Demonstrasi Ribuan Mahasiswa di Malang Sempat Ricuh
›
Demonstrasi Ribuan Mahasiswa...
Iklan
Demonstrasi Ribuan Mahasiswa di Malang Sempat Ricuh
Unjuk rasa ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang yang mengatasnamakan diri Aliansi Rakyat untuk Demokrasi, Selasa (24/9/2019) di depan Kantor DPRD Kota Malang, Jawa Timur, sempat ricuh.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS - Unjuk rasa ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang yang mengatasnamakan diri Aliansi Rakyat untuk Demokrasi, Selasa (24/9/2019) di depan Kantor DPRD Kota Malang, Jawa Timur, sempat ricuh saat massa memaksa masuk ke halaman gedung itu. Demonstran membuka paksa pintu pagar kantor DPRD kemudian disusul semprotan air dari mobil water canon polisi.
Semprotan air dari mobil water canon yang berada di sisi kiri gedung DPRD membuat sebagian demonstran mundur dan berhamburan ke berbagai arah. Sebagian kecil di antaranya tetap bertahan dan merangsek ke depan mobil water canon untuk memprotes tindakan polisi.
Beberapa kali lemparan batu dan botol bekas air mineral dari arah demonstran juga meluncur ke halaman Kantor DPRD yang dijaga ketat aparat. Beberapa korban luka berasal dari kedua belah pihak, termasuk awak media juga terkena lemparan.
Kericuhan reda saat Kepala Polres Malang Kota Ajun Komisaris Besar Dony Alexander dan Komandan Distrik Militer 0833/Malang Letnan Kolonel Tommy Anderson, menenangkan massa menggunakan pengeras suara. “Adik-adik mahasiswa jangan anarkis. Jangan anarkis. Dinginkan hati dan kepala,” ujar Dony.
Beberapa saat kemudian, Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur Brigadir Jenderal (Pol) Toni Harmanto datang menemui mahasiswa. Toni mengajak para demonstran dialog bersama pimpinan DPRD Kota Malang I Made Rian D Kartika. Usai dialog, aksi kembali berlangsung damai. Hingga pukul 17.30 mereka masih menggelar aksi teatrikal.
Menyesalkan
Mahasiswa menyesalkan upaya pihak keamanan yang menghalangi mereka masuk ke halaman kantor DPRD. Padahal anggota DPRD tidak menghalangi mereka masuk, tetapi hanya membatasi 20 orang perwakilan mahasiswa yang boleh masuk. Alasannya, halaman DPRD tidak mencukupi untuk semua mahasiswa dan fraksi-fraksi sedang rapat membahas alat kelengkapan dewan.
Humas sekaligus Koordinator Aliansi Rakyat untuk Demokrasi, Muhammad Ridwan, mengatakan ada beberapa tuntutan yang disuarakan hari ini, salah satunya menolak reformasi agraria dan wujudkan reformasi sejati.
Kami juga menuntut agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang mempersempit ruang gerak KPK, ucap Ridwan
“Kami juga menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang melegalkan perampasan dan monopoli tanah. Keberadaan RUU itu akan merugikan masyarakat kecil, terutama petani. Yang diuntungkan pemodal besar,” ujarnya.
Menurut Ridwan pihaknya juga menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengebiri ruang demokrasi masyarakat. Menolak Revisi UU Ketenagakerjaan yang dinilai sebagai politik mencekik buruh. Demikian pula terkait masalah pendidikan yang hanya bisa diakses oleh orang berduit, menjadi sorotan para demonstran.
“Kami juga menuntut agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang memersempit ruang gerak KPK,” ucapnya.
Berbeda dengan unjuk rasa hari pertama (23/9/2019) yang mengenakan pakaian serba hitam, pada aksi kali ini demonstran mengenakan jas almamater dari kampus masing-masing. Diperkirakan jumlah mereka mencapai 2.000 orang namun sekitar pukul 14.30 datang ratusan mahasiswa dari elemen lain yang ikut bergabung dengan massa yang ikut aksi sejak pagi.
“Harapannya pemerintah pusat mendengar dan merespon suara mahasiswa yang berunjuk di berbagai daerah dalam dua hari terakhir. Indonesia sendiri negara demokrasi namun demokrasinya saat ini sedang dioligarki,” kata Riska, salah satu orator dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Jatim kondusif
Sementara itu Toni Harmanto mengatakan hasil pantauan secara umum aksi yang terjadi di Jatim lebih baik dari daerah lain. Selain di Malang, aksi mahasiswa juga berlangsung di Surabaya, Kediri, dan Pasuruan.
“Seperti di Malang ini komunikasi kita buka dari pagi. Kalau tadi ada ekses (ricuh) mungkin reaksi spontan saja. Tapi selalu dikomunikasikan supaya kita bisa terima aspirasi mereka,” katanya.
Saat disinggung apakah semua aksi berlangsung kondusif, Toni mengatakan “Alhamdulillah, Insha Allah semua karena mahasiswa sendirilah. Saya lihat memang mahasiswa sendiri juga menyampaikan itu (aspirasi) dengan baik kepada kita, pada aparat dari anggota DPRD juga,” ucapnya.
Untuk pengamanan sendiri lebih bersifat persuasif, menerima, mendengar. Tidak melakukan kontak fisik dengan para demonstran. Pihaknya berharap unjuk rasa mahasiswa tidak berlangsung berturut-turut hingga hari berikutnya.