PEKANBARU, KOMPAS Asap kebakaran hutan dan lahan di Riau menyebabkan 304.994 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut selama Januari hingga 17 September 2019. Bulan September saja, penderitanya 24.589 orang. Riau menjadi salah satu daerah paling terdampak asap.
”Pada minggu pertama September, jumlah penderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) di Riau masih 4.306 orang. Namun, hanya dalam waktu sepuluh hari, jumlahnya meningkat sekitar 20.000 orang,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir yang dihubungi di Pekanbaru, Rabu (18/9/2019).
Kemarin, asap pekat masih menyelimuti Pekanbaru dengan parameter molekul partikulat (PM 10) di atas 300 mikrogram per meter kubik atau sangat berbahaya. Kondisi serupa terjadi di wilayah Kepulauan Riau yang dikepung asap kiriman dari Sumatera dan Kalimantan. Kualitas udara dan jarak pandang di tujuh kabupaten/kota secara bersamaan merosot tajam.
Letak geografis Kepri di antara Sumatera dan Kalimantan membuat daerah ini terpapar asap dari dua arah. Kabupaten Natuna dan Anambas terpapar dari Kalimantan, sedangkan lima kabupaten/kota lainnya terpapar kabut dari Sumatera.
Pelaksana Tugas Gubernur Kepri Isdianto mengatakan, indeks standar pencemar udara pada pagi hari sudah pada level sangat tidak sehat. Konsentrasi udara di Batam pada puncaknya mencapai 226 mikrogram per meter kubik.
Di Singapura, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Helena F Nababan, kabut asap menyelubungi kota. Bau sangit asap terasa. Namun, warga tetap berkegiatan menggunakan masker ataupun tidak. Warga memadati stasiun dan terminal bus.
Tan Ah Hyat (45), misalnya. Petugas pembersih di Terminal Bus Jurong East itu tetap bekerja meski asap menyelimuti Singapura. ”Asap kali ini lebih buruk dibandingkan dengan beberapa tahun lalu,” kata Hyat. Kementerian Pendidikan Singapura mengumumkan akan menghentikan kegiatan belajar-mengajar apabila kualitas udara memburuk.
Kondisi Kalimantan
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana per 18 September, ada 2.719 titik panas di Indonesia, turun dibandingkan dengan 14 September yang mencapai 5.115 titik panas. Status siaga darurat berlaku bagi semua provinsi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Adapun luasan lahan terbakar sepanjang Januari-Agustus 2019 mencapai 328.724 hektar. Di Kalteng, data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana Provinsi Kalteng mencatat, partikulat (PM 10) di Kota Palangkaraya mencapai 1.939 mikrogram per meter kubik dari batas normal yang hanya 150 mikrogram per meter kubik.
”Penderita ISPA itu didominasi anak-anak dan balita,” kata Kepala Bidang Program dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Endang Sri Lestari. Sejak Juli hingga September 2019, ada 22.000 penderita ISPA akibat kebakaran hutan dan lahan.
Meski harus hidup di tengah kabut asap, banyak warga pasrah. Rafi (7), yang tinggal di rumah panggung kayu di Jalan Mahir-Mahar, Kota Palangkaraya, misalnya, libur sekolah tiga hari karena kabut asap. Rabu kemarin, ia membantu ayahnya, Ahmad (26), memadamkan api. ”Kalau malam sesak, mau napas susah. Asap masuk ke kamar,” ujar Rafi.
Di Pontianak, unsur Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat beserta organisasi perangkat daerah menggelar shalat memohon hujan. Merespons kebakaran hutan dan lahan, penegakan hukum atas pembakar lahan terus didesakkan. Di Padang, ratusan mahasiswa mendatangi kantor Gubernur Sumatera Barat. Di Balikpapan, polisi menetapkan 10 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan.