Melihat Wujud Lain
Sebagian besar masyarakat, ketika melihat figur publik sukses di bidang tertentu, enggan memalingkan muka untuk melihat potensi mereka di bidang lain. Masyarakat pun terjebak di arus satu garis.
Melalui sebuah pameran seni rupa Bukan Satu Garis, satu arus pemahaman terhadap kesuksesan figur publik itu dibelah. Figur publik dengan kemelekatannya terhadap bidang musik, seperti Iwan Fals, Kaka Slank, dan Tony Q Rastafara, menghadirkan karya lain di bidang seni rupa.
Begitu pula Sudjiwo Tejo yang melekat dengan profesi dalang dan keaktoran. Kemudian Tyo Pakusadewo dengan keaktorannya pula, Amien Kamil dengan kepenyairan, dan Fauzan Musaad yang memang menekuni profesi perupa. Mereka membuka jendela barunya untuk dijelajahi publik.
”Seseorang jadi penyanyi itu bukan berarti berjalan di satu garis. Begitu pula, untuk profesi-profesi lainnya, publik bisa diajak melihat banyak potensi lainnya,” ujar kurator pameran Tommy F Awuy, Kamis (19/9/2019), di Jakarta.
Pameran seni rupa Bukan Satu Garis ini disuguhkan di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dan sudah berlangsung pada 6-20 September 2019. Amien Kamiel, saat dijumpai di ruang pameran, mengatakan, ketika merintis dan mempersiapkan pameran ini tidak mudah untuk membujuk mereka yang bukan sehari-hari melukis untuk memamerkan lukisannya.
”Ketika mengajak mereka, saya selalu menyampaikan pameran lukisan ini tidak ada batasan dan tidak ada strata kelasnya,” ujar Amien, yang menyuguhkan karya-karya lukisan spontan dengan memungut gaya kepenyairannya.
Bidang seni rupa telah memberikan ruang lengang untuk dimasuki siapa saja dan apa pun profesinya. Jejaknya menjadi wujud lain ekspresi mereka yang tak kalah menarik untuk menyuguhkan pesan hidup dan kehidupan supaya lebih bermakna.
Suatu pentas
Sebanyak lima lukisan bercorak abstrak karya Iwan Fals dipajang. Menurut kurator Tommy, Iwan Fals menyerahkan lukisannya begitu saja untuk dipajang, tanpa judul dan tanda tangan, membebaskan arah sudut pandang untuk pemajangan, dan emoh menyebut harga karya.
Tommy tak hilang akal untuk mendeskripsikan karya-karya Iwan Fals. Atas persetujuan Iwan Fals, lukisan-lukisannya disetarakan sebagai suatu peristiwa atau event pentas Iwan Fals.
Tommy memberikan judul untuk empat lukisan Iwan Fals sebagai ”Event 1” sampai ”Event 4”. Satu lukisan abstrak lainnya diberi judul ”Mata Dewa” dengan media cat minyak di atas kanvas, 120 x 160 sentimeter, 2019.
Lukisan ”Mata Dewa” dengan arah sudut pandang lanskap itu bernuansa gelap. Ada dua titik terang dalam bulatan tak sempurna menembus guratan gelap yang dibahasakan Tommy sebagai karang-karang laut yang telah rusak.
Warna coklat tua atau kehitam-hitaman menjadi latar bidang. Goresan merah darah menyibak kegelapan abstraksi karang rusak.
”Di atas karang-karang laut yang rusak, di situ ada mata dewa,” ujar Tommy.
Berikutnya, lukisan abstrak yang diberi judul ”Event 1”. Iwan Fals bermain dengan teknik lelehan untuk lapis warna akhir kecokelatan.
Jauh di bawahnya terhampar warna biru laut ditingkahi garis berkelok putih. Ini seperti debur ombak di laut yang dilihat tegak vertikal dari kejauhan di atasnya.
Untuk lukisan abstrak ”Event 2”, Iwan Fals memusatkan warna terang di tengah kanvasnya yang berukuran 120 x 150 sentimeter itu. Ada gerak goresan warna biru tua yang dinamis ingin memusat. Goresan warna coklat muda ada di lapis warna akhir atau paling atas.
”Inilah pentas dalam wujud lain yang disuguhkan penyanyi Iwan Fals lewat lukisan-lukisannya,” ujar Tommy.
