Merawat Keterbukaan dalam Batik Dermayon
Batik Dermayu asal Indramayu, Jawa Barat, merentang batas. Akulturasi beragam budaya bangsa hingga kini terus menjadi inspirasi sekaligus mata pencarian orang-orang yang setia membuatnya.
Tiga orang Belanda mendatangi Hj Sudiyono (68) awal 1980-an. Mereka meminta pendiri Toko Batik Paoman Art itu merenovasi batik Indramayu bermotif gulden, peninggalan keluarganya. Sudiyono bersedia. Namun, ia punya satu syarat, gambar Ratu Wilhelmina di dalam mata uang Belanda itu diganti dengan flora dan fauna khas setempat.
”Saya, kan, sudah merdeka. Masak masih tunduk dengan Belanda. Makanya, saya enggak mau gambarnya Ratu Wilhelmina,” kata Sudiyono, dengan kening mengerut, Kamis (22/8/2019), di kediamannya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Warga Belanda yang mengaku neneknya bersemayam di salah satu pemakaman wilayah Paoman, lapang dada menerima syarat Sudiyono. Tidak ada tawar-menawar, apalagi perang urat saraf. Malahan, ia bersukacita ketika Sudiyono meminta izin membuat cetakan tembaga yang berisi motif gulden tanpa Ratu Wilhelmina.
Cetakan itu hingga kini masih terselip dalam lemari kuno di garasinya, tepat di bawah pohon mangga. Berlembar-lembar kain bermotif gulden dengan binatang khas Indramayu, seperti ikan etong atau ayam ayam (abalistes stellaris), manuk bengkuk, dan srintil telah dihasilkan. Ikan menggambarkan keinginan para perajin untuk bebas dari penjajahan, layaknya ikan yang bisa berenang ke mana saja.
Pagi itu, Sudiyono menunjukkan batik gulden yang berisi udang dan di sisinya ada ikan etong. Ikan ini biasanya kerap ditemui dalam kondisi dibakar dengan bumbu khusus di rumah makan pantura. Namun, kali ini, ikan itu tercantum di latar kain putih dengan garis berwarna coklat.
Motif gulden tanpa sang ratu merupakan bentuk perlawanan Sudiyono terhadap peninggalan penjajah. Sama halnya ketika anak punk dengan sadar merobek jeans-nya. Perobekan itu merupakan simbol pemberontakan terhadap industri pakaian. Jeans dulunya identik dengan kaum buruh tambang, yang merupakan simbol kemapanan.
Bedanya, Sudiyono tidak ingin sekadar berlawanan. Ia justru ingin berkolaborasi. Simbol penjajah pada gulden dan ikan etong atau mangga bagi yang terjajah bisa duduk bersama, setara. Bahkan, menghasilkan kriya indah yang dipasarkan di galeri Paoman Art.
Di galeri yang mampu menjual lebih dari 1.000 kain batik cetak, dan sekitar 240 batik tulis per bulan itu terpajang motif dengan pengaruh dari budaya luar. Motif lokcan, misalnya, menggambarkan legenda burung di dataran China. Mirip burung phoenix, sayapnya lebar, mengepak, dan seakan terbang. Latarnya merah, khas China.
Pengaruh China
Meskipun erat dipengaruhi budaya China, batik Indramayu atau kerap disebut Dermayon bermotif lokcan itu justru lebih banyak dibeli oleh warga setempat. Batik ini tidak terlepas dari legenda bangsa China, tentang kemunculan burung lokcan pada masa damai dan makmur. Motif ini dibuat dengan harapan merasakan keberuntungan dan keberhasilan dalam segala hal.
Boleh jadi batik motif ini belum dimiliki seluruh warga Indramayu, sehingga daerah pantai utara Jabar ini masih jauh dari makmur. Kemiskinan, pengangguran, hingga perdagangan orang bisa dijumpai di daerah dengan lebih 1140.000 hektar sawah tersebut.
Akan tetapi, bagi Ny Antari (52) dan Ny Karsida (60), perajin batik asal Pabean Udik, batik motif lokcan membantu mereka. Aktivitas membatik itu bisa untuk menyambung hidup setelah bertahun-tahun ditinggal mati suami. Seperti umumnya perajin batik di Indramayu, mereka adalah istri nelayan.
”Sejak kecil membatik, saya bisa beli sepatu hingga SMP. Sekarang, anak saya sudah lulus SMA,” ucap Antari yang tidak sempat mengenyam pendidikan SMA. ”Dua tahun lalu, kami pameran di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Seratus lembar batik habis, yang paling banyak motif lokcan. Hasilnya sekitar Rp 50 juta,” kata Karsida, yang belajar membatik sejak sekolah dasar.
Duit sebesar itu berawal dari pembuatan batik di teras rumah yang sederhana, seperti siang itu. Ada gawangan (seperti gawang) dari bambu untuk menjuntaikan kain, ada wajan, kompor, dan beberapa makanan buras pengisi perut.
