Hingga saat ini, DPR RI belum memastikan sikap, apakah akan menunda pengesahan RKUHP atau tidak. DPR akan menggelar rapat untuk mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terkait penundaan pengesahan RKUHP.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan menggelar rapat untuk mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terkait permintaan Presiden menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Hingga saat ini, DPR RI belum memastikan sikap, apakah akan menunda pengesahan RKUHP atau tidak.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mengatakan, DPR RI akan mengadakan rapat konsultasi dengan pemerintah pada Senin (23/09/2019) untuk membahas permintaan Presiden Joko Widodo menunda pengesahan RKUHP. Hal ini perlu dilakukan, menjelang mepetnya pelaksaan rapat paripurna terakhir DPR RI pada Selasa (24/09/2019).
"Sebelum rapat dengan pemerintah, kami rencananya juga akan menggelar rapat antarfraksi. Setiap fraksi perlu berpendapat terkait permintaan Presiden untuk menunda pengesahan RKUHP itu," kata Desmond kepada Kompas, Minggu (22/09/2019).
Desmond mengatakan, Fraksi Gerindra masih mempertanyakan alasan Presiden menunda pengesahan RKUHP. Tidak seharusnya Presiden menunda RKUHP hanya karena adanya tekanan dari masyarakat.
"Saya menilai, Presiden menunda pembahasan RKUHP karena ada demonstrasi massa beberapa hari lalu. Presiden pun tidak menjelaskan, sampai kapan nantinya pengesahan RKUHP harus ditunda. Ia juga tidak mengatakan, pasal bermasalah apa saja yang harus dikaji kembali," ucapnya.
Desmond juga mempertanyakan keputusan Jokowi yang meminta pengesahan RKUHP ditunda tanpa meminta pendapat DPR RI terlebih dahulu. Hal tersebut menimbulkan kebuntuan, karena pembahasan RKUHP antara pemerintah dan DPR sudah selesai di tingkat pertama.
Selain itu, Desmond enggan berkomentar terkait masih adanya kemungkinan RKUHP akan disahkan pada rapat paripurna, Selasa, (24/09/2019). Disahkan atau tidaknya RKUHP itu akan ditentukan setelah mendengar pendapat mayoritas dari seluruh fraksi.
"Jika melihat komposisi DPR, mayoritas fraksi merupakan partai koalisi pendukung pemerintah. Bisa jadi pengesahan RKUHP akan ditunda sesuai keinginan Presiden," ujarnya.
Jika melihat komposisi DPR, mayoritas fraksi merupakan partai koalisi pendukung pemerintah. Bisa jadi pengesahan RKUHP akan ditunda sesuai keinginan Presiden.
Sebelumnya, pada Jumat (20/09/2019), Presiden Joko Widodo meminta agar DPR RI menunda pengesahan RKUHP. Presiden menyatakan, sejumlah materi dalam RKUHP masih butuh pembahasan lebih lanjut.
Anggota Panja RKUHP dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Taufiqulhadi mengemukakan, Fraksi Nasdem belum menyatakan sikap terkait ditundanya pengesahan RKUHP. Nasdem masih akan melihat pandangan dan pendapat dari fraksi lain.
"Meski kami merupakan fraksi pendukung pemerintah, tetapi kami akan melihat terlebih dahulu pandangan dari fraksi lain terkait penundaan tersebut," katanya.
Menurut Taufiqulhadi, Presiden menyatakan bahwa pengesahan RKUHP hanya ditunda, bukan dibatalkan. Kendati begitu, tidak mungkin pembahasan RKUHP bisa dilanjutkan kembali oleh anggota DPR periode berikutnya.
"Saya khawatir, pembahasannya akan dimulai lagi dari awal jika RKUHP dilanjutkan pada periode berikutnya," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform, Anggara, mengatakan, DPR memang masih berwenang mengesahkan RKUHP. Namun jika pengesahan dipaksakan akan menjadi cacat formil, karena ada permintaan penundaan dari Presiden.
“Sebetulnya secara hukum itu tidak boleh dilanjutkan walaupun memang DPR bisa saja memaksa untuk mengesahkan. Kalau tetap disahkan, citra DPR pun akan semakin dinilai buruk,” katanya.
Jika pengesahan dipaksakan akan menjadi cacat formil, karena ada permintaan penundaan dari Presiden.
Menurut Anggara, ada ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 20 Ayat 2, yaitu setiap RUU dibahas oleh DPR RI dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Dengan pertimbangan itu, pemerintah dan publik dapat mengawasi kemungkinan pimpinan rapat paripurna tiba-tiba langsung \'ketuk palu\' untuk mengesahkan RKUHP.
"Dalam rapat paripurna, pemerintah bisa menyatakan ketidaksetujuannya dan itu akan membuat RUU tidak jadi disahkan. Saya juga yakin, Presiden pastinya sudah berbicara dengan partai koalisinya untuk meminta penundaan," tegasnya.
Jika memang nantinya RKUHP akan dibahas oleh DPR periode mendatang dengan system carry over, kata Anggara, maka Presiden harus membentuk komite ahli untuk membantu memberikan pandangan. Komite ini harus diisi oleh para ahli lintas bidang ilmu.
Anggara meminta jangan sampai komite ahli hanya diisi para pakar hokum. Apalagi kalau hanya diisi pakar hukum pidana, itu justru akan membuat RKUHP menjadi elitis. Kepentingan selain hukum pidana menjadi tidak tercakup.
Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama, Kementerian Hukum dan HAM, Bambang Wiyono menyatakan, masih akan menunggu sikap DPR terkait pengesahan RKUHP yang telah ditunda oleh Presiden. Sebab, tetap harus ada kesepakatan bersama.
“Saya belum dapat info tentang itu (bagaimana kelanjutan pembahasan RKUHP). Kami masih menunggu DPR karena harus ada kesepakatan bersama,” ujar Bambang.