Gadis bermata satu
Di pameran ini, karya penyanyi Kaka Slank dihadirkan melalui dua sketsanya yang unik. Menurut Tommy, Kaka sebetulnya menyerahkan puluhan sketsa. Tetapi, ia memilih untuk dipajang dua sketsa itu dengan alasan karena sudah mewakili semuanya.
Sketsa pertama dengan goresan tegas garis hitam di atas kertas putih membentuk figur seorang gadis yang telanjang. Tubuhnya terlentang menghadap ke depan dengan rambut panjang tergerai dan payudara yang terbuka.
Anehnya, Kaka melukis wajah gadis itu bermata satu. Mata yang hanya satu itu ada di tengah dahinya.
Sketsa satu lagi tak kalah unik. Kaka melukis falus atau alat kelamin laki-laki yang tersunat.
Di bagian kepala falus itu Kaka menempelkan sebuah kacamata. Ini metafora yang sangat menohok.
”Kaka seperti ingin menyampaikan pesan, jangan main-main dengan kelaminmu,” ujar Tommy.
Musisi bergenre reggae Tony Q menghadirkan kepiawaian melukis dengan bermain corak figuratif, abstrak, dan dekoratif. Pada lukisannya yang berjudul Pusaran dengan medium akrilik di atas kanvas berukuran 150 x 150 sentimer (2019), Tony membuat figur pusaran lingkaran dari gerak lintasan dua ayam jantan bertarung.
Tony Q menunjukkan kepiawaian melukis naturalistik wajah dan dipadu dengan corak abstrak tampak pada karya ”Tatapan Hati” dan ”Forgiveness”. Lukisan lainnya, ”Akhir Kala”, menunjukkan sisi kepiawaian lainnya yang kuat dengan unsur dekoratifnya.
Lukisan Tony Q yang diberi judul ”Oyeeh” juga cukup kuat untuk mempertontonkan sisi kemampuan abstrak figuratifnya dengan dua capung yang sedang bersenggama di udara.
Begitu pula halnya Tyo Pakusadewo dengan peran keaktorannya menyuguhkan lukisan bercorak figuratif dan naturalistik. Lukisan yang diberi judul ”The Corleons” ini menyodorkan lukisan wajah tokoh mafia tersebut sebagai sampul buku tebal. Tyo mengekspresikan lukisan itu secara tiga dimensional berbentuk buku tebal di papan kayu plywood berukuran 100 x 120 sentimeter (2019).
Tyo menghadirkan pula lukisan naturalistiknya berupa sosok laki-laki tua dengan tubuh kurusnya berbalut selimut. Lukisan itu diberi judul ”Redemption” dengan medium akriliks di atas kanvas 100 x 120 sentimeter (2019).
Sudjiwo Tejo dengan enam karya lukisannya menyeruakkan narasi yang terbumbui cerita pewayangan, seperti karyanya yang diberi judul ”Semar Moksa”. Sudjiwo melukis dengan cat minyak di atas kanvas 90 x 100 sentimeter (2019) berupa sosok Semar yang tertidur terlentang tak berbusana di atas awan-awan.
Ada nuansa kehidupan kota di bawah Semar yang terangkat oleh awan-awan tersebut. Sudjiwo bermetafora Semar telah mati dan meninggalkan kehidupan nyata kita.
Perupa Fauzan Musaad menyuguhkan lukisan dengan media yang berbeda. Ia lulusan Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan berasal dari Fakfak, Papua Barat, cukup melekat dengan pengalaman yang bersentuhan dengan komoditas gaharu dari alam Papua.
”Saya menggunakan sepenuhnya getah gaharu untuk melukis karya yang saya beri judul ’Tree of Life’ ini,” ujar Fauzan.
Lukisan ”Tree of Life” itu monokromatik coklat muda. Fauzan menggambarkan kelengkapan sebuah pohon kehidupan ada di atas tanah dan di dalam tanah. Beberapa figur seperti Mahatma Gandhi dan peluksi Raden Saleh dituangkan di bagian pohon kehidupan tersebut. Fauzan menghadirkan beberapa lukisan lainnya dengan media cat konvensional. Fauzan seorang perupa yang telah menemani rekan-rekannya yang sebelumnya lebih dikenal berprofesi di bidang lain.
Melalui pameran seni rupa ini, publik diantar melihat wujud lain ekspresi dari sosok penyanyi Iwan Fals, Kaka Slank, Tony Q, atau seorang dalang Sudjiwo Tejo, aktor Tyo Pakusadewo, dan seorang penyair Amien Kamil. Wujud lain yang turut memperkaya batin.