Sampayan atau batang bambu yang menyalib sebagai tempat menjemur kain berdiri di halaman rumah. Alunan musik dangdut tarling (gitar suling) khas pantura turut menemani perajin. Para perajin lebih banyak diam ketika membatik karena butuh konsentrasi. Lagi pula, lagu-lagu tarling sebagian besar mewakili rintihan mereka. Coba saja dengarkan lagu ”Pemuda Idaman”. Lagu ini berkisah tentang perempuan merindukan kekasihnya. Persis yang dirasakan para perajin ketika ditinggal suami melaut berhari-hari.
Begitulah cara membatik ala perajin. Tidak ada sekolah khusus untuk membuat motif lokcan. Ilmunya turun-temurun. Motif ini termasuk dalam 143 motif yang sudah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan hak cipta. Sebanyak 50 motif sudah meraih sertifikat. Pengaruh dari Arab juga tampak dalam motif kembang kapas. Motif ini memiliki komposisi geometri dari susunan bentuk segi delapan yang serupa. Berlatar putih dengan garis hitam. Motif ini diserbu konsumen selama dua bulan saat musim haji tiba.
”Menjelang ibadah haji, orang-orang desa membeli motif ini. Padahal, harganya lumayan, yakni Rp 700.000 per lembar. Kain batik ini katanya untuk selimut di sana. Rasanya adem meskipun cuaca di sana bisa mencapai 40 derajat celsius,” ungkap Sudiyono. Sudiyono mengklaim, lebih dari 100 lembar kain batik kembang kapas terjual untuk musim haji tahun ini. Motif batik tertentu memang laris pada momen-momen penting.
Budayawan Indramayu, Supali Kasim, percaya dengan kisah itu. Katanya, sejumlah motif batik Dermayon menggambarkan hubungan transendental, berhubungan dengan kerohanian. Secara ilmiah mungkin belum terbukti. ”Sisi transendental ini membuat masyarakat percaya. Ada yang dijadikan selimut jika anak sakit atau dipakai di Tanah Suci,” katanya.
Keberagaman
Dalam buku Batik Indramayu: Pesona Batik Kota Mangga (2014), batik Dermayon diperkirakan sudah ada sejak masa Kerajaan Demak (1527). Kala itu, banyak perajin dari Lasem, Jawa Tengah, hijrah ke Indramayu. Oleh karena itu, motifnya hampir sama dengan batik Lasem yang banyak dipengaruhi China.
Batik Dermayon juga menyerap pengaruh Islam, motif itu terlihat melalui ragam hias geometris pada motif kembang kapas dan sejuring. Terdapat garis vertikal-horizontal dan diagonal arah kiri serta kanan yang bertemu pada satu titik di tengah. Hal ini menunjukkan keberaturan dalam hidup yang sudah ditata Yang Maha Kuasa (Budaya Batik Dermayon, Nanang Ganda Prawira: 2018).
Nanang dalam bukunya mengungkapkan, keberagaman dalam motif batik Dermayon berasal dari sifat masyarakat Indramayu yang terbuka. Sebagai warga pesisir, mereka menerima para pendatang yang berdagang di sepanjang Sungai Cimanuk.
Oleh sebab itu, batik tumbuh di aliran sungai seperti Paoman dan Penganjang. Saat ini, terdapat 22 unit usaha batik yang didukung sekitar 300 perajin. Keterbukaan pada berbagai etnis dan agama itu masih berlangsung hingga kini. ”Beberapa tahun lalu, salah satu pemerintah daerah di Papua ke sini. Mereka minta dibuatkan batik untuk pegawai negeri sipil,” kenang Sudiyono.
Carwati (42), pemilik toko Senang Hati Batik Indramayu, mengatakan, keberagaman motif batik Dermayon juga tecermin dalam sikap para pelaku industri tersebut. ”Pembatik di Indramayu itu beli kain mori di orang etnis Tionghoa Pekalongan. Saya dulu diajak pameran sama orang Tionghoa di Surabaya dan Bali,” ujar perempuan berjilbab ini.
Akan tetapi, bukan berarti tidak ada ujian dalam menjaga keberagaman tersebut. Carwati mengeluhkan, hubungannya sempat kaku dengan pelanggan yang berbeda agama karena masa Pemilihan Presiden 2019.
”Saya dianggap simpatisan salah satu kubu dan pelanggan saya memilih kubu lain. Padahal, kan, saya enggak ikut-ikutan berpolitik. Sekarang, hubungan kami sudah cair lagi,” kata Carwati, yang bersiap membuka toko keduanya di Kecamatan Sindang, masih di Indramayu.
Beruntung, pilpres segera usai. Kalau berlama-lama, bisa-bisa industri batik Dermayon merosot gara-gara berbeda pilihan politik. Lagi pula, siapa politisi yang seberani dan sekuat pebatik Indramayu. Motif gulden yang isinya Ratu Wilhelmina saja diganti dengan ikan etong.