Pemerintah berencana menerapkan kewajiban tingkat komponen dalam negeri untuk produk elektronika dan telematika secara menyeluruh.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menerapkan kewajiban tingkat komponen dalam negeri untuk produk elektronika dan telematika secara menyeluruh. Rencana penerapan kebijakan ini untuk menggairahkan industri manufaktur dalam negeri sehingga mendorong ekspor.
Nantinya, kebijakan ini akan diselaraskan dengan peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Janu Suryanto, Kamis (19/9/2019), di Jakarta, menyampaikan hal itu.
Menurut Janu, sebenarnya ketentuan dan tata cara penghitungan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk elektronika dan telematika sudah terangkum dalam Peraturan Menperin (Permenperin) Nomor 68 Tahun 2015.
Pasal 3 menyebutkan, produk elektronika dan telematika meliputi barang elektronik dan komponen, perangkat komunikasi, jasa perangkat lunak dan konten, serta gabungan. Penghitungan nilai TKDN memakai pembobotan pada proses manufaktur dan pengembangan.
Namun, kewajiban pemenuhan TKDN itu baru menyasar perangkat komunikasi berupa ponsel pintar, komputer genggam, dan sabak. Sebab, pemerintah, melalui Kementerian Kominfo, memberlakukan batas rasio. Sementara kategori lainnya belum.
Berdasarkan data Kemenperin, Janu memaparkan, industri elektronika tumbuh fluktuatif dalam empat tahun terakhir. Pada 2015, pertumbuhannya 2,92 persen, yang naik menjadi 8,98 persen pada 2016 dan anjlok menjadi -0,85 persen pada 2017. Pada 2018, industri elektronika tumbuh -12,92 persen, sedangkan pada triwulan I-2019 tumbuh -3,86 persen dan pada triwulan II-2019 sebesar -5,46 persen.
Dari sisi perdagangan, nilai impor produk elektronika tumbuh tinggi, sedangkan ekspor relatif stagnan. Nilai impor 14,9 miliar dollar AS pada 2015 naik menjadi 19,9 miliar dollar AS pada 2018. Pada triwulan II-2019, nilai impor 8,4 miliar dollar AS.
Sementara pada 2015, nilai ekspor produk elektronika 8,2 miliar dollar AS. Nilai yang sama terekam pada 2018. Adapun pada triwulan II-2019, nilai ekspor hanya 3 miliar dollar AS.
Janu menekankan, rencana kebijakan yang mewajibkan pemenuhan TKDN produk elektronika dan telematika secara menyeluruh diharapkan memperbaiki kinerja industri dan neraca perdagangan. ”Investasi juga masuk,” katanya.
Janu mengakui, salah satu tantangan menerapkan wajib TKDN adalah masih ada komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Mendukung
Ketua Bidang Home Appliances Gabungan Pengusaha Elektronik Daniel Suhardiman menyampaikan, asosiasi mendukung rencana pemerintah untuk menerapkan wajib TKDN bagi produk elektronik selain ponsel pintar, komputer jinjing, dan sabak. Meski demikian, asosiasi mengakui, hal yang tidak mudah adalah perumusan aturan teknisnya.
Kesiapan industri elektronik dalam negeri, Daniel menjawab, tergantung rasio pemenuhan wajib TKDN dan jenis produk.
Ia mencontohkan mesin cuci. Jika pemerintah menetapkan rasio 20 persen, pelaku industri di dalam negeri siap. Sejumlah komponen mesin cuci bisa diambil dari suplai lokal meskipun ada elemen pendukung yang tetap harus diimpor, misalnya kompresor.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, peta jalan pengembangan TKDN diperlukan dengan penekanan pada hulu industri.
”Pemerintah perlu belajar dari penerapan wajib TKDN ponsel pintar, komputer jinjing, dan sabak. Industri perakitan tumbuh pesat sehingga impor barang jadi berhasil ditekan. Namun, impor komponen naik drastis,” ujarnya.
Ketentuan wajib TKDN ponsel pintar, komputer genggam, dan sabak berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 27 Tahun 2015. Berdasarkan peraturan itu, rasio wajib TKDN perangkat berteknologi 4G harus 20 persen pada 2016, yang naik menjadi 30 persen pada 2017.
Kemenperin mendukung dengan cara mengeluarkan Permenperin 68 Tahun 2015. Agar spesifik menyasar ponsel pintar, komputer jinjing, dan sabak, Kemenperin merilis Permenperin Nomor 65 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Faisal menuturkan, pada 2014, produk elektronika dan telematika, khususnya ponsel pintar, merupakan salah satu penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan nonmigas. Berkaca pada situasi itu, penerapan wajib TKDN ponsel pintar, komputer genggam, dan sabak lahir.