Hujan Telah Mengguyur Enam Provinsi Rawan Terbakar
›
Hujan Telah Mengguyur Enam...
Iklan
Hujan Telah Mengguyur Enam Provinsi Rawan Terbakar
Hujan berintensitas kecil hingga sedang sempat mengguyur beberapa wilayah di Sumsel, Selasa (24/9/2019). Hujan ini diharapkan dapat meredakan kebakaran lahan dan asap yang melanda beberapa daerah di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Hujan berintensitas kecil hingga sedang sempat mengguyur beberapa wilayah di Sumsel, Selasa (24/9/2019). Hujan ini diharapkan dapat meredakan kebakaran lahan dan asap yang melanda beberapa daerah di Sumsel. Potensi awan hujan diperkirakan masih terjadi hingga 27 September 2019. Dalam rentang waktu tersebut, teknologi modifikasi cuaca sangat dianjurkan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat berkunjung ke Palembang, Selasa (24/9) menerangkan, dalam rentang waktu 22-24 September sudah ada 6 provinsi yang berstastus siaga Karhutla sudah diguyur hujan. Provinsi tersebut Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan terakhir adalah Sumsel.
Untuk di Sumsel sendiri, beberapa daerah yang sudah diguyur hujan adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Lahat, dan Kota Palembang.
Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) melibatkan berbagai pihak mulai dari Markas Besar TNI yang membantu menyediakan empat pesawat sebagai armada melakukan penyemaian awan hujan,Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Hal ini juga tidak lepas dari upaya satgas penanggulangan karhutla di setiap daerah yang dalam 2 bulan terakhir terus berjibaku melakukan upaya pencegahan hingga pemadaman api dari darat dan udara."Ini juga tidak terlepas dari satgas doa yang telah dibentuk," kata Doni.
Berdasarkan catatan dari BNPB, titik panas yang terjadi di tahun 2019 ini bisa disetarakan dengan titik panas di tahun 2015 lalu. “Karena kondisi lahan gambut sangat rentan terbakar apalagi saat kondisi kering,” kata Doni.
Bahkan, dalam catatan Satelit NOAA, titik panas 2019 mencapai 5.695 titik atau naik hingga 70,82 persen dari 2018 yang sebanyak 3.334 titik panas. Hal serupa juga terpantau dari satelit TERRA dimana titik panas di 2019 mencapai 14.872 titik atau meningkat 176,33 persen dibanding tahun sebelumnya yakni sebanyak 5.382 titik panas.
Doni menerangkan, satu-satunya cara untuk menanggulangi kebakaran lahan di lahan gambut adalah menjadikan lahan tersebut tetap basah. "Karena pada kodratnya gambut itu basah," ungkapnya. Sekali lahan gambut terbakar, maka akan sulit memadamkannya. “Itu karena gambut menyimpan bahan bakar hasil endapan fosil yang terpendam selama ribuan tahun sehingga sekali terbakar sulit padam,” ungkapnya.
Menurutnya, saat lahan gambut terbakar hebat, tidak ada yang bisa memadamkannya kecuali hujan. Untuk itu, pemerintah daerah juga mengerahkan segala upaya agar lahan gambut di daerahnya tidak kering. Dirinya berharap agar pemerintah daerah juga melibatkan masyarakat untuk turut terlibat dalam upaya pencegahan.
Itu karena gambut menyimpan bahan bakar hasil endapan fosil yang terpendam selama ribuan tahun sehingga sekali terbakar sulit padam, kata Doni
Komandan Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel Kolonel Arhanud Sonny Septiono berujar, satgas karhutla Sumsel terus berjibaku untuk memadamkan api. “Bahkan ada anggota kami yang tetap berada di lapangan sampai berbulan-bulan,” katanya. Sepanjang tahun 2019, lahan terbakar di Sumsel mencapai 60.123 hektar. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dibanding luas kebakaran lahan di tahun 2016-2018 lalu.
Kabupaten Banyuasin adalah daerah dengan luas lahan terbakar terluas yakni seluas 12.423 hektar dan Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas lahan terbakar mencapai 12.133 hektar. Untuk menanggulangan kebakaran sebanyak 12.972 personel satgas gabungan dikerahkan, termasuk mengerahkan 7 helikopter bom air dan 2 helikopter patroli.
Membasahi lahan
Kepala Stasiun BMKG Kelas I Kenten Palembang, Nuga Putrantijo potensi awan hujan akan terjadi hingga Jumat (27/9). “Dengan ini, maka TMC sangat bisa dilakukan untuk membasahi lahan,”kata dia. Setelah itu, potensi awan hujan akan menurun hingga dasarian kedua bulan Oktober.
Keberadaan hujan diharapkan dapat mengurangi lahan yang terbakar temasuk dampak asap yang dihasilkan. Dalam pemantauan alat Konseterasi Partikulat (PM 10) menunjukan kategori berbahaya. “Dengan adanya hujan ini diharapkan PM 10 dapat berkurang,” kata dia.