Kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet di Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes terus meluas hingga ke wilayah Kabupaten Banyumas. Keterbatasan alat dan medan yang terjal masih jadi kendala dalam memadamkan api.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet di Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes terus meluas hingga ke wilayah Kabupaten Banyumas. Keterbatasan alat dan medan yang terjal masih jadi kendala dalam memadamkan api. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mempertimbangkan upaya pemadaman menggunakan bom air dari udara dengan helikopter.
Hal itu disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Jawa Tengah Sarwa Pramana dalam rapat koordinasi penanganan kebakaran hutan Gunung Slamet, Minggu (22/9/2019), di markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Tegal.
Menurut Sarwa, Gubernur Jawa Tegah Ganjar Pranowo menginstruksikan supaya kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet segera ditanggulangi agar tidak meluas sampai ke permukiman dan mengganggu aktivitas masyarakat.
”Gubernur sudah menginstruksikan supaya kebakaran hutan ini bisa segera diatasi. Pemimpin daerah diimbau segera melakukan langkah strategis dan antisipasinya. Jika wilayah terdampak sudah lebih dari dua kecamatan, penetapan status tanggap darurat bencana juga patut dipertimbangkan,” kata Sarwa.
Sarwa menambahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga sedang mengkaji beberapa solusi penanganan kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet, salah satunya adalah pemadaman menggunakan bom air dari udara dengan helikopter. Namun, menurut Sarwa, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum langkah itu dilakukan.
Gubernur sudah menginstruksikan supaya kebakaran hutan ini bisa segera diatasi. Pemimpin daerah diimbau segera melakukan langkah strategis dan antisipasi. Jika wilayah terdampak sudah lebih dari dua kecamatan, penetapan status tanggap darurat bencana juga patut dipertimbangkan.
”Kita harus segera lakukan kajian secepatnya terkait seberapa efektif pemadaman menggunakan bom air itu. Kira-kira, bagaimana ketersediaan air di embung atau waduk terdekat, berapa jarak antara sumber air dengan lokasi kebakaran, tingkat ketinggian permukaan air dengan helikopter, serta berapa biaya operasional yang harus dikeluarkan,” imbuh Sarwa.
Kurang optimal
Koordinator Sukarelawan PMI Kabupaten Tegal Abdul Kholik mengungkapkan, selama ini pemadaman dilakukan dengan cara manual, yakni menggunakan gepyok, sabit, golok, dan cangkul. Parit atau sekat bakar dengan lebar 3 meter-4 meter juga sudah dibuat untuk menghambat perambatan api. Namun, parit yang dibuat tidak berfungsi optimal sehingga api masih bisa merambat dengan bebas.
”Jadi, kondisi di lapangan yang ada saat ini adalah jumlah petugas dan sukarelawan terus bertambah banyak, tetapi peralatannya terbatas. Jadi, di beberapa lokasi, parit dibuat sekadarnya. Ranting pohon dan tanaman kering yang seharusnya dibabat atau dibersihkan dari parit tidak bisa dibersihkan dan membuat api terus merambat,” ujar Abdul.
Abdul menyebutkan, jumlah petugas dan sukarelawan pemadam api terus bertambah dari sekitar 85 orang pada Rabu (18/9/2019) menjadi sekitar 1.000 orang pada Sabtu (21/9/2019).
Selain keterbatasan alat, terjalnya medan dan kencangnya angin juga menjadi penghambat lain dalam pemadaman api. Menurut Abdul, di beberapa titik, lokasi kebakaran berada di lereng dengan kemiringan 70 derajat. Jadi, petugas dan sukarelawan kesulitan mengakses daerah tersebut. Adapun kondisi angin juga dikatakan Abdul masih kencang dan arahnya tidak terprediksi. Hal tersebut menyulitkan pemadaman.
Meluas
Menurut catatan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Barat, kebakaran di lereng Gunung Slamet terus meluas. Pada Jumat (20/9/2019) malam, luas area kebakaran sekitar 27,5 hektar. Adapun luas area yang terbakar pada Minggu malam sekitar 55 hektar, terdiri dari 20 hektar di Kabupaten Brebes dan 35 hektar di Kabupaten Tegal.
Kepala Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah Endung Trihartaka mengatakan, dari Januari hingga akhir September 2019 tercatat ada 262 kali kebakaran hutan di wilayah Perum Perhutani Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, luas hutan yang terbakar adalah 822 hektar dengan total kerugian sekitar Rp 1,2 miliar.
”Hingga saat ini masih ada 74,3 hektar hutan yang masih terbakar dan berasap. Yang paling luas adalah kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet. Sebab, kebakaran ini melanda dua wilayah KPH, yakni KPH Pekalongan Barat dan KPH Banyumas Timur,” kata Endung.
Hingga saat ini Perum Perhutani menyiagakan sekitar 4.200 personel untuk mengatasi kebakaran hutan di wilayah Jawa Tengah. Perum Perhutani juga sudah mendirikan posko bersama dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk memantau titik api di wilayah Jawa Tengah.
Hingga saat ini masih ada 74,3 hektar hutan yang masih terbakar dan berasap. Yang paling luas adalah kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet. Sebab, kebakaran ini melanda dua wilayah KPH yakni, KPH Pekalongan Barat dan KPH Banyumas Timur, kata Endung.
Sebelumnya, kebakaran hutan dilaporkan terjadi pada Selasa (17/9/2019) di petak 16 KPH Pekalongan barat, tepatnya di Bukit Igir Genting, wilayah Dukuh Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Hingga saat ini, pihak kepolisian masih menyelidiki penyebab kebakaran hutan.