Keandalan sistem pertahanan udara Arab Saudi dipertanyakan. Bagaimana mungkin, dengan biaya miliaran dollar AS, Riyadh masih kebobolan dalam serangan terhadap kilang minyak di Abqaiq dan Khurais.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Keandalan sistem pertahanan udara Arab Saudi dipertanyakan. Bagaimana mungkin, dengan biaya miliaran dollar AS untuk belanja persenjataan dan sistem pertahanan canggih dari Eropa dan Amerika Serikat, Riyadh masih kebobolan dalam serangan terhadap kilang minyak di Abqaiq dan Khurais, Sabtu (14/9/2019)? Milisi Houthi di Yaman mengklaim sebagai pelaku serangan itu.
Arab Saudi merupakan salah satu konsumen besar industri pertahanan Barat. Setiap tahun, miliaran dollar AS dibayar Riyadh untuk membeli sistem persenjataan buatan Eropa dan AS, antara lain rudal jarak pendek Avengers dan jarak menengah I-Hawk buatan AS. Riyadh juga membeli rudal jarak pendek Orelikons buatan Swiss.
Sistem rudal Patriot buatan AS juga dipasang di sejumlah kota besar dan fasilitas penting lain. Rudal itu antara lain dipasang di dekat lapangan minyak Shaybah dan kilang Ras Tanura. Seorang pejabat di perusahaan pertahanan Barat bercerita, tahun lalu ketika kilang Abqaiq disasar pesawat nirawak dan rudal Houthi, ada rudal Patriot melindungi.
Sistem rudal itu dinyatakan sukses mencegat ratusan serangan Houthi ke berbagai kota, termasuk Riyadh. ”Lebih dari 230 rudal balistik dicegat koalisi. Kami punya kemampuan operasional menangkal semua ancaman dan melindungi keamanan nasional Arab Saudi,” kata Kolonel Turki al-Maliki, juru bicara koalisi pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman, Rabu (18/9).
Walakin, tak ada kejelasan apakah sistem pertahanan serangan udara itu bekerja atau tidak kala Houthi menyasar Khurais dan Abqaiq, pengolahan minyak mentah terbesar di dunia yang menghasilkan 7 juta barel minyak per hari, Sabtu lalu. Riyadh memastikan produksi 5,7 juta barel, setara separuh ekspor Arab Saudi dan 5 persen pasokan global, terganggu akibat serangan itu.
Seorang pejabat keamanan Saudi mengakui sistem keamanan di Abqaiq tidak bisa menangkal pesawat nirawak. Pihak berwenang sedang menyelidiki apakah radar mampu melacak pesawat tanpa awak itu.
Sejak koalisi Arab Saudi menyerang Yaman pada 2015, Houthi yang dituding disokong Iran telah menembakkan 226 rudal balistik dan 710.606 proyektil. Sebagian besar ke Arab Saudi, sebagian ke Uni Emirat Arab, anggota koalisi.
”Kami mengakui, fasilitas mana pun tidak punya perlindungan nyata,” kata seorang sumber di pihak keamanan Arab Saudi kepada kantor berita Reuters.
”Mana perlindungan sistem pertahanan serangan udara dan persenjataan Amerika Serikat, yang kami beli miliaran dollar AS, pada kerajaan dan fasilitas minyaknya? Jika bisa menghantam setepat ini, mereka (penyerang) bisa menyasar fasilitas pengolahan air dan sasaran lain,” kata seorang analis keamanan Arab Saudi yang tak mau disebut namanya.
Masalahnya, sistem pertahanan serangan udara Arab Saudi dirancang untuk menangkal serangan-serangan dari ketinggian di langit. Sementara serangan udara ke Arab Saudi belakangan ini menggunakan pesawat tanpa awak yang terbang rendah. ”Kebanyakan radar sistem pertahanan udara dirancang untuk ancaman dari ketinggian, seperti rudal,” kata Dave DesRoches, pakar dari Universitas Pertahanan Nasional di Washington, AS.
”Rudal jelajah dan pesawat tanpa awak terbang dekat permukaan sehingga tidak terlihat (radar) karena bentuk permukaan bumi. Pesawat tanpa awak terlalu kecil dan tidak memancarkan panas yang bisa dilacak sebagian besar radar.”
Rudal jelajah dan pesawat tanpa awak bergerak lebih pelan dan lebih rendah dibandingkan dengan sistem pergerakan yang dirancang untuk Patriot. Hal itu menyulitkan Patriot mencegat benda-benda tersebut.
Rudal jelajah dan pesawat tanpa awak bergerak lebih pelan dan lebih rendah dibandingkan dengan sistem pergerakan yang dirancang untuk Patriot. Hal itu menyulitkan Patriot mencegat benda-benda tersebut.
Jorg Lamprecht yang memimpin Dedrone, perusahaan keamanan asal AS, menyebut ada cara lebih mangkus menangani pesawat nirawak. Caranya adalah dengan mengombinasi radar dengan pelacak gelombang radio, kamera beresolusi tinggi, dan pengacak sinyal yang bisa melumpuhkan serangan.
Masalahnya, dengan teknologi sekarang, pengacakan sinyal tidak hanya berdampak terhadap pesawat nirawak. Ada potensi gangguan kesehatan pada warga dan aktivitas industri.
Sumber di aparat keamanan Saudi menyebutkan, sejak beberapa tahun lalu Riyadh sudah paham ancaman dari pesawat nirawak. Beberapa penyedia jasa dan sistem keamanan sudah dijajaki. Walakin, sampai sekarang belum satu pun terpasang.
”Pesawat nirawak adalah tantangan besar bagi Arab Saudi karena kerap terbang di bawah jangkauan radar dan, mempertimbangkan perbatasan panjang dengan Yaman dan Irak, kerajaan sangat rentan,” kata seorang pejabat keamanan Arab Saudi.
Lebih maju
Pada sisi lain, setelah perang berlangsung bertahun-tahun, persenjataan Houthi semakin maju. Dalam salah satu video yang disiarkan Houthi, terlihat mobil tanpa awak yang bergerak di gurun dan bisa meluncurkan rudal dengan jangkauan ketinggian hingga ribuan kaki.
”Ketetapan mereka semakin baik. Mereka sedang mengirim pesan: kami mampu menyasar lokasi tepat,” kata seorang sumber di kalangan aparat keamanan Arab Saudi.
Houthi membangun persenjataan dengan pabrik lokal, pakar asing, dan suku cadangan selundupan. Mereka juga punya cadangan senjata dari militer Pemerintah Yaman kala menduduki Sana’a pada 2014, antara lain rudal Scud, yang diandalkan Irak selama Perang Teluk 1991 untuk menangkal Patriot.
Houthi juga pernah menunjukkan pesawat tanpa awak dengan daya jelajah hingga 1.500 kilometer. Dengan demikian, pesawat itu bisa menjangkau Riyadh, Abu Dhabi, dan Dubai.
Iran dituding membantu Houthi mengembangkan persenjataannya. Jejak itu antara lain terlihat pada rudal jarak menengah Burkan 2-H. Rudal itu diurai, lalu diselundupkan ke Yaman. Iran selalu menyangkal membantu Houthi atau terlibat dalam konflik Yaman. (REUTERS)