Menanti Shogun Baru ”Kesatria” Cahaya Lestari Surabaya
›
Menanti Shogun Baru ”Kesatria”...
Iklan
Menanti Shogun Baru ”Kesatria” Cahaya Lestari Surabaya
Masa depan tim basket CLS Knights Indonesia tidak jelas setelah Managing Partner Christopher Tanuwidjaja menyatakan mundur dari basket nasional. Juara ASEAN Basketball League 2018/2019 ini menunggu panglima baru.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
Ungkapan berhentilah saat berada di puncak benar-benar diambil Managing Partner CLS Knights Indonesia Christopher Tanuwidjaja. Kabar mengejutkan dari ”panglima” tim juara ASEAN Basketball League (ABL) 2018-2019 ini terkonfirmasi dalam jumpa pers pada Rabu (18/9/2019) malam di GOR Basket CLS atau GOR Kertajaya, Surabaya, Jawa Timur.
Sepekan sebelumnya, kalangan pencinta basket nasional didekati kabar kurang enak. CLS Knights tidak lagi memperpanjang kontrak di ABL setelah berlaga dua musim yang berakhir manis sebagai juara. Salah satu sebabnya, investor cabut yang ternyata adalah Christopher sendiri. Konglomerat muda pemilik Rodamas Group yang akrab disapa dengan panggilan Itop ini menyatakan sudah ”kapok” dan cabut dari basket profesional untuk beristirahat.
”Capek banget, sudah 12 tahun mengurusi Knights,” kata Itop di sela perbincangan seusai jumpa pers.
Ketua Yayasan Cahaya Lestari Surabaya Ming Sudarmono yang turut hadir dalam jumpa pers mengatakan, pihaknya menunggu kedatangan pengganti Itop. Yayasan tidak akan sanggup mengelola tim secara profesional. ”Bisanya kami mengelola tim amatir, tetapi kalau profesional, ya, harus orang yang benar-benar profesional seperti Koh Itop,” ujarnya.
Knights bubar? Ya. Seperti legenda Camelot, kemunduran dan bubarnya Kesatria Meja Bundar terjadi setelah kepergian sang pemimpin Raja Arthur. Begitu pula di CLS Knights. Tim basket profesional ini bubar setelah Itop selaku pemimpin Knights Management menyatakan mundur.
Namun, perpisahan saat kondisi adem ayem, tim sudah selesai berkompetisi dan menjadi juara. Seluruh kontrak pemain ternyata selesai bersamaan dengan berakhirnya kompetisi ABL. Tiada tanggungan gaji pemain.
”Capek banget, sudah 12 tahun mengurusi Knights,” kata Itop.
Sungguh, keputusan perpisahan Knights jelas menusuk. Bagaimanapun, sejak terjun menerima tantangan yayasan pada 2007, Itop mengembalikan marwah CLS. Tim ini dibawanya sebagai juara liga basket nasional pada 2016. Setelah itu, menjadi juara ABL yang diikuti oleh tim-tim Asia Tenggara ditambah Taiwan, Hong Kong, dan China.
Tertunda
Keputusan untuk cabut dari CLS sebenarnya sudah pernah diutarakan Christopher kepada yayasan dua tahun lalu. Namun, pada 2017, kondisi sedang tidak enak. Knights ketika itu menyatakan keluar dari Indonesia Basketball League (IBL) karena perbedaan prinsip yang tidak bisa diatasi. Knights keberatan mengubah status pengelolaan tim dari yayasan ke perseroan sehingga melabuhkan diri ke ABL yang ternyata berakhir gemilang.
”Anak-anak saya sudah mulai besar, waktunya untuk mencurahkan perhatian juga bagi keluarga,” ujar Itop, suami mantan pebasket nasional Sherly Humardani itu.
Masa depan tim profesional CLS sudah pasti belum jelas. Namun, beberapa pemain telah pindah ke klub-klub IBL. Antara lain, Katon Adjie Baskoro kini memperkuat Pelita Jaya. Jan Misael Panagan bergabung dengan Stapac Jakarta. Rachmad Febri Utomo pensiun. Sementara Arif Hidayat disibukkan di pemusatan pelatihan nasional (pelatnas).
Itop sendiri juga belum sepenuhnya cabut dari basket. Ia masih menjabat sebagai manajer tim putri. Lelaki ini tipe yang fokus. Mungkin ia tak ingin kesibukannya mengelola Knights mengganggu persiapan tim putri untuk SEA Games Filipina 2019.
Gelagat kepergian Itop juga sudah terbaca ketika menyatakan tidak terlibat lagi menangani tim putri Surabaya Fever. Tim yang ”dimiliki” Itop ini bisa dibilang kelompok putri dari Knights. Mereka berbagi GOR untuk pertandingan. Di kompetisi basket putri, Fever teramat cemerlang dengan selalu menjadi kampiun. Musim lalu, selepas Itop cabut dari Fever, tim tidak lagi berpartisipasi di Piala Srikandi.
Untuk itu, bisa dibilang komplet sudah kepergian basket luar biasa dari tanah Surabaya. Fever terlebih dahulu pamit, kemudian disusul Knights. Namun, tim amatir dalam pengelolaan Yayasan CLS sebagai pemasok pemain-pemain andal ke tim-tim nasional masih bergerak. Yayasan masih mengelola Sekolah Basket CLS yang terdiri dari sejumlah kelompok umur sampai 18 tahun.
Warisan
Mengutip laman CLS Knights Indonesia, Februari 1946 merupakan awal mula kalangan warga peranakan yang punya kegiatan rutin bola basket mendirikan Yayasan Chun Lik She. Dalam bahasa Mandarin, Chun berarti bersama, Lik adalah kekuatan, dan She berarti perkumpulan.
Chun Lik She bisa diartikan perkumpulan berfondasi kekuatan bersama. Tiga tahun kemudian, badan sosial itu membangun lapangan bola basket di Jalan Indrapura dengan tujuan pengembangan cabang olahraga tersebut.
Rezim Orde Baru yang berkuasa pada 1967-1998 punya kebijakan diskriminatif terhadap kaum peranakan Tionghoa, yakni larangan penggunaan bahasa selain Indonesia untuk nama organisasi dan tempat. Yayasan Chun Lik She berganti nama menjadi Yayasan Cahaya Lestari Surabaya.
Pada 1990, Komite Olahraga Nasional Indonesia Jawa Timur memberikan kepercayaan kepada CLS untuk membangun gelanggang olahraga indoor bertaraf internasional pada lahan seluas 4.000 meter persegi dan diresmikan gubernur saat itu Basofi Sudirman. Arena itu kini dikenal sebagai GOR Basket CLS atau GOR Kertajaya di tepi Jalan Kertajaya Indah Timur.
Sejak 1994, CLS mengikuti kompetisi bola basket nasional. Perjalanan di kompetisi bergengsi domestik itu selama ini ibarat roller coaster. Di akhir Kobatama, Wismilak CLS (nama saat itu) menjadi satu dari empat tim besar. Di era IBL, CLS malah akrab dengan posisi belakang.
Kemudian terjadi revolusi pada 2007 dengan perombakan tim dan manajemen. Christopher sebagai penerus konglomerasi distribusi, makanan, personal care, healthcare, kimia, kaca, baja, dan printing menusuk dengan Knights Management.
Saat mengikuti ABL dan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2017, Knights meluncurkan logo baru, yakni kesatria berbaju zirah dan berpedang emas serta berjubah dan berjambul ungu. Pada zirah juga ada ornamen batik sebagai salah satu warisan budaya Nusantara dari Pulau Jawa dan diakui dunia.
Bagian kuping helm zirah berona merah putih merupakan warna bendera Indonesia. Logo itu ingin melambangkan CLS Knights sebagai laskar elite dari Surabaya yang tak gentar bertarung seperti para pahlawan dalam Pertempuran Surabaya 1945 (Hari Pahlawan).
Yang terang, shogun telah pergi berikut pula legiun kesatria putra putri. Ada yang sebagian mengabdi kepada negara untuk menjadi laskar tim nasional. Sementara itu, para pendekar muda masih dalam kawah candradimuka.
Mereka akan terus berlatih sampai kedatangan shogun baru. Jangan sampai mereka menjadi ronin alias samurai tanpa tuan. CLS menanti kedatangan tuan baru yang berani menyalakan dan mengobarkan kembali pelita basket dan melestarikan kebanggaan Surabaya.