Pemerintah Provinsi Bali dan kalangan industri pariwisata di Bali meminta Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana disosialisasikan secara luas sebelum disahkan. Beberapa pasal dinilai berpotensi mengancam pariwisata.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali dan kalangan industri pariwisata di Bali meminta Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana disosialisasikan secara luas sebelum disahkan. Beberapa pasal dinilai berpotensi mengancam industri pariwisata Bali yang juga menjadi andalan nasional.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengeluarkan pernyataan Pemprov Bali tanggal 22 September 2019 terkait RKUHP, terutama Pasal 417 Ayat 1 yang mengatur ancaman terhadap perzinahan, Pasal 419 Ayat 1 yang mengatur ancaman terhadap hidup bersama di luar perkawinan (kohabitasi). Selain itu, ada juga Pasal 432 tentang ancaman pidana denda terhadap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum.
Tjok Oka menyatakan, pasal-pasal tersebut dapat berefek terhadap pihak-pihak dalam pariwisata, yakni wisatawan, pengusaha pariwisata, dan pekerja pariwisata. Dalam pernyataan itu, RKHUP masih berupa rancangan sehingga belum dapat diberlakukan.
Presiden Joko Widodo dan DPR sepakat menunda pengesahan RKUHP sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, wisatawan dan pelaku pariwisata diharapkan untuk tetap tenang dan menjalankan aktivitas kepariwisataan mereka.
Pasal dalam RKUHP tersebut, menurut Tjok Oka, terkesan memasuki ranah privat, sedangkan KUHP mengatur hubungan individu dengan negara. ”Kami mengakomodasi masukan dari pemangku kepentingan terkait kepariwisataan Bali agar RKUHP disosialisasikan seluas-luasnya terlebih dahulu,” kata Tjok Oka, yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (23/9/2019).
Ketua Dewan Pariwisata Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengungkapkan, pasar pariwisata sensitif terhadap isu, termasuk keamanan dan kenyamanan. Beberapa pasal dalam RKUHP itu mendapat perhatian para pihak terkait industri pariwisata karena menyangkut kenyamanan berwisata. Di sisi lain, menurut Partha, pasar wisatawan ke Bali menjadi incaran sejumlah destinasi pesaing Indonesia di kawasan Asia.
Wakil Ketua Bidang Hukum di Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bali Putu Subada Kusuma mengatakan, pasal-pasal dalam RKUHP yang dikhawatirkan berdampak terhadap pariwisata antara lain pasal yang mengatur perzinahan, hidup bersama di luar pernikahan, dan orang yang gelandangan di tempat umum. Menurut Putu, pasal tersebut juga mengatur sanksi, yakni ancaman pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda.
Pemberitaan luar negeri
Lebih lanjut Tjok Oka mengatakan, Pemprov Bali memberikan pernyataan itu untuk menenangkan wisatawan dan pemangku kepentingan terkait pariwisata Bali. Menurut Tjok Oka, pasal-pasal sensitif dalam RKUHP itu menjadi pemberitaan di media massa luar negeri, termasuk di beberapa negara yang menjadi pasar pariwisata Bali, misalnya, Australia.
Partha menyebutkan sebuah sistem layanan pemesanan wisata dalam jaringan (daring) sudah mengindikasikan terjadinya pengalihan daerah tujuan kunjungan, dari semula ke Bali menjadi ke Thailand. ”Kami belum mendapatkan angka pas (jumlahnya). Kalau kondisi ini dibiarkan, akan berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan untuk periode Oktober dan November,” ujar Partha.
”Kami belum mendapatkan angka pas (jumlahnya). Kalau kondisi ini dibiarkan, akan berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan untuk periode Oktober dan November.”
Kusuma menyatakan, PHRI dan asosiasi industri pariwisata di Bali berencana menyampaikan pendapat dan pandangan kalangan industri pariwisata terkait RKUHP ke DPRD Provinsi Bali. Menurut Kusuma, pihak DPRD Provinsi Bali diharapkan mengakomodasi dan mempertimbangkan pendapat dan pandangan kalangan industri pariwisata kemudian meneruskannya ke DPR.