya.
Dalam diskusi ”Mempromosikan Peluang Kerja Inklusif”, Selasa (25/6/2019), di Jakarta, Co-Founder dan CTO dari Kerjabilitas Tety Sianipar mengatakan, kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas selalu terbuka. Masalahnya, perusahaan atau penyedia kerja tidak tahu atau belum punya pengalaman dalam merekrut penyandang disabilitas. Di sisi lain, informasi yang diterima penyandang disabilitas agar bisa masuk ke dunia kerja formal terbatas (Kompas, 26/6/2019).
”Menurut kami, yang paling penting adalah kualitas penyandang disabilitas itu sendiri. Sebab, tanpa kualitas, meski ada lowongan kerja, ya, akan sama saja atau tidak tahu mau jadi apa,” kata Tety.
Melalui UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Indonesia telah mengakomodasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas. Pasal 53 UU Penyandang Disabilitas telah mewajibkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 1 persen dari jumlah pekerja, sementara mewajibkan pemerintah dan badan usaha milik negara atau daerah untuk mempekerjakan setidaknya 2 persen dari jumlah pekerja.
Hal ini penting karena berdasarkan Survei Penduduk Antar-sensus 2015, jumlah penyandang disabilitas sekitar 8,56 persen dari total keseluruhan penduduk. Sementara berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional 2017, penduduk usia kerja disabilitas nasional berjumlah 21,9 juta orang. Dari jumlah itu, yang termasuk angkatan kerja 11,2 juta atau 51,18 persen.
Menurut Tety, peningkatan kualitas penyandang disabilitas tidak hanya mengenai keterampilan, tetapi juga cara berkomunikasi, cara membuat surat lamaran kerja yang benar, dan cara melakukan wawancara kerja dengan baik.