Upaya Pelemahan Tidak Surutkan Pemberantasan Korupsi
“Ikhtiar kita melawan korupsi tidak boleh berhenti!”
Seruan semangat pemberantasan korupsi digelorakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo kepada para pegawai KPK, Rabu (18/9/2019) pagi. Peristiwa itu terjadi sehari setelah Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disahkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemunculan pembahasan revisi UU KPK oleh DPR pada 5 September 2019 sebenarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) bahkan sejak 2017. Tidak sampai dua minggu, RUU KPK pun disahkan tanpa mempertimbangkan masukan publik, bahkan KPK tidak dilibatkan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyayangkan sikap pemerintah dan DPR yang tidak menepati janji untuk melibatkan KPK dalam memberikan pendapat atas revisi UU KPK. Padahal, Pimpinan KPK telah dijanjikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk diundang ke DPR dalam pembahasan revisi tersebut.
Kehadiran RUU KPK yang baru dinilai berpotensi mengekang kewenangan dan independensi KPK dalam memberantas korupsi. Bahkan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mencermati, keberadaan Pasal 70C berpotensi menghentikan semua perkara yang ada di KPK.
Kompas pun mencatat, setidaknya ada delapan pasal bermasalah, yakni Pasal 1 Ayat (6), Pasal 3, Pasal 12B Ayat (1), Pasal 12B Ayat (4), Pasal 24 Ayat (2), Pasal 37B huruf b, Pasal 37E, dan Pasal 40. Pasal-pasal itu mengatur soal kelahiran Dewan Pengawas (Dewas) dan perubahan status KPK menjadi lembaga eksekutif yang diikuti perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, serta kewenangan menghentikan penyidikan suatu perkara.
Jalan terjal pergantian kepemimpinan KPK setidaknya sudah bermula sejak kinerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK bentukan Presiden Joko Widodo menuai pro dan kontra. Tak sedikit elemen masyarakat saat itu menyoroti pentingnya pengukuran integritas melalui kepatuhan dalam pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara dan rekam jejak.
Namun, masukan masyarakat tetap tak diindahkan oleh Pansel Capim KPK dengan meloloskan kandidat bermasalah. Pimpinan KPK pun ikut bersuara.
Dalam konferensi pers KPK, Rabu (11/9/2019), Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Penasihat KPK Tsani Annafari menyampaikan, terdapat dugaan pelanggaran berat yang dilakukan mantan Deputi Bidang Penindakan KPK, Firli Bahuri. Ini adalah hasil proses pemeriksaan etik oleh Direktorat Pengawasan Internal KPK.
Meski begitu, pada akhirnya Firli, kandidat yang dinilai bermasalah, tetap diloloskan hingga tahap akhir dan dipilih oleh DPR sebagai Komisioner KPK dengan perolehan 56 suara. Bahkan terpilih sebagai Ketua KPK 2019-2023.
Tetap memberantas korupsi
Serangkaian upaya pelemahan ini pun diiringi dengan demo tak berkesudahan di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Setidaknya sejak 30 Agustus 2019, massa yang mengatasnamakan mahasiswa terus menyerukan agar KPK dapat menerima keputusan Pemerintah dan DPR.
Meski demikian, penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan tetap berjalan sesuai amanat UU. Pemeriksaan saksi dan penetapan tersangka pun tetap dilakukan.
“Pemeriksaan tetap berjalan, tugas-tugas pencegahan juga masih terus dilakukan. Sejumlah tim pencegahan saat ini juga sedang berada di beberapa daerah menjalankan tugasnya. Seberat apapun, tetap harus berupaya,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sementara itu, KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, hari ini, sebagai tersangka atas dugaan suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan Pemerintah melalui Kemenpora pada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018. Imam diduga menerima suap sebesar Rp 26,5 miliar.
Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan dan menahan Miftahul Ulum, anggota staf pribadi Imam pada Rabu (11/9/2019). Dalam konstruksi kasus, selama 2014-2018 Imam dikatakan menerima uang Rp 14,7 miliar melalui Ulum.
Selain itu, pada 10 September KPK melarang Ketua Fraksi Golkar DPR, Melchias Markus Mekeng, keluar negeri. Pelarangan ini terkait perkara pengurusan Terminasi Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kemudian pada 12 September 2019, dalam pengembangan perkara operasi tangkap tangan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, KPK menetapkan Kock Meng dari pihak swasta sebagai tersangka.
Kasus Nurdin terkait dengan dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Sejak Selasa (17/9/2019), KPK masih menggeledah beberapa lokasi di Kepri, seperti kantor Dinas PUPR, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dan rumah salah satu Kepala Operasi Perangkat Daerah (OPD). Pada Rabu ini, kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Kantor Bappetlitbang digeledah.
Dari rangkaian penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen terkait anggaran di OPD masing-masing. Penggeledahan ini dilakukan dalam proses penyidikan dugaan penerimaan suap atau gratifikasi dengan tersangka Nurdin.
Febri menyampaikan, KPK sangat memahami kekhawatiran banyak pihak jika KPK berhenti bekerja saat ini. KPK pun telah menerima berbagai masukan baik secara langsung maupun melalui pemberitaan di media.
“Di tengah berbagai serangan pada KPK akhir-akhir ini, kami akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya. Meskipun tidak mudah, tapi hal tersebut kami sadari sebagai amanat yang harus dijalankan,” ujar Febri.