Dunia atletik kehilangan bintang setelah Usain Bolt pensiun. Namun, bintang-bintang baru akan terus lahir. Kemunculan mereka layak dinanti pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Doha 2019, pada 27 September-6 Oktober 2019, menjadi Kejuaraan Dunia Atletik pertama tanpa Usain Bolt. Tanpa sang bintang, ibu dari semua cabang olahraga ini akan terus berkembang, seperti sebelum Bolt muncul. Namun, tak dapat dipungkiri, atletik akan sulit melahirkan Bolt lainnya meski talenta bertebaran seperti yang akan tampil di Doha, Qatar.
Bolt, pelari Jamaika spesialis lari 100 dan 200 meter, 11 kali menjadi juara dunia dan memegang rekor dunia kedua nomor tersebut (9,58 detik untuk 100 m dan 19,19 detik untuk 200 m) dalam satu dekade terakhir. Prestasi itu dilengkapi delapan medali emas Olimpiade sejak Beijing 2008 hingga Rio de Janeiro 2016.
Akhir kariernya pada Kejuaraan Dunia 2017 di London, Inggris, memang suram, hanya meraih perunggu 100 m setelah dikalahkan dua pelari AS, Justin Gatlin dan Christian Coleman. Namun, Bolt telah menorehkan namanya menjadi bagian dari atlet atletik terbesar sepanjang sejarah.
Tak hanya kecepatan di lintasan, Bolt menjadi mahabintang berkat pesonanya. Pelari berjulukan “Lightning Bolt” ini dikenal dengan gaya memanah ke angkasa setelah juara.
Sebelum menjejakan kaki di blok start, gayanya juga selalu menarik perhatian penonton. Selain melempar senyum, dia menggunakan kamera TV, yang menyorot wajahnya, layaknya cermin dengan gaya merapikan rambut. Tak jarang juga dia menari. Tak ada ketegangan, hanya sikap rileks yang bisa dilihat.
Gaya tersebut menjadi cara Bolt untuk membangun hubungan dengan penonton.
“Saya hanya mencoba memperlihatkan karakter saya dan penonton suka itu. Dari merekalah saya mendapat banyak energi, dan hal itu menginspirasi saya untuk tampil dengan baik,” katanya.
“Dalam atletik, dia adalah yang terhebat. Di luar atletik, dia setara dengan legenda olahraga, seperti Pele dan Maradona di sepak bola, serta Muhammad Ali di tinju,” kata Mo Farah, atlet lari jarak jauh Inggris yang kini berpindah dari nomor lintasan di stadion ke jalan raya.
Pemegang rekor dunia lompat jangkit putra, Jonathan Edwards, berpendapat, tak akan ada Bolt lain dalam atletik. “Tak ada yang bisa merangkul perhatian dunia dengan cara yang dia lakukan dan kemampuannya, meski sangat banyak talenta. Bolt hampir seperti manusia super,” kata Erdwards, yang lompatannya sejauh 18,29 meter tak terpecahkan sejak 1995.
Menggantikan Bolt
Pendapat lain diutarakan juara bertahan 100 m putra, Justin Gatlin (AS). Dia yakin, sprinter asal AS siap untuk menjadi yang tercepat di dunia setelah era Bolt. “AS bisa mendominasi sprint menggantikan Jamaika. Banyak atlet muda yang bagus dan mereka membuat kami bangga,” ujar Gatlin.
Gatlin menyebut Coleman dan Noah Lyles sebagai sprinter yang saat ini paling potensial mengangkat nama AS. “Selain mereka, tentu saja masih ada atlet muda lain. Semua memiliki peluang. Doha 2019 bisa menjadi momentum untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka,” lanjut Gatlin.
Berdasarkan data badan atletik dunia, IAAF, per 18 September, tiga sprinter AS berada pada posisi enam besar pelari tercepat 100 m putra. Mereka adalah Coleman (1), Gatlin (3), dan Cravon Gillespie (6). Adapun Lyles dan Kenneth Bednarek, masing-masing menjadi tercepat pertama dan ketiga pada 200 m.
AS bertekad memperkuat dominasi mereka dalam atletik dunia. Negara ini selalu menjadi pengumpul emas terbanyak dalam setiap Kejuaraan Dunia sejak 1991, kecuali pada 2001 dan 2015.
Di sisi lain, Jamaika belum punya penerus setara Bolt. Negara ini akan mengandalkan pelari putri, seperti Shelly-Ann Fraser-Pryce dan Elaine Thompson untuk mengungguli AS yang selalu menjadi rival utama dalam lari jarak pendek.
Selain menanti pengganti Bolt, Doha 2019 juga akan menarik perhatian dengan hal-hal baru, salah satunya maraton dan jalan cepat tengah malam. Maraton putri dan putra akan dimulai pukul 23.59 waktu setempat, adapun jalan cepat dimulai pukul 23.30.
Ini dilakukan untuk menghindarkan atlet dari suhu panas, yang bisa mencapai 40-an derajat Celsius pada siang hari. Adapun pada malam, mereka bisa tampil dalam suhu 20-an derajat.
Nomor baru yang akan dilombakan adalah lari estafet 4x400 meter campuran. Lomba yang terdiri atas dua pelari putra dan dua putri ini juga akan dimainkan pada Olimpiade Tokyo 2020.
Seperti diutarakan Presiden IAAF Sebastian Coe, dunia atletik memang kehilangan bintang setelah Bolt pensiun. Namun, bintang-bintang baru juga akan terus lahir, termasuk di Doha 2019. (AP/REUTERS)