Gerakan Pengelolaan Sampah Berbasis Warga Butuh Militansi
›
Gerakan Pengelolaan Sampah...
Iklan
Gerakan Pengelolaan Sampah Berbasis Warga Butuh Militansi
Upaya pengelolaan sampah dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk di perkotaan, harus militan. Salah satunya menahan diri menggunakan bahan plastik sekali pakai.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Upaya pengelolaan sampah perkotaan dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat harus dilakukan secara militan. Salah satunya menahan diri menggunakan perkakas berbahan plastik. Hal itu harus dimulai dari diri sendiri lalu disebarkan ke kelompok terdekat hingga institusi.
Gagasan itu mengemuka pada Bincang Kompas dengan tajuk "Manajemen Sampah Kota: Menuju Langit Biru Kota Semarang" di Hotel Grasia Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). Acara tersebut diselenggarakan Harian Kompas, bekerja sama dengan Marimas dan Pemerintah Kota Semarang.
Hadir sebagai pembicara yakni Direktur PT Marimas Putera Kencana, Harjanto K Halim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono, pengelola bank sampah Resik Becik, Ika Yudha, dan pengamat lingkungan dari Universitas Katolik Soegijapranata Wijanto Hadipuro.
Ika mengatakan, sanksi terhadap orang yang membuang sampah sembarangan perlu dipertegas. Kendati telah memiliki Peraturan Daerah Kota Semarang Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, banyak warga belum tahu kewajiban mereka mengelola sampah dengan berwawasan lingkungan.
Menurut dia, perlu ada pemahaman secara berkelanjutan kepada masyarakat hingga hukum benar-benar diterapkan. "Pastikan masyarakat tahu peraturan itu. Kegiatan sosialisasi dalam seminar atau diskusi juga perlu terus dilakukan hingga tercipta iklim kesadaran lingkungan," ujar Ika.
Harjanto menambahkan, sejak sekitar 1,5 tahun lalu pihaknya menggencarkan Marimas Ecobricks, yakni pengolahan sampah plastik menjadi sebuah benda yang bermanfaat. Upaya itu dengan memasukkan plastik kemasan Marimas ke dalam botol plastik, lalu dimampatkan hingga mengisi semua ruang botol dan benar-benar padat.
Hal itu, lanjut Harjanto, bertujuan menggugah kesadaran warga untuk membatasi penggunaan plastik. "Meski sudah 1,5 tahun lalu melakukan itu, keluarga saya pun belum menyadari sepenuhnya. Ini perlu komitmen. Dalam gerakan seperti ini, masyarakat harus militan dan ditularkan pada institusi masing-masing," katanya.
Sapto menuturkan, pihaknya terus berupaya menerapkan sanksi kepada para warga yang membuang sampah lingkungan. "Namun, intensitasnya memang masih kurang. Pemkot memiliki Satpol PP, maka kami akan terus menyosialisasikan dan berupaya menegakkan peraturan," kata dia.
Ia menambahkan, dari sekitar 1.200 ton sampah yang diproduksi di Kota Semarang per hari, 900 ton di antaranya masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang. Adapun sisanya diharapkan dapat diolah melalui upaya-upaya lain seperti bank sampah maupun pembuatan ecobrick.
Namun demikian, diakuinya, masih ada juga sampah yang belum terkelola dengan baik. Hal itu menjadi tantangan. "Kami terus dorong pembentukan bank sampah. Saat ini, ada 120 bank sampah dari 177 kelurahan di Kota Semarang. Target kami, setiap kelurahan memiliki bank sampah," kata Sapto.
Wijanto menuturkan, hal utama yang perlu dilakukan dalam mengatasi persoalan sampah yakni melalui pendekatan proses. Apabila belum ada kesadaran pengolahan limbah yang baik dari produsen, harus ada tekanan dari masyarakat yakni dengan menjadi konsumen hijau.