Investasi untuk Memperkuat Struktur Industri Tekstil
›
Investasi untuk Memperkuat...
Iklan
Investasi untuk Memperkuat Struktur Industri Tekstil
Melalui investasi dan restrukturisasi mesin tekstil, daya saing dalam mengisi kebutuhan domestik dan ekspor dapat ditingkatkan.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil dapat memperkuat struktur industri. Melalui investasi dan restrukturisasi mesin, daya saing dalam mengisi kebutuhan domestik dan ekspor dapat ditingkatkan.
Selain menyerap tenaga kerja, investasi juga diperlukan untuk mengatasi impor bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang dikutip pada Rabu (18/9/2019), impor di industri hulu untuk serat mencapai 1,21 juta ton dan benang 275,8 ton.
”Di industri sisi tengah, yakni pencelupan, pencetakan, dan penyempurnaan, cukup lama tidak ada investasi. Banyak yang mesinnya sudah tua. Akibatnya, produksi tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga harus impor,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Muhdori.
Data Badan Pusat Statistik dan Kemenperin yang diolah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menunjukkan, kinerja industri kain pada 2018 defisit sekitar 4,2 miliar dollar AS. Industri kain meliputi penenunan, perajutan, pencelupan, pencetakan, dan penyempurnaan.
Perdagangan industri kain nasional pada Januari-Juni 2019 defisit 2,02 miliar dollar AS. Defisit terjadi karena impor mencapai 2,61 miliar dollar AS, melampaui ekspor yang sebesar 592,4 juta dollar AS.
Nilai defisit ini meningkat dibandingkan dengan Januari-Juni 2018 yang 1,97 miliar dollar AS. Saat itu, nilai impor di industri kain sekitar 2,612 miliar dollar AS, sedangkan ekspor 638,6 juta dollar AS.
Menurut Muhdori, salah satu solusi memperkuat industri TPT adalah dengan menarik investasi untuk substitusi impor bahan baku. Selain itu, dapat juga melalui restrukturisasi mesin dan peralatan, terutama di industri antara TPT.
Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional API Ernovian G Ismy mengatakan, kebanyakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di industri antara TPT atau industri kain. Detail nama perusahaan yang melakukan PHK karyawan belum dapat disampaikan API. Hal yang sementara ini dapat dipublikasikan hanya menyangkut jumlah, yakni sembilan perusahaan dengan sekitar 2.000 karyawan.
Secara terpisah, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Kemenperin Eko Suseno Agung Cahyanto mengatakan, pemerintah ingin mendorong pemanfaatan kawasan industri di Kendal, Jawa Tengah, untuk mendukung industri TPT yang sekarang banyak tumbuh di Jawa Tengah.
”Mungkin bisa dimanfaatkan sebagai sentral material, titik kumpul atau pelabuhannya, menjadi bagian dari rantai pasok global,” kata Eko.
Eko menambahkan, beberapa waktu lalu pihaknya membuka diklat bagi 300 operator garmen di Balai Diklat Industri (BDI) di Jakarta. Hal serupa dilakukan di sejumlah daerah, seperti di BDI Surabaya, Jawa Timur dan Akademi Komunitas di Solo dan beberapa kelas diploma satu Jawa Tengah untuk mendukung industri TPT.
”Hal ini terutama untuk garmen yang memiliki kebutuhan SDM besar. Kemarin ada industri yang bahkan butuh dalam waktu segera 4.000 tenaga kerja baru karena perluasan,” ujar Eko.
Eko menuturkan, sebanyak 4.000 tenaga kerja baru tersebut dibutuhkan industri di Tasikmalaya, Subang, dan Sukabumi, Jawa Barat. (CAS)